Sukses

Kisah Metamorfosa Kerajaan Tahta Suci Menjadi Kaum Eden

Inilah kerajaan lain yang dianggap aneh namun jauh dari kesan profan.

Liputan6.com, Jakarta Lia Aminuddin harus mengikhlaskan namanya tenggelam oleh sebutan baru. Nama itu lebih dikenal sebagai Lia Eden. Ya, gebrakannya tak kalah moncer dengan kerajaan Keraton Agung Sejagat. Bedanya, kerajaan Tahta Suci Eden lebih sakral, sedangkan Keraton Agung Sejagat sangat profan.

Lia sudah beberapa kali menggemparkan Indonesia. Pada Agustus 1999 silam, Lia bersama 75 orang jemaah Salamullah menggelar ritual perang melawan Ratu Pantai Selatan Nyi Roro Kidul. Dilakukan di bibir pantai Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Tujuannya, membasmi Nyi Roro Kidul, tokoh mitologi Samudera Hindia yang dianggap simbol kemusyrikan.

"Allahu Akbar. Lepaskanlah hamba dari kutukan Roro Kidul," Lia Eden saat itu berteriak di hadapan 75 jemaah Salamulah, usai bersama menggelar salat selama 45 menit.

Sambil berteriak, Lia menghunus sebilah keris di depan dadanya. Heroik. Namun tak ada yang tahu bagaimana sesungguhnya luka yang diakibatkan keris itu. Toh Lia juga dikenal mampu menyembuhkan orang sakit.

"Saya mendapat karunia besar dari Allah," kata Lia.

Pengakuannya ini diperkuat dengan pengakuan lain bahwa ia tak pernah belajar tentang pengobatan. Menurutnya, kemampuannya itu didapat usai salat tahajjud. Lia merasa tubuhnya menggigil dan berkeringat. Kemudian tangannya seperti dituntun untuk mengobati orang sakit.

"Pegangan saya selama pengobatan hanya Surat Al-Fatihah," kata Lia sang pemimpin Tahta Suci Eden saat itu.

 

2 dari 4 halaman

Dua Kali Dipenjara

Kegemparan yang digagas Lia Eden juga terjadi pada Natal 1999. Kali ini kegemparan itu mendatangkan simpati, dimana Lia berkirim ucapan selamat Natal ke 300 gereja di Indonesia.

"Ini untuk mengurangi ketegangan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan)," kata Lia.

Sebelum ngetren istilah berhijrah, Lia Eden sendiri secara berbusana sudah beberapa kali mengubah gaya. Ia sudah “berhijrah”. Awal kemunculannya, Lia mengenakan kerudung atau hijab yang ketat. Kemudian mulai Januari 2005, semua ia lepas.

Lia memilih menggunduli kepalanya. Tak dibiarkan sehelai rambutpun tumbuh di kepalanya. Pakaiannya juga lebih mendekati gaya ethical fashion, yakni mengenakan bentangan kain putih 7 meter yang hanya dililit-lilit. Tanpa mutilasi kain dengan gunting, juga tanpa luka lubang jarum akibat jahitan.

Gaya berpakaian Lia diikuti para pengikutnya. Sebagai aksesoris, ada simbol mahkota surga dan tanda lulus ujian Tuhan.

Kerajaan Tahta Suci Eden pernah dianggap kerajaan aneh cenderung sesat. Ini mengingat Lia pernah dipenjara pada 29 Juni 2006 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat selama 2 tahun karena dianggap terbukti menodai agama, melakukan perbuatan tak menyenangkan, dan menyebarkan kebencian.

Saat itu Lia berkomentar cukup nyeleneh. "Kalau saya dibebaskan, saya akan memohon kepada Tuhan supaya lumpur di Sidoarjo dan Gunung Merapi bisa reda. Jika saya tidak bisa membuktikan, biarlah saya dihukum mati."

Kemudian pada 2 Juni 2009 Lia juga dipenjara 2 tahun 6 bulan. Dia dinilai terbukti menista dan menodai agama. Vonis itu setelah polisi menyita ratusan brosur yang dinilai berisi penistaan agama.

 

 

 

3 dari 4 halaman

Tentang Lia Eden

Dilahirkan dan diberi nama asli Syamsuriati pada 21 Agustus 1947 di Surabaya. Ibunya bernama Zainab, dan bapaknya bernama Abdul Ghaffar Gustaman, seorang pedagang dan pengkhutbah Islam.

Sebelum dianggap aneh, Lia adalah seorang ibu rumah tangga yang berprofesi sebagai perangkai bunga. Namanya sempat ngetop setelah mempunyai acara khusus tentang merangkai bunga di TVRI.

Berbagai sumber menulis bahwa Lia mengaku perubahan terjadi saat dia melihat sebuah bola bercahaya kuning berputar di udara dan lenyap di atas kepalanya. Hal ini terjadi sewaktu dia sedang bersantai dengan kakak mertuanya di kawasan Senen, Jakarta Pusat pada 1974.

Peristiwa ajaib kedua yang mampu mengubah prinsip hidupnya terjadi pada malam 27 Oktober 1995. Saat itu ia salat dan merasakan kehadiran pemimpin rohaninya, Habib al-Huda. Sang pemimpin rohani ini akhirnya mengaku sebagai Malaikat Jibril. Setelah itu Lia Eden mengaku dia menerima bimbingan Malaikat Jibril secara terus menerus sejak 1997.

Selama proses bimbingan, Lia Eden harus melewati berbagai ujian. Termasuk pengakuan-pengakuan kontroversial yang harus dinyatakannya kepada masyarakat atas perintah Jibril.

Di dalam penyuciannya, ia mengatakan bahwa Tuhan menyatakan Lia Eden sebagai pasangan Jibril sebagaimana ditulis di dalam kitab-kitab suci sebelumnya. Dan ia mengatakan bahwa dialah yang dinyatakan Tuhan sebagai sosok surgawi-Nya di dunia.

Lia merasa sebagai penyebar wahyu Tuhan dengan perantaraan Jibril. Berbagai karya ia lahirkan, lagu, puisi, syair dan juga buku 232 halaman berjudul, "Perkenankan Aku Menjelaskan Sebuah Takdir" yang ditulis dalam waktu 29 hari.

 

4 dari 4 halaman

Transformasi Terakhir?

Pada 1998, Lia menyebut dirinya Imam Mahdi yang muncul di dunia sebelum hari kiamat untuk membawa keamanan dan keadilan di dunia. Lia menyebut dirinya sebagai reinkarnasi Bunda Maria dan mengatakan bahwa anaknya, Ahmad Mukti, adalah reinkarnasi Yesus Kristus.

Lia sukses meyakinkan banyak orang, mulai dari para pakar budaya, golongan cendekiawan, artis musik, aktor teater, dan juga pelajar. Mereka semua dibaptis sebagai pengikut Salamullah.

Pada bulan Desember 1997, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah melarang perkumpulan Salamullah ini karena ajarannya dianggap telah menyelewengkan kebenaran mengenai ajaran Islam.

Kelompok ini lalu membalas balik dengan mengeluarkan "Undang-undang Jibril" (Gabriel's edict) yang mengutuk MUI karena menganggap MUI berlaku tidak adil dan telah menghakimi mereka dengan sewenang-wenang.

Kelompok Salamullah mengakui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir tetapi juga mempercayai bahwa pembawa kepercayaan yang lain seperti Buddha Gautama, Yesus Kristus, dan Kwan Im akan muncul kembali di dunia.

Sejak 2003, kelompok Salamullah memegang kepercayaan bahwa setiap agama adalah benar kebenaran. Kemudian berubah nama yang kini dikenal sebagai Kaum Eden.