Sukses

Kisruh Tanah Pondok Pesantren di Kolaka Libatkan Prajurit TNI AL

Seorang oknum anggota TNI AL di Kabupaten Kolaka, diduga mengancam dengan menodongkan pistol ke arah pimpinan pondok pesantren usai ribut soal sengketa tanah.

Liputan6.com, Kolaka - MS, baru saja menyelesaikan rapat dengan dewan guru di Pondok Pesantren Ihya Assunnah Kabupaten Kolaka, Kamis (9/1/2020). Tetiba, salah seorang guru tergopoh-gopoh datang membisiki, mereka kedatangan tamu tiga orang oknum anggota TNI Angkatan Laut.

Ketiga orang itu datang, hendak mengambil paksa sertifikat tanah pesantren yang sudah dibeli sejak 2012 lalu. Surat-surat ini, disimpan di dalam pondok pesantren.

Bersama ketiganya, ada seorang tua bernama MM. Dia merupakan, pemilik sebelumnya tanah di pesantren Ihya Assunnah Kolaka. Pria paruh baya itu, sudah menjual tanah seluas sekitar 7.000 meter persegi kepada pihak pesantren.

Kedatangan mereka berempat ke Ponpes, ternyata bermaksud mengambil surat sertifikat tanah pesantren secara paksa. Saat MS persilahkan masuk, seorang oknum anggota TNI bernama Letkol AF, langsung marah-marah dan menodongkan pistol ke arah MS.

Aksi AF makin jadi ketika ayahnya langsung datang sambil marah-marah kepada MS. Ketiga oknum anggota TNI, sepakat membawa paksa MS.

Belum sempat memakai sendal, salah seorang anggota TNI berpangkat sersan dua, menarik leher baju MS hingga nyaris terjatuh. Dia pun dibawa ke mobil, disaksikan belasan santrinya yang menonton aksi keempatnya.

"Saya sempat minta izin ambil hp, tapi mereka tak izinkan. Saya dibawa naik mobil," ujar MS, saat dikonfirmasi, Jumat (10/1/2020).

Telepon genggamnya kemudian diambilkan seorang guru pesantren. Di dalam mobil, dia dilarang menelepon dan handphone-nya diambil paksa.

Dia melanjutkan, sempat meminta dibawa ke kantor polisi. Namun, ternyata sopir mengarahkan mobil menuju Kantor Pos TNI Angkatan Laut (AL) Kolaka. Sepanjang perjalanan, dia terus mendapat intimidasi dari anggota TNI yang berada di dalam mobil.

2 dari 3 halaman

Diancam Dicor

Dalam perjalanan, pemilik pesantren mendapat intimidasi. MS menyatakan, Letkol AF diduga sempat mengancam hendak menenggelamkan MS di laut.

Pernyataan AF disambut salah seorang rekan AF. "Siap! Ada semen nanti dicor dan ditenggelamkan," kata MS meniru ucapan rekan AF.

Saat tiba di Pos TNI AL Kolaka, dia mengaku kembali diancam dengan todongan senjata. Saat itu, dia mengaku mendengar Letkol AF berkata, membawa pistol itu dari Surabaya.

Saat itu, ayah Letkol AF, MM langsung mengamankan pistol anaknya. Namun, AF kembali mencabut sangkur dan mengancam ke arah Sutamin.

Saat dikonfirmasi Liputan6.com, Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal) Kendari, Kolonel Laut I Putu Darjatna membantah aksi ketiga oknum anggota TNI AL yang sudah viral. Menurutnya, video dan informasi di media sosial, tidak benar.

"Tanah itu, milik orangtua AF, dibuktikan dengan sertifikat juga atas namanya orangtua AF," ujar I Putu Darjatna.

Dia menambahkan, sertifikat itu dipegang MS selama beberapa tahun. Saat diminta kembali, MS tak memberikan.

Dikonfirmasi soal pernyataan Danlanal, MS menyatakan, tanah yang diklaim Letkol AF sudah dibeli sejak 2012. Dia mentransfer sejumlah uang senilai Rp100 juta.

"Saya beli Rp150, sisanya saya bayar tunai," ungkap MS.

3 dari 3 halaman

Polemik Tanah Pesantren

Komandan Lanal Kendari, Kolonel Laut I Putu Darjatna menyatakan, pemilik tanah awal, MM meminta kembali tanah karena satu alasan utama. Menurutnya, tanah ini diduga disalahgunakan oleh pemilik pesantren.

"Dia pakai tanah itu untuk dirikan ruko, untuk bisnisnya dia," ujar I Putu Darjatna.

Pernyataan ini, dibantah pemilik pesantren. Menurutnya, dia mendirikan ruko dan bisnis dagangan, untuk kebutuhan hidup lembaga dan sekitar 300 orang santri yang dia biayai.

"Daripada saya meminta-minta sumbangan keliling. Saya lebih baik manfaatkan sebagian lahan untuk dagang, lagi pula tanah ini sudah saya bayar dan lunasi," ujar MS.

MS menambahkan, saat ini dia menghidupi sekitar ratusan orang santri. Santri sebanyak ini, ada yang tinggal di dalam asrama dan di rumah masing-masing.

"Di dalam ada jenjang pendidikan TK, SD, SMP, SMA, hingga D2 Bahasa Arab," katanya.

MS menceritakan, tanah Pondok Pesantren Ihya’ Assunnah tersebut dibeli Pondok Pesantren Ihya’ Assunnah. Kasus gugatan tanah ini, sedang diproses di Mahkamah Agung.

Pada putusan Pengadilan Negeri Kolaka dan Pengadilan Tinggi Kendari, menyatakan gugatan tersebut dimenangkan oleh pihak MS dan Pondok Pesantren Ihya’ Assunnah.

Saksikan juga video pilihan berikut ini: