Sukses

Populerkan Sastra Betawi, Ciptakan Generasi Penerus SM Ardan

Kritikus sastra, Zen Hae menjelaskan dampak dari lomba Baca Cerpen Betawi. Begini penjelasannya.

Liputan6.com, Jakarta - Lomba Baca Cerpen Betawi diadakan di Lobi Perpustakaan Taman Ismail Marzuki (TIM) pada Minggu, 9 Februari 2020 oleh Komunitas Baca Betawi dengan menggandeng Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan Lembaga Kebudayaan Betawi. Tujuan dari acara ini adalah untuk mengenalkan kembali cerpen Betawi kepada masyarakat. Tema yang dipilih adalah "Sastra dan Kita".

Sebagai juri di lomba Baca Cerpen Betawi dan juga kritikus sastra, Zen Hae, mengatakan kegiatan ini merupakan sebuah wadah untuk menghidupkan kembali sastra betawi.

"Lomba ini sebagai salah satu upaya merangsang kembali animo masyarakat umum dan bukan hanya orang Betawi saja terhadap sastra Betawi sebagai salah satu bagian dari sastra Indonesia," kata dia.

Lomba Baca Cerpen Betawi ini banyak diminati oleh masyarakat yang berasal dari latar belakang dan usia yang berbeda, yang termuda adalah 13 tahun dan yang tertua adalah 67 tahun. Para peserta tidak hanya berasal dari Jakarta, tetapi juga dari Bekasi Timur dan Tangerang Selatan.

"Saya sih kagum ibu-ibu 67 tahun tadi, atau anak kecil yang masih SMP dan umurnya 14 tahun. Artinya ini peminatnya sebetulnya banyak, tapi ini baru percobaan. Kalau peminatnya banyak, jadi diperluas lagi dan ditambah pesertanya," ucap Zen.

Selain itu, Zen juga mengatakan dengan diadakannya lomba Baca Cerpen Betawi ini akan berimbas ke dunia sastra di Indonesia, khususnya kegemaran membaca sastra Betawi.

"Saya kira imbasnya ada pada sastra Betawi yang menggunakan bahasa Melayu sebagai media penulisan. Tapi saya tidak tahu berapa data konkret statistiknya. Tapi secara umum kan memang upaya ini dikerjakan oleh teman-teman di Lembaga Kebudayaan Betawi maupun Baca Betawi untuk meningkatkan kembali kegemaran membaca sastra, dalam hal ini sastra Betawi," kata dia.

Zen menjelaskan, upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak seperti dari pemerintah maupun komunitas yang ada akan menimbulkan dampak ke berbagai hal. Termasuk menulis cerpen Betawi misalnya.

“Nah, jika upaya itu dikerjakan terus-menerus, dampaknya bukan hanya kepada kegemaran membaca saja. Sisa sangat mungkin kepada tumbuhnya tradisi menulis sastra Betawi. Namun, itu harus dikerjakan atau ditopang dengan katakanlah membuat lokakarya penulisan Betawi atau yang lainnya,” ujarnya.

Zen juga mengharapkan masyarakat harus dihidupkan kembali popularitasnya dalam bidang literasi yang tidak hanya membaca, tetapi menulis juga. Salah satu caranya adalah dengan mengadakan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan budaya.

"Nah itu kegiatannya diperbanyak dan juga mestinya didukung oleh para pihak kebudayaan Betawi (LKB, Bamus Betawi, fakultas sastra di UI/UNJ). Jadi kalau seluruh pihak yang punya kepentingan terhadap perkembangan budaya Betawi, khususnya sastra Betawi diajak bekerja sama, menurut saya dampaknya akan lebih luas. Misalnya membangkitkan kembali sastra Betawi di radio, atau mengadakan sayembara penulisan cerita Betawi atau workshop penulisan cerita Betawi jadi bentuknya beragam. Intinya memperkuat sastra Betawi untuk sastra Indonesia," tuturnya.

Ia mengharapkan adanya konsistensi terhadap perkembangan sastra khususnya yang berbau budaya. Tujuannya tak lain adalah agar budaya tersebut lestari dan tidak lenyap ditelan bumi.

"Seandainya ini dibikin berkesinambungan, bukan hanya baca tapi lomba penulisan, workshop penulisan, lokakarya, akan lebih ada harapan munculnya bakat-bakat baru. Jadi kita tidak berhenti pada nama-nama yang sudah dianggap mapan dalam sastra Betawi. Kita juga kan ingin melihat kembali generasi penerus SM Ardan, tapi juga mungkin penulis dari luar Betawi yang menulis sastra betawi karena itu juga kan bisa muncul kalau lingkungannya kondusif. Orang tertarik menulis cerita karena wilayah kerjanya yang menarik," katanya.

 

(Shafa Tasha Fadhila - Mahasiswa PNJ)

 

Simak video pilihan berikut ini: