Sukses

Damai Pagi di Candi Koto Mahligai Muarajambi

Situs purbakala kompleks percandian Muarajambi adalah kompleks percandian Hindu-Buddha, yang diperkirakan berasal dari abad ke-7 hingga 12 Masehi.

Liputan6.com, Jambi - Tidak perlu menempuh perjalanan yang sulit untuk sampai di Candi Koto Mahligai, bisa dilakukan dengan berjalan kaki dari Candi Kedaton. Di sepanjang perjalanan akan melewati jalan cor setapak yang membelah kebun karet warga.

Selama di perjalanan juga akan disuguhkan pemandangan kanal-kanal kuno yang masih dapat terlihat. Kanal dan parit kuno itu saling terhubung ke bangunan candi-candi lainnya. Kanal kuno tersebut pada masa lampau digunakan sebagai jalur transportasi.

Berjalan sekitar 30 menit, setibanya di Candi Koto Mahligai, akan disambut pohon raksasa membumbung tinggi. Pohon Sialang (Koompassia excelsa) itu tumbuh besar di sela-sela reruntuhan batu bata merah Candi Koto Mahligai di kompleks percandian Muarajambi, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi.

Suasana pun akan semakin betah ketika memandang reruntuhan candi, ditambah semilir angin bertiup. Juga sesekali kawanan monyet ekor panjang dapat dijumpai, mereka bergelayutan di pohon mencari makan.

Di sana sinar matahari lebih sedikit menembus rimbunnya dedaunan dan menjadikan di bawahnya semakin teduh. Suasana hening pun langsung menyambut kedatangan setiap tamu yang berjalan memasuki situs Candi Koto Mahligai. Tempat ini juga cocok menjadi tempat untuk meditasi karena lokasinya yang hening.

Willy Soeharly, warga Jakarta yang datang ke Candi Koto Mahligai, mengaku mendapat suasana yang baru ketika memasuki kawasan reruntuhan batu bata kuno itu. Ia merasakan energi yang tentram dan damai di tengah hiruk pikuknya banjir Jakarta tanpa solusi dan justru saling menjatuhkan.

"Baru pertama kali ke sini (Candi Koto Mahligai, suasananya itu beda banget. Hening dan damai," kata Willy yang berkunjung ke Koto Mahligai, Jumat 3 Januari 2020.

Hampir seluruh bangunan candi, kini hanya reruntuhan dan gundukan batu bata merah dan belum dilakukan pemugaran. Seharusnya kata dia, pemerintah dalam hal ini Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) setempat bisa membuat sketsa bentuk bangunan candi sehingga dapat dimegerti oleh pengunjung yang datang.

"Jika tidak ada ekskavasi, paling tidak, ada sketsanya bangunan candi. Karena kan sekarang teknologi sudah canggih, dan ini nanti sangat penting untuk pembelajaran," kata dia.

2 dari 2 halaman

Temuan di Candi Koto Mahligai

Kompleks percandian Muarajambi merupakan situs percandian yang besar, luasnya pun delapan kali dibanding luas Borobudur. Kompleks percandian Muarajambi memiliki luas 3.981 hektare yang berada di tepian sungai Batanghari.

Situs purbakala kompleks percandian Muarajambi adalah kompleks percandian Hindu-Buddha, yang diperkirakan berasal dari abad ke-7 hingga 12 Masehi. Dari luasan 3.981 hektare itu terdapat beberapa bangunan-bangunan candi, salah satunya adalah Candi Koto Mahligai.

Candi Koto Mahligai terletak di sebelah barat Candi Kedaton dan dipisahkan oleh sungai Terusan. Candi ini berada di Desa Danau Lamo, Kecamatan Marosebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi.

Hampir seluruh bagian bangunan candi, kini hanya berupa reruntuhan menyerupai gundukan tanah yang sering disebut oleh masyarakat lokal sebagai menapo.

Para arkeolog menemukan reruntuhan bangunan, terdiri bangunan induk, bangunan pendukung, gapura dan pagar keliling terbuat dari batu bata. Selain itu ditemukan sebuah parit keliling yang terhubung dengan sungai Terusan.

Selain itu, keunikan dari temuan Candi Kotomahligai itu selain ada bangunan reruntuha, juga ditemukan sebuah arca Gajahsingha (seekor gajah ditunggangi singa).

Menukil dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, menyebutkan di dalam lingkungan halaman Candi Koto Mahligai ditemukan dua arca gajah, 16 fragmen arca batu, dan fragmen genting yang berglasir warna hijau.

Arca gajah yang ditemukan bentuknya hampir sama dengan arca gajah dari Candi Gedong I. Temuan yang penting dan merupakan identitas religi dengan pendukung bangunan suci adalah tiga arca Buddha dari batu.

Melihat gaya seni pakainnya, menurut pendapat (Schnitger, 1937:7), diduga arca tersebut berasal dari abad ke-7 hingga 8 Masehi. Pendapat Schnitger itu diperkuat dengan melihat secara khusus, yakni dari gaya pakaian arca Buddha dari Muarajambi yang digambarkan menyerupai gaya pakaian arca-arca Buddha di India Utara.

 

Simak video pilihan berikut ini: