Liputan6.com, Pekanbaru - Bagi Syafrudin alias Si Syaf, penegakkan hukum tajam ke bawah memang dirasakannya betul saat ini. Satu-satunya harapan kakek 69 tahun itu tinggal majelis hakim di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Warga Jalan Yos Sudarso kilometer 17 ini berharap bebas dari tuntutan penjara 4 tahun dan denda Rp3 miliar dalam kasus kebakaran lahan yang dihadapinya. Setidaknya bisa berkurang sehingga dia bisa cepat berkumpul lagi bersama 6 anaknya.
Advertisement
Baca Juga
Selasa petang, 21 Januari 2020, Si Syaf mengajukan pledoi atau pembelaan di hadapan majelis hakim. Keterbatasan mengenali aksara membuat pembelaan ini dibacakan kuasa hukumnya, Andi Wijaya SH.
Pada penutup materi pledoi, Andi meminta majelis hakim yang diketuai Abdul Aziz SH membebaskan Si Syaf dari segala tuntutan. Andi menilai dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) tidak terbukti selama sidang berlangsung.
"Dengan tidak terbuktinya dakwaan yang didakwakan maka demi keadilan dan kebenaran, kami mohon kepada Majelis hakim membebaskan terdakwa dari segela tuntutan (Vrijspraak)," Andi memohon.
Hanya saja, majelis hakim belum bisa mengetok palu putusan untuk terdakwa kebakaran lahan ini. Pasalnya, masih ada agenda lain yaitu jawaban JPU terhadap pledoi atau replik.
"Sidang ditunda dan dilanjutkan pekan depan," ucap Aziz mengetuk palu sidang.
Si Syaf lalu digiring pengawal dari jaksa dan kepolisian menuju tahanan. Sewaktu berjalan, dia terlihat berat menyeret kakinya karena asam uratnya kambuh selama ditahan di Rutan Sialang Bungkuk.
Andi menjelaskan, perkara kebakaran lahan ini terjadi pada Maret 2019. Kala itu, Si Syaf membersihkan lahan mineral yang dikelolanya sejak puluhan tahun untuk ditanam ubi serta tanaman palawija lainnya.
Sebelum pulang, Si Syaf menumpuk hasil tebasan semak belukar dan kayunya, lalu dipantik korek. Tak lupa dia membuat sekat agar api tak menyebar ke lahan milik warga lainnya.
Bakar Lahan Sedikit
Dia berencana kembali ke lahan untuk mengontrol api agar tidak meludeskan lahannya untuk bercocok tanam.
"20x20 meter persegi yang dibersihkannya. Tak lama kemudian, dia dijemput polisi ke rumah untuk melihat hasil pembakaran tadi," terang Andi.
Sampai di lahan, polisi mengambil beberapa kayu sisa kebakaran dan benda lainnya yang digunakan Si Syaf membersihkan kebun. Diapun dibawa ke Mapolsek setempat dengan dugaan sengaja membakar lahan.
Kala itu, anak dan istri Si Syaf histeris. Dia juga tak menyangka membersihkan kebun membuat urusan panjang dengan polisi. Ada beberapa hari Si Syaf ditahan hingga akhirnya dijadikan tahanan luar.
"Ada Pak Lurah yang menjamin karena sudah lama kenal, bapak ini akhirnya pulang," kata Andi.
Keluarnya Si Syaf dari tahanan tetap membuat kasusnya berlanjut hingga berkasnya dinyatakan lengkap menjelang Oktober 2019. Kala itu, Pekanbaru dan beberapa kabupaten di Riau diselimuti kabut asap hasil kebakaran lahan.
Si Syaf tak ikut menyumbang karena kebakaran lahan massif di Riau terjadi pertengahan tahun. Namun, karena kabut asap kala itu menjadi sorotan, penegak hukum akhirnya tidak pandang bulu.
"Begitu kasusnya dilimpahkan ke jaksa untuk disidangkan, bapak ini langsung ditahan," sebut Andi.
Si Syaf mulai disidang awal Oktober 2019. Sidang demi sidang dijalani, mulai dari dakwaan, pembuktian dengan mendengarkan keterangan saksi dan menghadirkan bukti surat.
Advertisement
Saksi Ahli Tidak Dihadirkan
Hanya saja, JPU tidak menghadirkan saksi ahli lingkungan sebagaimana yang terdapat dalam berita acara pemeriksaan Si Syaf. Padahal kehadiran saksi ahli sangat penting apakah perbuatan terdakwa memang betul membuat baku mutu lingkungan berubah.
Karena itu, Andi menilai dakwaan mempengaruhi baku mutu lingkungan tidak bisa dibuktikan JPU. Hal ini juga mempengaruhi bukti surat yang dihadirkan JPU ke majelis hakim.
"Keterangan ahli yang tidak dihadirkan dan bukti surat tidak punya kekuatan hukum," kata Andi yang aktif di Lembaga Bantuan Hukum Pekanbaru ini.
Dakwaan pertama JPU, tambah Andi, juga tidak dapat dibuktikan di pengadilan. Pasalnya, terdakwa membersihkan lahan sesuai dengan kearifan lokal, yaitu sangat jauh dari 2 hektare.
Di sisi lain, terdakwa juga membuat sekat agar api tak menyebar luas. Berikutnya, terdakwa membakar di lahan mineral sehingga tidak merubah baku mutu lingkungan.
"Beda halnya dengan lahan gambut, cepat apinya menyebar," tegas Andi.
Kemudian, sambung Andi, terdakwa hanya bercocok tanam palawija seperti ubi dan kacang-kacangan. Tanaman yang biasa diolah petani kecil untuk menyambung hidup.
"Dan selama proses penyidikan berlangsung, terdakwa tidak mendapatkan hak bantuan hukum. Ini beda sama sekali dengan perusahaan yang disangka membakar lahan, jadi memang hukum itu tajam ke bawah," sebut Andi.
Selama disidang, keluarga Si Syaf kehilangan sosok penopang hidup. Sang istri harus kerja serabutan dibantu beberapa anak lainnya untuk tetap makan.
"Dia ada 6 anak, dua memang sudah berkeluarga tapi masih bergantung dengan bapaknya," imbuh Andi.
Â
Simak video pilihan berikut ini: