Liputan6.com, Aceh - Dia mengenakan jaket serta celana gelap yang ujungnya dilipat melewati mata kaki. Hakim Ketua, Eti Astuti, sempat dua kali bertanya apakah dirinya sehat untuk memastikan kesiapannya di dalam persidangan hari itu, Selasa (4/2/2020).
Fadlisyah (44) merupakan salah satu dosen di Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh, Kota Lhokseumawe, Aceh. Ia dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai ahli dalam persidangan kasus dugaan pencemaran nama baik yang menyeret seorang dosen bernama Saiful Mahdi.
Fadlisyah pulalah yang diminta penyidik kepolisian untuk memberikan keterangan terkait kasus yang menyeret dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Ia secara gamblang menyebut unggahan Mahdi di grup terbatas lintas fakultas Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) sebagai pencemaran nama baik.
Advertisement
Baca Juga
Mahdi dilaporkan koleganya sendiri, Dekan Fakultas Teknik (FT), Unsyiah, Taufik Saidi, setelah unek-uneknya yang diunggah di grup 'UnsyiahKITA' pada Maret 2019 dicaplok seseorang lalu diteruskan kepada Saidi. Mahdi jadi tersangka sejak Agustus 2019.
Unggahan dosen lulusan universitas Corneel juga Vermont itu berupa kalimat sentilan yang memang tak eufemistis. Berdasarkan perhitungan yang tepas, ia yakin ada sesuatu yang janggal dalam perekrutan tenaga pengajar (CPNS) di fakultas teknik (FT) yang menurutnya tidak meritokrasi.
"Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup?"
"Gong Xi Fat Cai!!!"
"Kenapa ada fakultas yang pernah berjaya kemudian memble? Kenapa ada fakultas baru begitu membanggakan? karena meritokrasi berlaku sejak rekrutmen."
"Hanya para medioker atau yang terjerat 'hutang' yang takut meritokrasi."
Mahdi pun duduk di kursi pesakitan. Ini adalah kali kedelapan lelaki yang telah 25 tahun berwira-wiri di dunia akademis itu menjalani persidangan di PN Banda Aceh Kelas 1A, didampingi penasihat hukumnya dari YLBHI-LBH Banda Aceh.
Adapun Fadlisyah, pada hari ini dihadirkan oleh jaksa untuk memberi keterangan sebagai ahli 'Informasi Transaksi Elektronik (ITE).' Peserta sidang sempat tidak dapat menahan tawa saat master teknik informatika itu menanggapi saran hakim ketua agar jaket yang dikenakannya dibuka jika dirinya merasa tidak nyaman.
"Kurus kali saya," kata Fadlisyah.
Fadlisyah mulai bermanuver dengan ilmu tasawufnya kala menjawab pertanyaan jaksa tentang bagaimana sebuah tulisan bisa menjadi delik pencemaran nama baik. Apakah itu mesti didahului dengan adanya orang yang tersinggung terlebih dahulu atau tidak?
"Soal tersinggung enggak tersinggung, sudah dilaporkan," jawab Fadlisyah.
"Tapi kalau tersinggung enggak tersinggung tergantung daripada bapak terdakwa dengan bapak yang tersinggung, bagaimana pemahaman itu mereka."
"Mungkin itu bahasa main-main saja, bagi kita yang membaca, kenapa? Sebuah bahasa, jika sudah ada pihak ketiga mengintervensi, maka biasanya, dalam tasawuf, itu bergeser Pak. Bagi bapak itu mungkin, didengar atau bahasa kata-kata itu tidak bisa mewakili kebencian, bisa saja mungkin, itu lagu ciptaan.
"Bisa saja itu lagu.." timpal jaksa bernama Fitri.
Pada keterangan yang liyan, Fadlisyah menyebut perbuatan Mahdi yang mengutip kalimat 'inna lillahi wa inna ilaihi rajiun' di awal unggahannya adalah dosa. Itu juga telah diajarkan di dalam kitab tawasuf.
Jaksa pun mengingatkan Fadlisyah bahwa dirinya dihadirkan sebagai ahli ITE. Kepada Liputan6.com, Fitri mengatakan bahwa apa yang dijelaskan oleh dosen yang telah berkiprah selama 17 tahun itu tidak masuk dalam catatan sama sekali, selama yang dijelaskannya itu tidak berkaitan dengan ITE.
"Itu enggak diambil, enggak dicatat. Karena, kan, kita minta pernyataan dia sebagai ahli ITE. Itu sudah di hukum Islam (tasawuf)," jawab Fitri, yang dicegat awak media usai sidang, Selasa siang.
Tim kuasa hukum Mahdi menolak ahli yang telah dihadirkan oleh JPU di persidangan tersebut. Tim kuasa hukum beralasan bahwa Fadlisyah tidak pantas disebut ahli ITE karena yang bersangkutan tidak kompeten di bidang tersebut.
"Secara akademik, tidak pernah berpengalaman dalam membuat tulisan atau penelitian terkait dengan sarana atau media elektronik, kedua tidak pernah mengikuti pelatihan keahlian terkait dengan sarana atau media elektronik baik secara umum maupun secara khusus yang ada kaitannya dengan UU ITE," kata ketua tim kuasa hukum juga Direktur YLBHI-LBH Banda Aceh, Syahrul, kepada Liputan6.com, usai sidang, Selasa.
Hasil penelusuran Liputan6.com di situs universitas yang bersangkutan, ditulis bahwa Fadlisyah merupakan dosen yang mengajar untuk mata kuliah grafika komputer.Â
Â
Simak video pilihan berikut ini: