Liputan6.com, Purwokerto - Selasa, 10 Desember 2019, barang kali adalah hari yang paling membahagiakan untuk pasangan Natun dan Suratni alias Toinah, warga Pejogol, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah. Anak mereka, Indri Suwarti diwisuda dengan predikat Cumlaude.
Tak terhitung pengorbanan dua orangtua yang sedang berbahagia ini. Maklum, Natun hanya lah kuli bongkar muat truk. Adapun Suratni, ibu rumah tangga.
Ia beruntung punya anak rajin dan pandai, sepertinya tak sekali pun sang buah hati mengecewakan mereka. Meski belum bisa membantu secara materi, setidaknya Indri membuat bangga kedua orangtuanya.
Advertisement
Baca Juga
Seperti hari itu, anak mereka berdiri, berjejer bersama lulusan-lulusan terbaik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) lainnya. Dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,94, anak kuli truk ini wisuda dengan predikat Cumlaude.
Indri bercerita, sebelumnya kuliah sama sekali tak pernah terbersit dalam bayangannya. Lulus SMP, ia melanjutkan ke SMK Negeri 3 Purwokerto. Alasannya, apa lagi kalau bukan agar cepat bekerja.
Ia sadar, ayahnya hanya seorang kuli truk dengan penghasilan tak menentu. Kuliah bukan cita-cita yang diidamkan, saat itu. Ia tak mau lagi membebani orangtuanya. Ayahnya membiayai dia bersekolah hingga SMK saja sudah terengah-engah.
Akan tetapi, nasib memang tak terelak. Prestasinya yang baik membuat guru-guru di SMK Negeri 3 Purwokerto mendorongnya agar berkuliah dengan bidikmisi di Unsoed.
"Akhirnya, saya mendaftar SBMPTN sekaligus bidikmisi agar saya dapat melanjutkan kuliah," ucapnya.
Luar biasanya, di tengah segala keterbatasan, kedua orangtua Indri mendukung langkah anaknya. Mereka sadar tak dapat membiayai kuliah anaknya, tapi bidikmisi membuat semuanya jadi mungkin, sampai akhirnya anak kuli truk ini lulus Cumlaude.
Simak video pilihan berikut ini:
Dihina Tetangga
Dengan semangat menggebu, Indri menyiapkan segala persyaratan untuk bidikmisi. Itu dilakukan di sela kesibukannya bekerja seusai lulus SMK. Lulus dari SMK Indri memang bekerja menjadi kasir di salah satu restoran di Purwokerto.
Sembari menunggu SBMPTN dan pengumuman pun ia tetap bekerja seperti biasa. Nasib baik berpihak kepada yang yang berjuang dengan hati. Indri diterima di jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FIB, Unsoed angkatan 2015.
"Saya dan orangtua kaget ketika mendapati pengumuman bahwa saya diterima kuliah di Unsoed. Rasanya seperti mimpi saya dapat kuliah, orangtua pun sampai nelangsa dan bersyukur," ucapnya.
Singkat cerita, Indri pun keluar dari pekerjaanya dan beralih aktivitas layaknya mahasiswa lainnya. Di sini lah perjuangan sebenarnya, untuk Indri dan orangtuanya.
Kebutuhan peralatan dan perlengkapan kuliah pun mulai menumpuk. Natun, mesti bekerja siang malam sebagai kuli truk. Pasir, batu, kelapa, ia bongkar muat demi memenuhi kebutuhan keluarga dan anak kebanggaannya yang berkuliah.
"Ayah saya rela kepanasan dan kehujanan setiap hari duduk di atas truk yang membawa muatan," dia menuturkan.
Terkadang, ketika uang bidikmisi belum cair dan Indri memerlukan uang untuk kebutuhan kuliah, Natun sampai menjual ayam peliharaannya. Perjuangan yang berat pun dilakoni Indri yang mesti kerja paruh waktu pada hari libur dengan uang saku yang begitu minim.
"Saya sering kali diberi uang saku hanya Rp10 ribu per hari," katanya.
Respons tetangga terkadang juga tak terduga. Di satu pihak ada yang mendukung Indri berkuliah. Tetapi, ada pula yang mengolok-oloknya. Mereka bilang Indri berkuliah dengan mengemis-emis meminta bantuan.
Advertisement
Gigih Sejak Semester Pertama
Hinaan itu tak membuat mental Indri ciut. Justru karena olok-olok itu, ia lebih bersemangat membuktikan bisa berprestasi. Sedari awal, ia bercita-cita lulus dengan IPK tertinggi dan terbaik.
Dari titik itu, Indri selalu belajar dengan sungguh-sungguh. Ia mengerjakan tugas sebaik-baiknya agar hasilnya memuaskan. Saking seriusnya, sering kali Indri tak tidur semalaman demi mengerjakan tugas dengan sempurna.
Dia tak mau mengerjakan tugas asal-asalan, apalagi sampai mengulang mata kuliah. Indri sadar yang membiayai kuliah adalah pemerintah, maka ia tak boleh mengecewakan pemerintah.
Kegigihannya sejak semester 1 mulai berbuah. Tiap akhir semester, Indri memperoleh nilai baik. Kebanyakan sempurna.
Satu rahasia yang mungkin bisa ditiru adalah ketika berkuliah. Indri mengaku duduk di barisan terdepan, di titik yang paling dekat dengan dosen. Ia mastikan diri bisa berkonsentrasi saat menerima materi.
"Selama empat tahun saya juga tidak pernah membolos kuliah," ucapnya.
Ia juga selalu datang ke kampus tepat waktu bahkan sering menjadi mahasiswa yang hadir pertama di kelas. Tidak ada dalam kamus Indri untuk titip absen apalagi membolos.
Semangat ini juga dilanjutkan tatkala Indri mulai mengerjakan skripsi agar bernilai A. Dia rajin menunggu dosen dari pagi hingga malam. Pernah juga satu ketika, Indri mendapat jadwal bimbingan skripsi sampai pukul 19.30 WIB.
Perjuangan itu pun berakhir dengan gemilang. Indri lulus dengan predikat Cumlaude. Hanya butuh poin 0,06 untuk meraih nilai sempurna.