Liputan6.com, Padang - Banjir bandang yang menerjang Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, pada Minggu 24 November 2019, bukan hanya menghanyutkan harta benda, tapi juga meluluhlantakan lahan pertanian di kawasan itu. Kini, perhatian banyak orang tertuju pada apa yang menyebabkan banjir bandang itu.Â
Walhi Sumbar menyebut, banjir bandang tidak terlepas dari aktivitas tambang ilegal yang aktif beroperasi di beberapa kecamatan di Nagari Saribu Rumah Gadang itu.
Baca Juga
Direktur Walhi Sumbar, Uslaini mengungkap, setidaknya terdapat puluhan aktivitas tambang ilegal yang masih aktif di Kecamatan Koto Parit Gadang Diateh (KPGD), Sangir, Sangir Batanghari, dan Sungai Pagu.
Advertisement
Data Walhi Sumbar menyebut, sedikitnya terdapat 28 titik tambang emas ilegal di Kecamatan KPGD, 22 diantaranya sudah tidak aktif, namun ditinggalkan begitu saja tanpa adanya upaya reklamasi. Sedangkan enam titik lainnya masih aktif di aliran Sungai Bangko.
Aktivitas tambang di Kecamatan KPGD itu berada di kawasan hutan lindung dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Nagari Pakan Rabaa. Setidaknya sebanyak 33 eskavator beroperasi di kawasan tersebut.
"Titik lokasi bekas tambang ini menjadi lubang-lubang galian besar layaknya seperti danau-danau buatan di sepanjang aliran sungai yang menjadi objek pertambangan," kata Uslaini saat ditemui Liputan6.com di Padang, Selasa (3/12/2019)
Uslaini bilang, titik koordinat areal pertambangan ditemukan seluas 6 hektare berada dalam areal Hutan Nagari Pakan Rabaa, dan seluas 518,6 hektare di HPT dan Hutan Lindung yang berada di aliran Sungai Batanghari.
Sedangkan di Kecamatan Sangir ada tiga titik pertambangan emas ilegal di Bangko dan Kandi, semuanya berada di kawasan HPT. Dalam pantauan Walhi ada tiga eskavator beroperasi. Sedangkan di Pamong Gadang dan Pamong Ketek ada sebanyak 12 titik tambang emas ilegal.
Tiga di antaranya aktif beroperasi di HPT dengan jumlah eskavator yang dikerahkan sebanyak sembilan unit. Sementara di Kecamatan Sangir Batanghari, aktivitas tambang juga terjadi di beberapa nagari, yakni Nagari Kimbahan, Batu Gajah, Koto Ranah, Sungai Panuah, Pulau Panjang, Pulau Punjung, Limau Sunda, dan di beberapa anak DAS Batanghari.
Kemudian pada lokasi tersebut terdapat 12 titik tambang dan delapan titik yang aktif, disana juga ditemukan sekitar 30 eskavator.
Senanda, Staf Advokasi dan Penegakan Hukum Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumbar Zulpriadi, mengatakan telah terjadi deforestasi, dan degradasi lahan di beberapa kawasan di Solok Selatan sebagai pemicu banjir bandang dan longsor.
"Deforestasi dan degradasi lahan ini salah satu pemicu banjir menurut kami. Dimana, beberapa tutupan lahan daerah resapan air berkurang. Kedua, maraknya aktivitas tambang emas ilegal di daerah aliran sungai (DAS) juga memicu terjadinya banjir dan longsor. Sebab, aktivitas tambang meningkatkan sedimentasi dan penangkalan sungai di Solok Selatan," jelas Zul.
Aktivitas tambang emas ilegal kembali masif dalam dua tahun terakhir, dimana sebelumnya sempat terhenti pada 2014 silam. Mayoritasnya berada di kawasan hutan dan DAS Batanghari.
"Dalam hal ini ada cukong sebagai pemodalnya dan masyarakat lokal sebagai pekerja harian atau buruh kasar sebagai pendulang, dan sebagainya. Ada ribuan pekerja dari masyarakat lokal, termasuk perempuan, dan anak-anak," katanya.
Untuk akses menuju lokasi tambang, kata Zul, tidak semuanya bisa di akses dengan kendaraan roda dua, melainkan harus berjalan kaki sepanjang puluhan kilometer dan masuk hutan.