Sukses

Jejak Hog Cholera di Sumut, Kasus 1993 yang Berulang

Hingga saat ini kematian babi di 16 kabupaten/kota di Sumatera Utara (Sumut) terus bertambah. Per 11 Desember 2019, jumlah kematian babi di Sumut mencapai 27.070 ekor.

Liputan6.com, Medan - Hingga saat ini kematian babi di 16 kabupaten/kota di Sumatera Utara (Sumut) terus bertambah. Per 11 Desember 2019, jumlah kematian babi di Sumut mencapai 27.070 ekor. Jumlah ini sekitar 2,7 persen dari total populasi babi sebanyak 1.229.742 ekor.

Kepala Balai Veteriner Medan, Agustia mengatakan, jumlah babi yang mati tersebut adalah angka yang terlapor. Pihaknya meyakini masih ada warga yang tidak melaporkan kematian babi karena faktor jarak atau lokasi.

"Memang begitu cepat kematian babi di 16 kabupaten/kota di Sumut ini," kata Agustia, Kamis (12/12/2019). 

Ke-16 kabupaten/kota tempat kematian babi adalah Dairi, Humbang Hasundutan, Medan, Deli Serdang, Toba Samosir, Serdang Bedagai, Karo, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Simalungun, Pakpak Bharat, Samosir, Siantar, Langkat, dan Tebing Tinggi.

"Memang di 16 kabupaten/kota itu kantong ternak babi atau populasi babi di Sumut," ucapnya.

Agustia mengungkapkan, angka kematian babi sudah dilaporkan ke Direktur Kesehatan Hewan dan Dirjen Peternakan setelah sebelumnya dilakukan analisis menyeluruh dari beberapa komponen.

Analisis pertama hasil uji lab, DNA terdapat reaksi terhadap Afrikan Swine Fever atau ASF. Kedua, kajian secara epidemologi, terkait dengan mulai kapan terjadi, berapa yang mati dan sakit. Ketiga terkait pola dan kecamatan penyebarannya.

"Untuk men-declare apakah kematian babi di Sumut diakibatkan ASF, keputusannya ada di Jakarta," ujarnya.

Agustia menjelaskan, declare atas penyebab kematian babi di Sumut dampaknya besar dan tidak bisa secara serta merta dikeluarkan. Declare itu apakah dilakukan secara nasional, provinsi, atau kabupaten/kota, sama-sama punya dampak.

"Di Sumut ada 33 kabupaten/kota. Kematian babi ini terjadi hanya di 16 kabupaten/kota. Nah, kita fokus menjaga yang 16 ini, dan jangan sampai bertambah," jelasnya.

Agustia menyebut, kematian babi seperti ini pernah terjadi pada tahun 1993 hingga 1995 yang disebabkan virus hog cholera. Saat itu populasi babi di Sumut habis. Bahkan, dirinya pernah mendapat laporan ada orangtua di Dairi melaksanakan pesta adat menggunakan babi hutan.

"Masyarakat saat itu menerima sebagai musibah. Sekarang kita harapakan, yang mati jangan dibuang sembarangan," sebutnya.

Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Mulkan Harahap, sebelumnya melaporkaan kematian ternak babi hingga 10 Desember 2019 sebanyak 25.656 ekor di 16 kabupaten/kota.

"Jumlah kematian tertinggi terjadi di Deli Serdang sebanyak 7.307 dari populasi sebanyak 57.361 ekor," terangnya.

 

Simak video pilihan berikut ini: