Sukses

Menakar Kerukunan Antarumat Beragama di Serambi Makkah

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Aceh menggelar dialog akhir tahun dengan sejumlah lembaga, Senin, 23 Desember 2019, sebagai berikut:

Liputan6.com, Aceh - Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Aceh menggelar dialog akhir tahun dengan sejumlah lembaga, Senin (23/12/2019). Dialog ini menghasilkan beberapa poin penting yang menjadi refleksi dari wujud kerukunan umat beragama di Serambi Makkah sepanjang 2019.

Kerukunan umat beragama di provinsi paling barat dinilai berjalan dinamis, rukun, dan damai, dengan beberapa catatan. Antara lain tentang masalah pendirian rumah ibadah di Aceh Singkil pada Oktober 2015, yang mulai mencuat sejak 1979, hingga kini belum mencapai kesepakatan yang dapat diterima para pihak.

Selanjutnya, disharmonisasi internal pascaaksi akbar 2015 muncul lagi lewat insiden pembubaran pengajian secara paksa di Masjid Al-Fitrah, Banda Aceh, pada Juni. Insiden ini disebut-sebut akibat dari perbedaan cara pandang dalam memahami nas antara mayoritas yang mengklaim diri Aswaja dan Salafi selaku minoritas.

Disinggung pula peristiwa pembakaran tapak Masjid At-Taqwa Muhammadiyah di Sangso, Samalanga pada Oktober 2017. Endapan masalah yang telah menghambat pembangunan rumah ibadah ini lagi-lagi disebabkan sikap enggan menerima diversitas, dan jadi topik yang dianggap belum selesai.

"Permasalahan yang muncul di tengah umat beragama selama ini di Aceh, bukan disebabkan oleh ajaran agama, tetapi lebih disebabkan oleh faktor sikap beragam dan kurangnya komunikasi dan interaksi antar umat beragama," ujar Ketua FKUB Aceh, Nasir Zalba, dalam keterangannya kepada Liputan6.com, Selasa (24/12/2019).

Simak video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Menolak Hasil Survei Kemenag, Mendukung Fatwa MPU

Terlepas dari catatan-catatan di atas, FKUB menolak hasil survei Indeks Kerukunan Umat Beragama Tahun 2019 yang dikeluarkan Kementerian Agama. Dalam survei, Aceh bertengger di angka 34 dengan skor 60,2 sebagai daerah yang memiliki indeks paling rendah.

"Hasil survei tersebut telah mencederai nilai-nilai luhur masyarakat Aceh yang berbudaya, beradab, egaliter, harmonis, dan religius dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia," kilah Zalba.

Forum ini pun mendukung fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh yang ditelurkan baru-baru ini. Fatwa tersebut berisi hukum terdiri dari 10 poin tentang Penggunaan Salam, Doa, dan Penggunaan Simbol Lintas Agama dalam Perspektif Syariat Islam.

Selain melarang penyematan kalimat seperti tauhid, syahadat, atau ayat-ayat Alquran lainnya di mobil, peci, hingga baju, fatwa tersebut berisi larangan bagi seorang muslim memberi salam kepada penganut agama liyan kecuali salam penghormatan yang tidak mengandung doa. Baik itu doa kesejahteraan, keselamatan, maupun keberkahan.

Zalba menyentil kurangnya dukungan Pemerintah Aceh dan turunannya, dalam hal anggaran serta fasilitas yang memadai untuk membina kerukunan umat beragama di daerah. Termasuk juga kepada forum tersebut.

"Sebagaimana amanat Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Tempat Ibadah," sebutnya.