Liputan6.com, Balikpapan - Penajam Paser Utara (PPA) paling kerap disebut dalam rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN). Banyak yang meyakini, ini adalah wilayah yang digadang-gadang menjadi ibu kota baru republik ini.
Indikasi bahwa Penajam Paser Utara menjadi titik letak Ibu Kota Negara nampak dari kerapnya kunjungan, studi atau kegiatan lain berbagai lembaga negara di salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur ini.
Menguatnya Penajam Paser Utara sebagai kandidat Ibu Kota Negara tentu saja menjadi perhatian warga. Masyarakat Adat Paser di Kabupaten Penajam Paser Utara punya permintaan khusus jika ibu kota jadi dipindahkan ke wilayah ini.
Advertisement
Baca Juga
Ketua Aliansi Mayarakat Adat Nusantara (AMAN) PPU yang juga pengurus Lembaga Adat Paser (LAP) Kabupaten PPU, Eko Supriadi mengatakan masyarakat adat Paser telah melakukan kongres perihal penetapan Ibu Kota Negara di PPU.
Masyarakat Suku Paser yang ikut pada kongres tersebut berasal dari tiga wilayah hukum adat Paser, yaitu Kabupaten Paser, Kota Balikpapan dan PPU dengan jumlah peserta kurang lebih 300 orang. Kongres itu digelar di Rumah Adat Rekan Tatau, 1 September 2019.
“Dari pertemuan tersebut membuahkan hasil pokok pikiran kami yang kami tuangkan pada Rekomendasi Kepada Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat,” katanya dalam forum diskusi terarah (FGD) dalam rangka pelaksanaan kajian aspek sosial budaya dan sosial ekonomi pemindahan Ibu Kota Negara oleh tim Kementerian PPN/Bappenas RI, Selasa (19/11/2019).
FGD yang digelar di ruang rapat Wakil Bupati PPU tersebut dihadiri Wakil bupati PPU, H. Hamdam, Staf Ahli Sosial Penanggulangan Kemiskinan Bappenas RI, Dr. Vivi Yulaswati, Msc, Asisten II Setkab PPU, Ahmad Usman, Kabag Pembangunan Setkab PPU, Niko Herlambang, sejumlah tokoh adat dan ormas serta tim peneliti Bappenas RI.
Simak video pilihan berikut ini:
Rekomendasi Masyarakat Adat Paser
Dia menerangkan, rekomendasi itu berupa permintaan mendesak kepada Presiden Joko Widodo untuk segera mengesahkan Undang-undang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat. Masyarakat adat juga mendesak Pemkab PPU dan DPRD PPU untuk segera menerbitkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat Paser.
“Lalu kami juga mendesak pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk segera memfasilitasi pemetaan Wilayah Adat di PPU terutama di daerah Calon lKN. Mendesak Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat agar segera menyelesaikan konflik - konflik agraria, lahan antara masyarakat adat Paser dengan Perusahaan,” ucapnya.
Menurut dia, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, harus melibatkan utusan Masyarakat Adat Paser dalam seluruh penentuan kebijakan IKN, baik dalam persiapan maupun selama proses pembangunan.
“Pembangunan IKN haruslah bercita rasa Nusantara dalam bingkaian pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika dengan tidak meninggalkan kearifan lokal, budaya dan adat istiadat setempat,” dia menegaskan.
Dalam rekomendasi itu, masyarakat adat Paser juga meminta agar saat proses perencanaan pembangunan IKN, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus memperhatikan keberadaan wilayah kehidupan masyarakat adat Paser agar keduanya bisa berjalan seimbang dan berkelanjutan.
Begitu pula dalam bidang ketenagakerjaan, pemerintah harus memperhatikan keseimbangan agar masyarakat adat Paser juga bisa berkontribusi lebih besar untuk pembangunan daerah dan bangsanya.
“Kami juga berharap IKN di PPU nanti, berbeda dengan yang ada di Jakarta, kami menginginkan IKN rasa Nusantara,” dia menerangkan.
Eko bilang jika jika rekomendasi itu tak diperhatikan, masyarakat adat Paser mengancam bermonstrasi menolak n pemindahan Ibu Kota Negara.
Advertisement
Masyarakat Adat Paser Sepakat IKN di PPU
“Kami akan melakukan aksi penolakan terhadap pemindahan IKN apabila sejumlah permintaan masyarakat adat Paser di PPU tidak diakomodir oleh pemerintah pusat,” dia menegaskan.
Wabup PPU Ir. H Hamdam meminta pemerintah daerah dan masyarakat PPU selalu dilibatkan di tiap pembahasan yang berkaitan dengan IKN sehingga bisa memberi masukan-masukan kepada pemerintah pusat.
“Untuk jangka pendek yang perlu dilakukan adalah memberikan pelatihan-pelatihan kepada putra -putri yang minim pendidikan dan untuk jangka panjangnya perlu dibuatnya perguruan tinggi PPU. Namun perlu juga terjalin kekompakan semua masyarakat yang ada sehingga kita bisa menjadi sebuah kekuatan yang besar,” ucap Hamdam.
Asisten II Setkab PPU, Ahmad Usman menuturkan, secara umum seluruh perwakilan suku di PPU yang hadir menyetujui ditetapkannya IKN di PPU. Namun masyarakat adat Paser menyampaikan beberapa rekomendasi kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah agar dapat diterima serta ditindaklanjuti sesuai Kongres Masyarakat Adat Paser.
Menurut dia, seluruh peserta diskusi juga sepakat meminta kepada Pemerintah Pusat agar tetap menjaga dan melestarikan semua adat, kebudayaan dan simbol-simbol kedaerahan yang ada di PPU. Lebih khusus adat istiadat suku paser seperti Adat Belian Nondoi.
“Hal itu termasuk dilakukan peningkatan dan perbaikan seluruh infrastruktur khususnya jalanan, Peningkatan SDM masyarakat melalui pelatihan kerja dan lain-lain,” kata Usman.
Dalam kesempatan itu, Staf Ahli Sosial Penanggulangan Kemiskinan Bappenas RI, Dr Vivi Yulaswati menjelaskan, tujuan FGD ini adalah berdiskusi bersama berkaitan pemindahan IKN ke PPU. Namun timnya lebih fokus kepada aspek sosial budaya dan ekonomi.
“Kami perlu masukan-masukan berkaitan dengan kebudayaan lokal yang ada sehingga nantinya perlu tetap dilestarikan kedepannya, seperti nama-nama tempat, simbol, bahasa dan lain-lainnya serta juga perlu masukan terkait aspek ekonomi di daerah itu,” dia menjelaskan.