Liputan6.com, Pekanbaru - Konflik harimau dengan manusia sering terjadi di Riau dalam beberapa tahun belakangan. Selalu ada korban, baik itu dari manusia ataupun Si Datuk Belang ketika wilayahnya dimasuki.
Keganasan harimau sumatra ketika berhadapan dengan mangsanya tak membuat segilintir orang takut, terutama pemburu kulit harimau. Buktinya, ada harimau dibunuh karena dijerat di habitatnya.
Advertisement
Baca Juga
Organ tubuh, mulai dari tulang hingga kulit diambil lalu dijual karena nilainya masih tinggi di pasar gelap. Tak jarang, harimau tengah hamil juga menjadi sasaran.
Kejadian ini sudah beberapa kali terjadi di Riau dan terakhir terjadi pertengahan tahun lalu. Lima orang ditangkap dan tiga di antaranya ditetapkan tersangka menjelang pergantian tahun lalu.
Kini, berkas ketiganya, masing-masing berinisial MY, SE dan TS sudah lengkap. Tersangka dan barang bukti sudah diserahkan ke Kejari Pelalawan untuk segera disidangkan.
Koordinator Penyidik Gakkum Seksi Wilayah II Pekanbaru, Syufriadi mengatakan, satu lembar kulit dan empat janin dijadikan barang bukti. Janin ini diperoleh dari harimau tengah hamil di Pelalawan.
"Ketiga tersangka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem," jelas Syufriadi.
MY dalam kasus ini berperan sebagai penjerat, sementara TS sebagai pemodal dan SE sebagai pencari pembeli. Mereka memanfaatkan konflik harimau sumatra dengan masyarakat sekitar untuk mendapatkan uang.
Cara Baru
Menurut Kepala Kepala Balai Gakkum LHK Wilayah Sumatera Eduard Hutapea, para pemburu ini tak menggunakan senjata api ataupun jerat dari tali baja. Mereka menggunakan sebuah mesin genset lalu dialirkan ke sebuah tali untuk menyengat harimau sumatra buruannya.
Eduard menyebut cara ini terbilang baru. Para pemburu berhadapan langsung dengan harimau karena harus mengamati langsung perangkat jeratnya.
Tersangka mengetahui seluk-beluk hutan tempat berburu dan mengetahui lokasi serta waktu harimau sumatra melintas. Tak jarang, tersangka bermalam di hutan mencari buruan.
"Jadi jerat ini bertegangan tinggi karena dikasih travo juga, dia jaga gensetnya," kata Edo.
Sengatan jerat tersangka membuat harimau sumatra tumbang seketika. Dengan cepat tersangka mengeksekusi satwa dilindungi negara itu untuk dikuliti dan diambil tulangnya.
Tersangka tak peduli harimau itu tengah hamil atau tidak. Tak ayal empat janin yang sedianya menjadi penambah populasi satwa terancam punah itu ikut menjadi korban keganasan tersangka. Empat janin dimasukkan ke dalam wadah agar tidak rusak.
Eduard menjelaskan, perburuan induk harimau ini dilakukan tersangka pada Mei 2019. Lokasinya di sebuah hutan di Pelalawan yang masih didiami harimau.
"Harinya dia sudah lupa, kulit induk harimau ini sudah dijual tapi akhirnya bermasalah dengan pembeli. Uangnya belum diterima," terang pria disapa Edo ini.
Advertisement
Tahu Pergerakan Harimau
Awalnya, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) mengira kulit yang disita tersangka Y merupakan induk dari empat janin yang disimpan. Ternyata itu harimau lain hasil jeratan Y beberapa bulan berikutnya.
Menurut Edo, harimau sumatra ini berjenis kelamin betina juga. Diperkirakan harimau korban perburuan tersangka ini masih muda melihat dari ukuran kulit yang disita petugas.
"Ini belum terjual masih dicari pembelinya oleh tersangka SS. Kalau kulit harimau yang ada janinnya itu sudah dijual," terang Edo.
Pengakuan tersangka, empat janin harimau sumatra disimpan murni untuk tujuan ekonomis dengan harapan suatu hari ada yang minat membeli.
"Tidak ada tujuan lain katanya, dia berpikir nanti ada yang minat setelah pelaku lain mencari pembeli," ungkap Edo.
Lokasi perburuan MY juga berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Dia mengintai jam-jam harimau keluar mencari makan antara pukul 17.00 hingga pukul 20.00 WIB.
"Namun tidak setiap hari dilakukannya karena dia tahu kapan harimau melintas," sebut Edo.
Â
Simak video pilihan berikut ini: