Liputan6.com, Garut - Pembakaran bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang terjadi di Garut, Jawa Barat tahun lalu, ikut membangkitkan memori pro-khilafah kembali berjuang.
Mantan Kapolda Jawa Barat, Inspektur Jenderal (Purn) Anton Charliyan mengatakan, angka loyalis propancasila di wilayah Priangan Timur atau Jawa Barat bagian selatan, semakin berkurang.
“Tahun lalu catatan Wahid Institute prointoleransi mencapai 38,9 persen, saat pilpres sudah di atas 50 persen,” ujar dia dalam Diskusi publik "Pancasila dan Khilafah" di Hotel Kampung Sumber Alam Garut, Sabtu (14/12/2019) petang.
Advertisement
Baca Juga
Menurutnya, peristiwa pembakaran bendera HTI yang terjadi di Garut tahun lalu, ikut membangkitkan semangat kelompok pro-khilafah yang cenderung intoleran, dalam perjuangan mereka.
“Akhirnya isu itu (pembakaran bendera) terus digoreng angger panas (tetap panas),” kata dia.
Sebagai bekas basis massa perjuangan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Indonesia, wilayah Garut-Tasikmalaya, kerap didera isu khilafah dalam upaya mendirikan negara islam di Indonesia.
“Sistem pemerintahan khilafah itu tidak ada, baik dalam quran atau hadis silahkan cek,” kata dia.
Saat ini isu khilafah sengaja diembuskan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), untuk menghasut warga negara, dalam upaya mengubah sistem pemerintahan berlandaskan Pancasila.
“Di Saudi (Arab Saudi) saja, kemudian Brunei (Darusalam), Kuwait yang meyoritas warga muslim justru kerajaan tidak ada khilafah, apakah ulama di Saudi, Kuwait dan Brunei bodoh ? jelas tidak,” papar dia.
Simak video pilihan berikut ini:
Konsep Khilafah HTI Tidak Relevan
Mantan calon Wakil Gubernur Jawa Barat itu menilai, isu khilafah sengaja dibenturkan dengan pancasila dengan tujuan politik dan kekuasaan, dalam mengubah dasar negara.
“Sekarang cek di Suriah, Irak dan negara lainnya yang sudah dikuasai ISIS yang ingin mendirkan khilafah hancur semua,” kata dia mengingatkan.
Dengan semakin masifnya gerakan yang dilakukan ISIS dan HTI yang cenderung mendukung radikalisme dan terorisme, diharapkan masyarakat lebih waspada menghindari munculnya gerakan itu.
“Karena ini bisa memecah bangsa (ingay devise et impera),” ujar dia mengingatkan.
Peneliti Senior LIPI Ahmad Najib Burhani menyatakan khilafah dan Pancasila adalah dua hal yang berbeda.
“Layaknya minyak dan air, yang satu mengajarkan loyalitas kepada negara, yang satu mengajarkan loyalitas pada agama tertentu,” kata dia.
Menurutnya, wacana khilafah yang diusung ISIS dan HTI sudah tidak relevan saat ini. Sistem itu kata dia, sengaja dibangkitkan untuk mengakomodasi kepentingan politik mereka.
“Untuk di Indonesia, kami pada Muktamar Muhammadiyah 2015 menyatakan, jika Pancasila sudah final, dan Indonesia adalah tempat kita mengabdikan diri,” ujar salah satu Pengurus Pusat Muhammadiyah tersebut.
Hal yang sama disampaikan Pengurus Nahdlatul Ulama Garut, KH. Aceng Hilman Umar Basori. Menurutnya, sistem khilafah yang dihidupkan ISIS dan HTI sudah keluar dari tujuan awal mensejahterakan umat.
“Kelompok HTI hanya menggunakan khilafah sebagai bungkus, tapi isinya diganti dengan muatan politik dan kekuasaan,” kata dia.
Sistem pancasila ujar dia, merupakan dasar negara Indonesia hasil keputusan dan rempukan bersama para tokoh pendiri bangsa.
“Pancasila dan Khilafah adalah satu garis lurus yang tak bisa dipertentangkan,” kata dia.
Advertisement
Khilafah ala Ahmadiyah
Sementara itu, Mubaligh Ahmadiyah, Maulana Hafizurrahman Danang mengatakan, konsep khilafah versi Ahmadiyah berbeda dengan khilafah yang dianut HTI dan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
"Tujuan kami memberikan keteguhan dalam beragama Islam dan memberikan keamanan dalam menghadapi berbagai ancaman yang menimbulkan ketakutan,” ujar dia.
Menurutnya, konsep khilafah yang dianut Ahmadiyah sesuai dengan Al-Qur'an yang tercantum dalam surat An-Nur ayat 55.
“Ayat itu menyatakan bahwa Allah menjanjikan akan memberikan imam atau khalifah bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh,” kata dia.
Dengan dasar itu, kehadiran sistem khalifah ke dunia yakni memberikan suasana damai kepada umat, dan bukan sebaliknya menebar rasa takut, hingga menimbulkan peperangan atau pembunuhan.
“Dan di negara manapun kami berada, kami selalu patuh pada sistem negara itu, di Indonesia kami tunduk pada pancasila,” kata dia.
Dengan upaya itu, maka kehadiran ahmadiyah di Indonesia, tidak berpotensi merongrong kedaulatan negara, namun turut serta memberikan keamanan.
“Makanya semboyan kami adalah Cintailah pada semuanya dan tidak ada kebencian pada siapapun,” kata dia.