Liputan6.com, Banjarnegara - Umumnya, orang menganggap dokter hanya sosok-sosok di balik baju putih nan bersih. Mereka, hanya ada di rumah sakit, klinik, atau ruang-ruang fasilitas kesehatan.
Tak berlebihan jika lantas muncul anggapan bahwa dokter adalah kelas elit yang jauh dari jangkauan masyarakat bawah. Tetapi, anggapan itu sepertinya bakal ambyar jika melihat aksi dokter cantik di Banjarnegara ini.
Nama dokter cantik itu, dr Masrurotut Daroen, masih muda dan baru lulus Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) tahun 2015 ini. Dokter cantik ini rela blusukan ke pelosok desa.
Advertisement
Baca Juga
Tak jarang dokter berparas cantik ini mesti terengah-engah naik perbukitan, meniti jembatan nan berbahaya. Hujan dan panas tak pernah sekali pun membuatnya surut.
Aksi kemanusiaan yang dilakukannya pun menuai simpati warga. Pasalnya, jarang ada dokter, terlebih perempuan yang mau blusukan ke daerah-daerah terpencil tanpa sokongan biaya.
Baru baru ini, untuk mengobati pasien lumpuh, Rury, sapaan akrab dokter berperawakan mungil ini harus melewati jalur yang cukup ekstrem. Lokasinya di Desa Lebakwangi Kecamatan Pagedongan, puncak pegunungan selatan Banjarnegara, yang berada di tapal batas dengan Kabupaten Kebumen.
“Menuju ke lokasi pengobatan pun tak jarang menggunakan sepeda motor, dan diteruskan dengan jalan kaki,” ucap dia.
Sekarang, dokter cantik ini bergabung dalam relawan medis The Plegia, sebuah komunitas nonprofit di Banjarnegara yang bergerak untuk tunadaksa, lumpuh. Kegiatannya banyak dilakukan bagi kaum miskin, yang kesulitan biaya berobat.
Simak video pilihan berikut ini:
Dokter Cantik dan The Plegia Blusukan ke Desa-Desa Terpencil
Hingga saat ini, sudah puluhan pasien ia datangi. Tak jarang ada pasien yang harus dia bawa ke rumah sakit tempatnya mengabdi, Rumah Sakit Islam (RSI) Banjarnegara.
Ibu dari Elsiqia Amira Daula Amandatama ini mengaku, blusukan merupakan tantangan. Tantangan untuk berbagi dan memberi. Berbagi sehat, berbagi ilmu, berbagi kebahagiaan dan motivasi.
“Biasanya rumah sakit menjadi momok ketakutan pada beberapa masyarakat. Dengan blusukan mendekatkan kesehatan kepada mereka. Sehingga tidak ada lagi jarak antara masyarakat dengan fasilitas kesehatan dan tenaga medis," kata Rury.
Bagi Rury, blusukan adalah caranya untuk bersyukur. Lewat blusukan ia bisa berbagi kesehatan dengan masyarakat terpencil dengan akses sulit ke fasilitas kesehatan.
Bahkan, dokter cantik ini mempersiapkan hari khusus untuk blusukan, Sabtu. Pada akhir pekan itu, ia mendapat lampu hijau dari atasan di tempatnya bekerja.
Rury berkomitmen, blusukan yang ia lakukan akan terus dilakukannya, meski harus berbagi waktu dengan keluarga dan pelayanan medis dinrumah sakit.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Banjarnegara, dr Agus Ujianto SpB menyatakan mendukung seluruh anggota IDI yang melakukan kegiatan pengabdian ekstra diluar jam kedinasan. Ia berpendapat, dokter mempunyai hobi dan karakter masing masing.
Dia bahkan mendorong agar dokter atau tenaga medis memiliki kegiatan pengabdian agar ilmunya lebih bermanfaat untuk orang lain. Selagi bermanfaat untuk masyarakat banyak, ia mendukung kegiatan-kegiiatan serupa.
Menurut Agus, meski sudah ada organisasi dan institusi formal, perbuatan baik akan mendatangkan hal-hal baik lainnya. Bahkan, jika kegiatan itu dimaknai pengabdian maka manfaatnya akan lebih luas dari sekadar memenuhi tuntunan profesi dan kompetensi.
"Itulah sebenarnya yang dicari pada setiap pengabdian manusia termasuk dokter," kata Agus.
Advertisement