Sukses

Ayah Bejat Cabuli Anak Kandungnya Berulang Kali Hingga Hamil

Belakangan terungkap, pencabulan anak itu ternyata sudah dilakukan sejak bulan Agustus 2018

Liputan6.com, Purbalingga - Ayah adalah pelindung untuk keluarganya. Tetapi, apa yang dilakukan TS, warga di sebuah wilayah di Purbalingga, Jawa Tengah ini justru sebaliknya. Ia tega mencabuli anak kandungnya.

Ironisnya, tindakan keji itu tak sekali dua kali dilakukan. TS mencabuli anaknya berulang kali hingga akhirnya anaknya hamil dan lantas melahirkan.

Kasus pencabulan anak kandung ini terungkap dari kecurigaan petugas Puskesmas Bobotsari, Purbalingga yang menangani persalinan seorang perempuan di bawah umur. Pasalnya, perempuan itu tak punya suami.

"Kecurigaan tersebut dilaporkan kepada polisi yang kemudian melakukan penyelidikan," kata Kepala Polres Purbalingga, AKBP Kholilur Rochman, Jumat (29/11/2019).

Polisi akhirnya mengungkap perempuan tersebut hamil karena perbuatan ayah kandungnya. Polisi langsung menangkap tersangka pencabulan anak,TS, di rumahnya wilayah Kecamatan Karangreja pada Kamis (14/11).

Dihadapkan dengan bukti-bukti yang dimiliki penyidik, terduga pelaku tak bisa mengelak. Tersangka yang merupakan ayah kandung korban mengakui semua perbuatannya.

Belakangan terungkap, pencabulan anak itu ternyata sudah dilakukan sejak bulan Agustus 2018. Di bawah ancaman, perempuan belia itu tak berdaya melawan ayahnya.

Simak video pilihan berikut ini:

2 dari 3 halaman

Ancaman Tersangka

Modus tersangka adalah mengancam tidak akan membiayai sekolah anaknya itu. Tersangka leluasa lantaran sang ibu, atau istri tersangka, sedang merantau ke luar kota.

"Aksi tersangka berjalan lancar karena ibu korban sedang bekerja di Jakarta dan di rumah tersebut hanya ada ayah dan tiga anaknya," Kapolres menjelaskan.

Yang lebih miris, saat mengetahui anaknya sudah dalam kondisi hamil, tersangka masih tetap melakukan tindakan bejat itu. Kini, tersangka mendekam di tahanan Polres Purbalingga sembari menunggu sidang,

Polisi menjerat tersangka dengan Pasal 81 Ayat (1), (2) dan (3) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Ancaman hukuman pasal tersebut yaitu pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar. "Karena pelaku adalah ayah kandung korban, maka ancaman hukuman ditambah sepertiganya,” dia menegaskan.

Data di P2TP2A Citra, Cilacap menunjukkan data mencengangkan. Dari puluhan kasus pencabulan anak yang terjadi di Cilacap, nyaris seluruhnya dilakukan oleh orang-orang terdekat.

Ayah tiri, paman, kakek, tetangga, guru sekolah, guru ngaji, adalah beberapa pihak yang tercatat sebagai pelaku.

“Hampir semuanya dilakukan oleh orang terdekat,” Nurjanah Indriyani, Sekretaris P2TP2A Citra mengungkapkan.

 

3 dari 3 halaman

Awas, Kekerasan Anak Dilakukan oleh Orang-Orang Terdekat

Menurut dia, sebagian besar kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi pada keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Paling banyak, kata dia, terjadi pada keluarga miskin.

Sebab itu, P2TP2A Citra mengintensifkan sosialisasi pencegahan tindak kekerasan terhadap anak di hampir semua lini, mulai sekolah, pemerintah desa, ibu PKK, kelompok pengajian, dan komunitas-komunitas perempuan lainnya.

Meski begitu, ia pun mengakui tak semua perwakilan P2TP2A Citra beroperasi efektif. Penyebabnya bermacam, mulai dari ketiadaan anggaran hingga keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM).

Keberadaan lembaga di masing-masing kecamatan dan desa ini diharapkan membuat korban kekerasan lebih mudah mengakses dan melaporkan tindak kekerasan yang dialami. Masyarakat juga dapat melaporkan tindak kekerasan yang terjadi di sekitarnya.

Nurjanah menegaskan, P2TP2A Citra Cilacap juga selalu siap mendampingi korban kekerasan dalam proses litigasi. Dalam kerjanya, Citra bekerjasama dengan kepolisian Cilacap. Selain itu, Citra juga melayani konseling untuk korban-korban kekerasan.

“Kami punya petugas untuk mendampingi dan memberi layanan konseling,” dia menjelaskan.

Ia menduga, jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak tak semuanya dilaporkan. Pasalnya, sebagian masyarakat masih menganggak KDRT, kekerasan terhadap peremuan dan anak, sebagai aib yang harus disembunyikan rapat-rapat.