Sukses

Warga Penolak Hasil Pilkades Masih Menutup Sejumlah Sekolah di Desa Sagu

Sekelompok orang yang kecewa dengan hasil Pilkades di Desa Sagu, Adonara, Flores Timur, hingga kini masih menutup sejumlah fasilitas umum, termasuk Puskesmas dan sekolah.

Liputan6.com, Adonara - Sekelompok orang yang kecewa dengan hasil Pilkades di Desa Sagu, Adonara, Flores Timur, hingga kini masih menutup sejumlah fasilitas umum, termasuk Puskesmas dan sekolah.

Bupati Flores Timur Anton Hadjon bahkan pada Senin, 6 Januari 2020, sudah turun langsung menemui warga yang protes tersebut menggunakan pendekatan budaya, namun tak ada yang menggubris. 

Kepala Desa Sagu, Taufik Nasrun kepada Liputan6.com mengatakan, saat hari pertama masuk sekolah usai libur Natal dan Tahun Baru, guru dan siswa datang seperti biasa. Namun tiba-tiba anak mantan kepada desa datang dan meminta sekolah ditutup. 

"Guru dan siswa akhirnya memilih pulang," katanya.

Taufik juga mengatakan, selain empat sekolah yang ditutup, kantor desa pun ikut ditutup. Untuk menjalankan tugas sebagai kepala desa, Taufik memilih berkantor di rumahnya.

"Kalau soal kantor desa tidak apa-apa, pelayanan itu dimana saja bisa. Kasihan yang sekolah. Kasihan anak-anak mau belajar," katanya.

Ia meminta Pemda Flores Timur segera mengambil langkah tegas terhadap pelaku penutupan fasilitas umum.

"Harus ambil langkah hukum. Saya mendukung Pemda ambil langkah hukum," tegasnya.

Terkait status tanah, menurut dia, sudah ada surat penyerahan tanah dari pemilik lahan ke Pemda.

"Saya yakin Pemda juga sudah kantongi surat penyerahan di atas materai," imbuhnya.

Sementara itu, Camat Adonara, Ariston Kolot Ola mengaku sudah berkoordinasi dengan Kapolsek Adonara untuk menyelidiki alasan penutupan sejumlah sekolah tersebut.

"Supaya kita melanjutkan ke pak bupati dan diambil langkah lanjutan," katanya.

Menurut dia, ada dua alasan penutupan fasilitas umum oleh sekelompok warga penolak hasil Pilkades Desa Sagu tersebut, yaitu terkait proses pemilihan kepala desa yang menurut mereka adanya dugaan kecurangan. Kedua, soal status tanah yang menurut mereka hingga kini belum ada ganti rugi dari Pemda.

"Menurut mereka, ada mantan bupati yang menjanjikan untuk memberi uang sirih pinang. Tetapi, bagi saya, seharusnya diselesaikan baik-baik dengan Pemda, tidak seharusya melakukan penutupan agar tidak menimbulkan masalah baru," tandasnya. 

Simak juga video pilihan berikut ini: