Liputan6.com, Garut - Kelompok Paguyuban Kopi Sunda Hejo, Garut, Jawa Barat, membuat gebrakan penghijauan di kaki Gunung Malabar untuk menyelamatkan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum.
Berada sekitar sekitar 25 kilometer dari pusat Kabupaten Bandung, keberadaan Situ Cimeuhmal di blok Pasir Ipis, Kawasan Gunung Malabar, Desa Batu Karut, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, memang belum setenar situ lainnya di kawasan itu.
Sebut saja Situ Patenggang di Ciwidey atau Situ Ciburuy di Bandung Barat, dua kawasan wisata air yang sudah dulu dikenal masyarakat Jawa Barat, sejak lama.
Advertisement
Baca Juga
“Ada sekitar 30 hektar yang kami tanami,” ujar Hamzah Fauzi Nur Amin, pengelola sekaligus pemilik Paguyuban Kopi Sunda Hejo Garut, dalam obrolan hangatnya dengan Liputan6.com, Sabtu (7/12/2019)
Udaranya yang segar dan masih alami itu, membuat siapapun yang ikut dalam penghijauan untuk kelestarian DAS Citarum tersebut, terbayar lunas dengan keindahan alamnya.
“Yang jelas segar dan menyehatkan, udaranya masih alami,” ujar Robet, panggilan akrab Hamzah di kalangan kelompok pecinta alam Jawa Barat.
Menurutnya, program penghijauan lingkungan dibutuhkan untuk menjaga kelestarian ekosistem di area DAS Citarum. “Lahan yang kami tanami, mayoritas bekas kebakaran dan area pertanian yang digunakan warga,” ujar dia.
Prakteknya, sekitar 750 peserta dari puluhan kelompok pecinta alam, kelompok tani dan pemuda di Jawa Barat, nampak antusias mengikuti kamping alam penghijauan alam tersebut.
“Kami berikan materi konservasi, edukasi pemahamanan tentang pemanfaatan hutan untuk kehidupanan munusia, namun tetap mempertahankan ekosistem lainnya,” ucap dia, perihal penghijauan ini.
Sentil Pemerintah
Maraknya penjarahan kayu dan kerusakan lingkungan dengan pembakaran hutan yang akan digunakan untuk area pertanian dikhawatirkan mengganggu kelestarian ekosistem di sekitar DAS Citarum.
“Lambat laun kan dampaknya (kerusakan Citarum) bakal dirasakan masyarakat Jawa Barat secara luas,” dia mengingatkan.
Selama dua hari berkemah di sana, para peserta yang didominasi kelompok pecinta alam, kelompok tani, kelompok milenial dan warga sekitar, mendapat pemahaman mengenai pentingnya budaya melestarikan lingkungan.
“Kalau kita tidak bergerak dengan cepat, kapan lagi ? sementara respon pemerintah kan lamban,” ujar dia.
Ada sekitar 10 ribu bibit tanaman keras yang ditanam peserta. Sebagian besar tanaman buah-buahan. Ada pula tanaman kayu lainnya.
“Diutamakan bibit yang endemik kayu Jawa Barat dulu,” kata dia.
Sebut saja kayu jenis Raksamala, Puspa, Puru, Ganitri, Manglid, Cempaka, Suren, Ki Hujan. Ada pula tanaman buah-buahan, seperti alpukat, nangka dan lainnya.
“Dan memang jenis kopi paling banyak kita tanam,” dia mengungkapkan.
Dengan upaya itu, datangnya musim hujan yang mulai membasahi sebagian besar pulau Jawa saat ini, tidak terlalu mengkhawatirkan.
“Kalau menunggu birokrasi apalagi harus hujan dulu kan repot, makanya kita jalan duluan menjaga kelestarian alam,” ujarnya.
Advertisement
Prosesi Seni Budaya
Dalam hajatan penghijauan hulu DAS Citarum yang dilakukan selama dua hari tersebut, ragam kesenian dan budaya sunda ikut dipentaskan. Ada karinding (alat musik dari bambu), ruwatan dan doa bersama.
Ratusan tenda tersedia untuk menginap. Seluruh peserta diwajibkan membawa makanan sendiri, namun tidak mengandung minyak.
Kemudian, peralatan makan yang digunakan tidak menggunakan bahan plastik serta Styrofoam, yang sulit dihancurkan tanah.
“Kita belajar bagaimana mencintai alam, makanan direbus, dibakar tanpa ada minyak dan kimia lainnya yang merusak,” dia menjelaskan.
Tak hanya itu, kegiatan jurit malam yang diperuntukan seluruh peserta, diharapkan mampu menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya kelestarian hutan untuk kehidupan.
“Kami semua diingatkan bahwa hutan sumber air, sumber oksigen, dan tentu sumber kehidupan,” kata dia.
Dengan upaya itu, kehadiran peserta dari berbagai kelompok pecinta lingkungan dan kelompok tani tersebut diharapkan mampu menjadi motor penggerak kelestarian lingkungan di daerahnya masing-masing.
“Intinya bagaimana bisa menumpuhkan ekonomi di hutan tapi tidak merusak hutan,” kata dia mengingatkan.
Kampanye Penyelamatan Lingkungan
Robet bilang, sebagai peraih penghargaan tokoh perhutanan sosial 2019-2021 dari Kementerian Lingkungan Hidup, Kelompok Tani Hutan (KTH) Mandalagiri, Garut memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga kelestarian hutan.
"Kita tidak mengeksploitasi hutan, tapi justru sebaliknya menjaga kelestarian alam," ujarnya.
Menurutnya, keberadaan masyarakat di kawasan hutan terutama di hulu DAS Citarum, harus tetap bersinergi untuk menjaga kelestarian alam ke depan.
"Makanya kita bangun pemahaman bersama, bagaimana kita bisa maju secara ekonomi, namun alam tetap lestari," ujarnya.
Dia mencontohkan pola tanaman kopi yang merupakan tumbuhan akar tunggal, justru menjadi salah satu tumbuhan konservasi untuk penghijauan lingkungan.
"Kopi itu tanaman komoditas tapi tidak merusak alam," ujarnya.
Dalam penghijauan ini ada pula upacara sakral tumbuhan, agar bibit tanaman yang ditanam masyarakat, tidak dirusak orang yang tak bertanggung jawab.
"Jika pohonnya lestari maka alamnya pun demikian, semakin banyak pohon yang ditanam, maka baik buat menjaga keseimbangan ekosistem alam," katanya.
Advertisement