Sukses

Divonis Bebas, Petani Miskin Pembakar Lahan di Pekanbaru Berurai Air Mata

Petani miskin pembakar lahan, Syafrudin alias Si Syaf, divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Pekanbaru. Perbuatannya membuka lahan dengan cara membakar dinyatakan tidak terbukti.

Liputan6.com, Pekanbaru - Syafrudin alias Si Syaf hanya terdiam ketika majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru yang diketuai Sorta Ria Neva mengetuk palu. Petani 68 tahun ini tak berucap ketika ditanya bagaimana sikapnya terkait vonis bebas dalam kasus kebakaran lahan yang diberikan hakim.

"Bapak bebas, bagaimana jawaban bapak. Atau berkonsultasi dulu dengan penasihat hukum," imbuh Sorta kepada Syaf.

Tak lama kemudian, Syaf berjalan terbata menuju kuasa hukumnya, Andi Wijaya. Beberapa menit kemudian, dia kembali ke tempat duduknya.

"Bapak ini tidak tahu putusan ini, sudah kami kasih tahu dia bebas dan kami menerima putusan ini," ucap Andi kepada Sorta di ruang Prof R Soebekti SH pengadilan tersebut, Selasa petang, 4 Februari 2020.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Pekanbaru menyatakan akan menempuh upaya hukum lain (kasasi) terhadap vonis petani kasus kebakaran lahan ini. Jawaban JPU ini membuat puluhan pengunjung sidang bersorak.

"Huuuuuuu," seru pengunjung sidang kompak.

Setelah mendengar jawaban masing-masing pihak, Sorta menutup sidang. Syaf lalu dibantu berdiri oleh Andi untuk menghampiri istrinya, Zetma Erna Wilis.

Tak banyak yang diucapkan Syaf kepada wartawan ketika ditanya tanggapannya terkait vonis bebas ini. "Saya bahagia atas putusan ini," ucap Syaf sembari memeluk istrinya.

Meski bebas, Syaf harus kembali ke tahanan lagi. Masih ada prosedur yang dilalui keluarganya untuk menjemput Syaf langsung ke Rutan Sialang Bungkuk.

Kepada Liputan6.com, Erna Wilis mengaku sangat bahagia suaminya bebas. Dia mengucapkan terima kasih kepada majelis hakim dan pihak-pihak yang telah mengawal proses hukum ini sejak awal.

"Terima kasih kepada media dan kepada orang-orang yang sudah bantu bapak," ucap Erna.

Erna menyebut segera menjemput Syafrudin ke Rutan. Erna mengaku sudah tidak sabar lagi berkumpul dengan suaminya yang sudah ditahan sejak tahun lalu.

"Kumpul lagi sama keluarga, menghabiskan masa tua bersama keluarga," terang Erna.

2 dari 3 halaman

Pertimbangan Hakim

Dalam amar putusannya, ada beberapa pertimbangan hukum yang dibacakan Sorta. Di antaranya, JPU tidak bisa menghadirkan ahli lingkungan dalam persidangan sehingga hasil uji laboratorium terkait perubahan baku mutu udara dan lingkungan tidak terbukti.

"Menyatakan terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan kesatu dan kedua. Membebaskan terdakwa dari semua dakwaan," kata Sorta.

Sorta juga memerintahkan JPU mengeluarkan terdakwa dari tahan serta mengembalikan haknya dalam kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya.

"Menyatakan barang bukti berupa sebuah mancis warna putih, kayu bekas terbakar dan satu potongan ban bekas terbakar dirampas negara untuk dimusnahkan. Kemudian membebankan biaya perkara kepada negara," Sorta mengetuk palu hakim.

Terpisah, Andi Wijaya menyatakan seperti inilah seharusnya hukum ditegakkan, di mana tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Andi menyebut hukum harus berpihak kepada petani kecil dan tidak memihak korporasi pembakar lahan.

Andi menerangkan, ada beberapa pertimbangan hakim yang membuat Syafrudin divonis bebas. Di antaranya, kearifan lokal dalam membakar lahan yang diakui dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Dia menjelaskan, membuka lahan dengan membakar boleh dilakukan petani dengan syarat di bawah 2 hektare. Syaratnya, petani harus mengumpulkan dan membuat sekat api agar tidak merembet ke lahan lainnya.

3 dari 3 halaman

Pembelajaran untuk Kasus Serupa

Berikutnya, tambah Andi, terkait alat bukti surat. Dalam hal ini, JPU tidak bisa menghadirkan ahli dan hanya membacakan keterangan di bawah sumpah saat penyidikan di kepolisian.

"Harusnya ahli hadir sehingga bukti surat lainnya seperti hasil uji laboratorium tidak dapat diterima hakim," jelas Andi.

Menurut Andi, pertimbangan hakim ini menjadi dasar agar petani membakar lahan dengan kearifan lokal harus dimaafkan. Sementara itu, korporasi harus dihukum karena membakar lahan tidak sebanding dengan petani.

"Tidak hanya Pak Syaf, seharusnya ini menjadi pertimbangan untuk petani lainnya di daerah lain. Tidak hanya di daerah ini," sebut Andi.

Terkait upaya hukum lain yang dilakukan JPU, Andi menilai jaksa sangat memaksa agar petani kecil dihukum. "JPU sangat bernafsu memenjarakan petani," tegas Andi.

Terlepas dari itu, Andi bersyukur Syafrudin sudah bebas sehingga berkumpul lagi dengan keluarganya. Syafrudin sebagai satu-satunya sumber ekonomi dalam keluarga bisa mencari nafkah lagi.

Sebagai informasi, Syafrudin sebelumnya dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 3 miliar. Syafruddin didakwa telah merubah baku mutu air dan udara karena membakar lahan seluas 20x20 meter persegi.

Pengakuan Syafrudin, dia membakar untuk menanam ubi, kacang panjang dan tanaman palawija lainnya. Sebelum membakar, Syafrudin membuat sekat api agar tak meluas ke lokasi lain.

Apa yang dilakukannya ini diketahui Polresta Pekanbaru lalu ditangkap. Selama penyidikan, Syafrudin tidak ditahan karena ada jaminan hingga akhirnya dijebloskan ke penjara pleh Kejari Pekanbaru ketika berkas kasusnya lengkap.

 

Simak video pilihan berikut ini: