Sukses

Menolak Lupa, Keluarga Maryatun Masih Menanti Keadilan

Sejak 2013 kondisi anak Maryatun masih sama, makan dan minum melalui selang karena kerongkongannya hancur dianiaya orang yang mengintimidasi untuk meninggalkan rumah.

Liputan6.com, Pekanbaru - Beberapa Kapolres di Rokan Hilir silih berganti sejak 2013, begitu juga dengan Kapoldo Riau. Namun harapan keluarga Maryatun untuk mendapat keadilan agar penganiaya keluarganya ditangkap tak kunjung kesampaian.

Kini perempuan paruh baya ini hanya berharap, Polda Riau tak melupakan kasus yang berakibat fatal bagi bocah Arazaqul, anak lelakinya. Bocah belasan tahun itu, sedari 2013 kondisinya masih sama, yaitu makan dan minum melalui selang karena kerongkongannya hancur.

Hal ini terjadi karena ulah anak buah oknum DRPD Labuhan Batu kala itu. Dia mengklaim tanah yang ditinggali Maryatun dan keluarganya berada di atas lahan miliknya.

Terakhir kali, Maryatun mendatangi Polda Riau pada Mei tahun lalu untuk menuntut keadilan. Hari demi hari, Maryatun bersama anaknya tak bosan mengunjungi gedung yang sama di Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru itu.

Secercah harapan sempat timbul karena penyidik Polda Riau berjanji segera menangkap pelaku dan otak penganiayaan keluarga Maryatun. Dia pun sedikit lega karena apa yang diperjuangkan mulai menunjukkan titik terang.

Tahun berganti, harapan Maryatun kembali pudar. Tak ada lagi terdengar bagaimana kelanjutan proses hukum sehingga membuat Maryatun kembali ke Pekanbaru.

Rabu lalu, 15 Januari 2020, Maryatun bersama kuasa hukumnya, Suroto, bertemu dengan belasan pengacara di Pekanbaru. Mereka menyusun rencana unjuk rasa agar suara Maryatun terdengar lagi.

"Insya Allah unjuk rasa akan dilakukan pekan depan. Tuntutannya masih sama, selesaikan kasus penganiayaan terhadap keluarga Maryatun," ucap Suroto kepada Liputan6.com.

Suroto menjelaskan, unjuk rasa ini tak hanya diikuti belasan advokat. Elemen masyarakat yang peduli terhadap kasus ini dan mahasiswa juga dikabarkan ikut turun.

Simak juga video pilihan berikut ini:

2 dari 3 halaman

Harapan Maryatun

Sebelum unjuk rasa, Suroto menyebut akan datang ke Polda Riau terlebih dahulu. Mereka berharap bisa bertemu dengan Kapolda Riau Irjen Agung Setya Imam Effendi.

"Mudah-mudahan Kapolda Riau yang baru ini mau ditemui," sebut Suroto.

Suroto berharap di masa kepemimpinan Agung Setya ini kasus penganiayaan keluarga Maryatun bisa tuntas.

Sebagai informasi, Maryatun sudah beberapa kali bertemu dengan petinggi di Polda Riau. Baik itu Kapolda ataupun Wakil Kapolda terdahulu. Janji-janji penyelesaian kasus sering terucap. Namun, janji tinggal janji karena pelaku dan otak penganiayaan Maryatun masih bebas berkeliaran.

Maryatun dan Suroto juga pernah mencoba menemui Presiden Joko Widodo, baik itu di Jakarta ataupun ketika orang nomor satu di Indonesia itu datang ke Pekanbaru.

Namun, berlapisnya penjagaan terhadap Presiden Jokowi membuat Maryatun gagal bertemu. Dia hanya dapat penghadangan dari petugas agar menyingkir dari jalan yang dilalui Jokowi.

3 dari 3 halaman

Sepenggal Kisah Keluarga Maryatun

Sebagai pengingat, keluarga Maryatun tinggal di Desa Pasir Limau Kapas, Kecamatan Panipahan, Kabupaten Rokan Hilir. Pada 2013, suami Maryatun bernama Rajiman diserang dan menderita 25 tusukan di bagian depan dan belakang tubuhnya. Selain itu, kepalanya dibacok, dan tulang leher terkena sabetan pisau.

Maryatun sendiri dibacok tangannya, kepala dan badannya dihantami kayu sehingga jempolnya patah. Sementara anaknya Arazaqul dipukul pada bagian kepala dan dadanya yang menyebabkan hingga kini dia tidak bisa makan minum lewat mulut.

Menurut Suroto, pelaku penganiayaan ini diduga pekerja kebun milik oknum DPRD Labuhan Batu berinisial AB. Sebelum penganiayaan keluarga Maryatun sering diintimidasi untuk meninggalkan rumah.

Sehari setelah kejadian, anak Maryatun lainnya, Sumardi melapor Polsek Panipahan. Pihak kepolisan bersama masyarakat berupaya mengejar pelaku ke barak yang biasa ditinggali tapi berhasil kabur.

Polisi juga melihat kondisi para korban di Rumah Sakit Indah, Bagan Batu, Rokan Hilir.

"Akan tetapi setelah itu, selama bertahun-tahun perkaranya tidak pernah ditangani dan terhadap para korban yang sudah sembuh pun tidak pernah diperiksa," kata Suroto kecewa.

Baru pada 2017, polisi memeriksa para korban dan saksi-saksi yang lain. Berbekal keterangan saksi saksi dan visum, kepolisian akhirnya menetapkan 3 tersangka yang akhirnya dinyatakan buron.

"Sampai saat ini tidak ada upaya serius kepolisian untuk mencari pelaku. Terhadap AB, tidak pernah diperiksa untuk ditanyakan dari mana pekerja atau terduga pelaku itu direkrut" jelas Suroto.

Ternyata pada 2011 di lokasi yang sama, juga terjadi penganiayaan terhadap keluarga Maryatun bernama Suherman. Kali ini, kata Suroto, penganiayaan itu dilakukan langsung oleh AB.

Saat itu korban ditendang dan ditusuk dadanya pakai senjata tajam. Dia juga diancam untuk meninggalkan lahan yang dikuasainya.

Kejadian itu pun, sebutnya, telah dilaporkan Suherman ke Polres Rohil, dan terhadap 4 orang saksi yang melihat langsung kejadian itu telah diperiksa. Dalam perkara ini juga telah ada visum.

"Tapi anehnya terhadap AB, sampai sekarang sama sekali tidak pernah diperiksa oleh Polres Rohil," kata Suroto.