Sukses

Dugaan Korupsi DAK Rp39 Miliar di Enrekang, Anak Bupati Terlibat?

Kejati Sulsel mendalami keterlibatan anak Bupati Enrekang dalam kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus Rp39 miliar di Kabupaten Enrekang.

Liputan6.com, Enrekang Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) terus mendalami adanya keterlibatan Mitra Fachruddin, anak kandung Bupati Enrekang Muslimin Bando, dalam kasus dugaan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp39 miliar di Kabupaten Enrekang, yang saat ini statusnya sudah tahap penyidikan.

"Saya sudah dengar semua itu. Kita tunggu saja hasil penyidikan," kata Kepala Kejati Sulsel, Firdaus Dewilmar kepada Liputan6.com.

Ia menyebutkan ada beberapa unsur yang sementara didalami terkait kasus yang diduga telah merugikan negara puluhan miliar tersebut.

"Dalam kasus DAK ini, penyidikan bermain diranah unsur suap menyuap, mark up, kesalahan spek, dan ada pekerjaan-pekerjaan yang tidak diselesaikan. Ini yang menjadi fokus penyidikan," jelas Firdaus.

Ia berjanji akan menuntaskan seluruh penanganan kasus korupsi yang sebelumnya dinilai mangkrak. Salah satunya penyidikan dugaan korupsi DAK Rp39 miliar di Kabupaten Enrekang tersebut.

"Saya pasti berikan kepastian hukum seluruh kasus yang sementara ditangani termasuk kasus DAK itu," tutur Firdaus.

Di tempat terpisah, Forum Advokasi Rakyat (Fakar) Sulawesi mendukung upaya Kejati Sulsel untuk segera merampungkan proses penyidikan kasus dugaan korupsi penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp39 miliar di Kabupaten Enrekang.

"Saya kira penegasan Kajati untuk segera merampungkan penyidikan dan menentukan tersangka itu patut didukung. Karena kasus ini memang sudah lama ditangani di era Kajati Tarmizi sebelumnya," kata Ketua Fakar Sulsel, Hendrianto, Rabu (18/12/2019).

Ia berharap penyidik dalam kasus ini, turut mengusut keberadaan makelar yang berperan menciptakan dugaan mark up harga pipa dalam proyek yang menggunakan anggaran DAK tersebut.

"Kita menanti hasil penyidikan terkait itu. Karena dilapangan kami menemukan indikasi adanya keterlibatan seseorang yang boleh dikatakan sebagai makelar sehingga menciptakan kemahalan harga pipa yang digunakan dalam proyek," katanya.

Sebelumnya, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Gery Yasid juga menegaskan kepada penyidik agar memaksimalkan penyidikan terhadap adanya indikasi mark up harga pipa yang digunakan dalam proyek DAK senilai Rp39 miliar tersebut.

"Itu saya sudah tekankan ke Aspidsus agar mendalami adanya indikasi kemahalan harga pipa yang digunakan dalam kegiatan proyek DAK yang dimaksud. Saya tekankan fokus ke situ,” kata Gery.

 

2 dari 2 halaman

Kronologi Korupsi DAK Rp39 Miliar

Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) resmi meningkatkan status kasus dugaan penyimpangan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp39 miliar di Kabupaten Enrekang ke tahap penyidikan, Selasa 27 Agustus 2019.

Peningkatan status penanganan kasus DAK Enrekang tersebut, setelah melalui proses ekspose yang berlangsung selama tiga jam.

"Naik ke penyidikan kan tidak serta merta. Tapi ditemukan alat bukti yang cukup dan telah lalui proses ekspose yang alot," ucap Salahuddin, Penjabat Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel saat itu.

Tahap selanjutnya, kata dia, tim penyidik kembali menyusun agenda pemeriksaan saksi-saksi yang sebelumnya telah diperiksa di tahap penyelidikan.

"Penyidik lakukan pendalaman kembali keterangan saksi-saksi dalam tahap penyidikan ini untuk mengetahui kedepannya siapa nantinya yang patut bertanggungjawab atas kegiatan yang diduga merugikan negara tersebut," beber Salahuddin.

Diketahui Dana Alokasi Khusus (DAK) bantuan Pemerintah Pusat senilai Rp39 miliar tersebut, diperuntukkan untuk membiayai proyek pembangunan bendung jaringan air baku Sungai Tabang yang berlokasi di Kecamatan Maiwa, Kabupaten Enrekang, Sulsel.

Anggaran DAK tersebut kemudian dimasukkan dalam pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Enrekang di tahun anggaran 2015.

Namun dalam pelaksanaannya, Pemerintah Kabupaten Enrekang (Pemkab Enrekang) melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Dinas PUPR) Kabupaten Enrekang memanfaatkan anggaran tersebut dengan kegiatan yang berbeda. Yakni anggaran yang dimaksud digunakan membiayai kegiatan irigasi pipanisasi tertutup dan anggarannya pun dipecah menjadi 126 paket pengerjaan.

Pemkab Enrekang diduga telah melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 tahun 2015 yang mengatur tentang peruntukan anggaran DAK yang dimaksud.

Selain itu, 126 paket pengerjaan yang dibiayai menggunakan anggaran DAK tersebut juga diduga fiktif. Dimana ditemukan beberapa kejanggalan. Diantaranya proses pelelangan, penerbitan Surat Perintah Kerja (SPK) hingga Surat Perintah Pencairan Anggaran (SP2D) dari kas daerah ke rekening rekanan, lebih awal dilakukan sebelum tahap pembahasan anggaran.

Proses lelang hingga penerbitan surat perintah pencairan anggaran dilakukan pada 18 September 2015. Sementara pembahasan anggaran untuk pengerjaan proyek hingga pengesahannya nanti dilakukan pada tanggal 30 Oktober 2015.

Laporan kegiatan anggaran DAK tersebut diduga dimanipulasi atau laporan fiktif yang dilakukan oleh rekanan bekerjasama dengan panitia pelaksana dalam hal ini Dinas PUPR Kabupaten Enrekang guna mengejar pencairan anggaran sebelum tanggal 31 Desember 2015.

Progres pekerjaan dilapangan baru mencapai sekitar 15-45 persen. Bahkan ada yang masih sementara berlangsung hingga awal tahun 2016. Tak hanya itu, hampir 126 paket pengerjaan yang menggunakan DAK tersebut, diketahui tidak berfungsi. Sehingga tak dapat diambil azas manfaatnya oleh masyarakat Enrekang secara luas.

Hingga saat ini, terdapat 9 paket pengerjaan pipa yang bahan meterilnya masih terdapat di lokasi dan tak ada proses pengerjaan. Bahkan 6 paket pengerjaan pemasangan pipa lainnya pun diketahui anggarannya telah dicairkan namun pengerjaan tak dilakukan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: