Liputan6.com, Bandung - Terkurung di balik jeruji besi bukan alasan bagi narapidana untuk berdiam terus meratapi diri. Di balik sel, kreativitas itu tak mengenal batas dan membuktikan karya seni bisa tercipta di mana saja.
Baca Juga
Advertisement
Sudut ruangan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II Sukamiskin Bandung siang itu ramai. Berbagai macam aktivitas ada di sini. Mulai dari menjahit, salon, melukis, juga membuat souvenir.
Puluhan para penghuni wanita mengenakan seragam biru terus bekerja sesuai dengan porsinya. Mereka nyaris tak ada yang terganggu dengan kedatangan awak media.
Di salah satu pojok ruangan, terdapat empat gaun indah berwarna-warni. Gaun-gaun indah tersebut merupakan karya warga binaan lapas perempuan.
Selain warna yang beragam mulai dari merah, kuning, hitam, merah muda, motifnya pun cukup menarik. Salah satunya yang menarik yaitu bentuk bunga matahari.
Tak hanya itu, bahannya pun terbuat dari plastik. Di dalam bagian gaun terdapat kain belacu katun sehingga gaun ini bisa digunakan.
Adalah Inggrid Gunawan, warga binaan Lapas Perempuan Kelas II Bandung yang membuat desain gaun indah tersebut. Wanita 40 tahun ini memang seorang desainer cukup ternama di Bandung.
"Jadi waktu itu ada program daur ulang, hasil desain baju ini kemudian dipamerkan. Yang dibikin empat gaun ini," kata Inggrid saat ditemui Liputan6.com, Senin (6/1/2020).
Inggrid mengaku tidak sendirian mengerjakan gaun dari bahan daur ulang plastik. Dia memiliki tim berjumlah delapan orang yang bertugas untuk memotong plastik, kain dan perca.
"Memang dari luar, sewaktu masih menjadi desainer pernah bikin dari daur ulang tapi belum pernah dalam bentuk plastik. Dulu pernah bikin tisu toilet. Kalau buat diperagakan dari limbah plastik memang baru kali ini," kata wanita yang divonis hakim untuk menjalani hukuman 12 tahun penjara ini.
Diungkapkan wanita yang baru masuk lapas sejak 2017 ini, dia bersama kelompoknya kerap menerima order membuat baju dan tas.
"Salah satu tim saya ada yang khusus bikin kain perca. Kita juga menerima orderan bikin puring tas sampai aksesoris," katanya.
Â
Â
Bikin Gaun dari Bungkus Kopi
Inggrid bersama rekannya sesama napi wanita tak mau berhenti membuat gaun dari limbah plastik. Dia sedang mengumpulkan bahan dari bungkus kopi untuk menciptakan kreasi yang baru.
"Sudah dari pameran itu, kita mau bikin gaun dari bungkus kopi. Anak-anak (warga binaan lain) tiap sore keliling buat ngumpulin bungkus kopinya karena napi di sini kan suka ngopi," ujarnya.
Kemasan kopi tersebut menurutnya saat ini sudah cukup untuk dijadikan bahan pakaian. Jika dalam satu gaun bisa diselesaikan dalam empat hari, maka gaun tersebut tak lama lagi akan menjadi karya terbaru penghuni lapas.
"Sekarang ini baru lagi kita bersihkan bungkus kopinya. Kalau yang pertama memang dari limbah juga tapi untuk yang bahan bungkus kopi ini semuanya hasil dikumpulkan oleh anak-anak," ucapnya.
Keahlian mendesain baju membuat Inggrid tidak sulit mengaplikasikannya di dalam lapas. Namun wanita yang baru menjalani masa hukuman selama kurang dari empat tahun ini mengaku ingin berbagi dengan sesama napi.
Apalagi karya-karya yang mereka buat bisa laku dijual dan bisa menjadi tambahan penghasilan. Dari hasil penjualan, napi yang ikut membuat benda-benda yang bernilai akan mendapatkan 25 persen dari harga jual.
"Daripada nanti di luar mereka tidak tahu mau ngapain, apa salahnya kalau ada sedikit ilmu kita bagi," ujarnya.
Inggrid sendiri merasa aktivitas di lapas ini menjadi cara bagi dirinya untuk tetap berpikir positif dan melakukan hal-hal yang produktif.
"Saya sendiri sejak berada di sini menyadari bahwa semua yang terjadi di hidup kita itu adalah suatu proses. Selama kita bisa menerima keadaan dan tahu posisi kita di mana, kita bisa jalani oke saja," katanya.
Â
Â
Advertisement
Menambah Bekal
Sementara itu, Kepala Lapas Perempuan Kelas II Sukamiskin Bandung Rafni Trikoriaty Irianta mengatakan, aktivitas para narapidana di balik jeruji diberikan dengan tujuan membekali diri mereka dengan keterampilan. Program ini merupakan bimbingan kemandirian dari pihak lapas.
"Yang terhitung aktif ada 75 warga binaan dengan berbagai kegiatan program kemandirian berupa jahit, salon, merajut, melukis, membuat pakaian daur ulang, berkebun, dan banyak kagi," kata Rafni.
Hasil karya para warga binaan yang sudah laku dijual atau jasa mereka tetap dihargai. Setiap bulannya mereka memiliki premi, alih-alih gaji di perusahaan.
"Setiap anak di pos kerja ada premi (gaji). Nanti setiap bulan disetorkan ke buku tabungan mereka. Karena mereka tidak boleh pegang uang cash, untuk belanja atau nyalon itu pakai kartu fisik," ujarnya.
Rafni berharap kegiatan ini dapat memotivasi narapidana untuk lebih produktif. Walau dia tidak memaksakan setiap napi untuk ikut ambil bagian dalam program ini.
"Saya itu tidak mau anak-anak binaan nganggur, diam, merenung. Makanya kegiatan keterampilan dan kesenian ada di sini," katanya.
Â
Simak video pilihan di bawah ini: