Liputan6.com, Cirebon - Kasus kekerasan seksual maupun fisik terhadap anak di wilayah Cirebon pada tahun 2019 dianggap masih tinggi. Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) RSD Gunung Jati mencatat, ada 162 kasus yang ditangani sepanjang 2019.
Dari jumlah tersebut, korban kekerasan didominasi warga Kabupaten Cirebon sebanyak 103 korban. Warga Kota Cirebon sebanyak 55 orang, sisanya Indramayu dan Brebes masing-masing dua orang.
Advertisement
Baca Juga
Kasus kekerasan di wilayah Cirebon terbilang masih tinggi pada tahun 2019 ini. Ratusan warga menjadi korban kekerasan, baik seksual, fisik, maupun psikis. Diyakini masih banyak lagi korban kekerasan, tetapi belum terdeteksi karena enggan atau belum berani melapor.
Sementara, berdasarkan jenis kasusnya, 110 merupakan korban kekerasan seksual, sebanyak 41 korban menjadi korban kekerasan fisik dan 11 korban alami kekerasan psikis.
"Sungguh prihatin memang dan itu dari catatan data yang kami dapat ya," kata Ketua Harian Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Cirebon, dr Siska Muliadi, Kamis (26/12/2019).
Siska menyebutkan, dari 162 kasus kekerasan yang ditangani PPT RSD Gunung Jati, korban kekerasan didominasi usia anak-anak dan remaja, yakni usia 0-5 tahun sebanyak 14 korban, usia 6-10 tahun sebanyak 30 korban, usia 11-15 tahun sebanyak 57 korban, usia 16-18 tahun sebanyak 28 korban dan usia dewasa sebanyak 33 korban.
WCC Mawar Balqis mencatat, terdapat 140 kasus kekerasan yang ditangani selama 2019 di wilayah Cirebon, yakni, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebanyak 48 kasus, kekerasan seksual sebanyak 90 kasus dan trafficking sebanyak 2 kasus.
"Data di kita juga menyebutkan, bahwa kasus kekerasan didominasi kekerasan seksual. Ini sangat memprihatinkan," ungkap Manager Program WCC Mawar Balqis Cirebon, Sa’adah.
Atas kondisi itu, Sa’adah mengatakan, RUU PKS sudah menjadi kebutuhan dan mendesak untuk segera disahkan menjadi UU. Karena dengan regulasi itu, penanganan terhadap korban kekerasan seksual, bisa lebih komprehensif.
Menuai Keprihatinan
"Kami mendesak agar DPR RI segera mengesahkan RUU PKS menjadi UU. Kami kira kepastian mengenai regulasi ini menjadi salah satu solusi, terutama untuk pencegahan dan penanganan korban," kata dia.
Terpisah, anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina mengaku prihatin mengetahui tingginya kasus kekerasan di wilayah Cirebon. Dari data tersebut, Selly mengatakan bahwa Cirebon darurat kekerasan.
Selly menyoroti jumlah kasus kekerasan dari Kabupaten Cirebon yang justru mendapatkan pelayanan dari RSD Gunung Jati yang notabene di wilayah Kota Cirebon. Menurut mantan wakil bupati Cirebon itu, Pemkab Cirebon mestinya memperkuat peran dan fungsi P2TP2A.
"Saya melihat data di PPT RSD Gunung Jati yang disampaikan ketua harian P2TP2A, justru korban kekerasan yang ditangani dominan berasal dari Kabupaten Cirebon. Ini sangat memprihatinkan," kata dia.
Politikus PDI Perjuangan asal Dapil VII Cirebon-Indramayu menyatakan komitmen mengawal proses pembahasan RUU PKS di DPR RI. Ia juga merupakan anggota Badan Legislasi Nasional di Senayan.
"Karena memang ini merupakan suatu kebutuhan yang mendesak. Alhamdulillah RUU ini sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional prioritas tahun 2020," kata dia.
Menurut Selly, kasus kekerasan menjadi persoalan serius yang harus segera ditangani. Selain perlu regulasi, peran aktif pemerintah daerah juga penting untuk diperhatikan. Menurut dia, pemerintah daerah harus pro-aktif mencegah kasus kekerasan.
"Persoalan ini menjadi PR bersama. Baik bagi kami di DPR RI untuk segera menyelesaikan pembahasan RUU PKS, maupun pemerintah daerah untuk mencegah dan menangani secara optimal," tuturnya.
Pada kesempatan tersebut Selly meminta peran aktif masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan juga merupakan aspek penting.
"Masyarakat jangan ragu dan takut untuk melaporkan jika ditemukan kasus kekerasan," kata dia.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement