Sukses

Terserang Jamur, Ribuan Pohon Cengkih di Karangtengah Mati

Turunnya hasil panen cengkih disebabkan terkena virus jamur pembuluh kayu yang menyebabkan pohon cengkih mati.

Wonogiri - Hasil panen cengkih Kecamatan Karangtengah Wonogori turun 30 persen-40 persen sejak 2017. Padahal, sebelumnya Karangtengah menjadi penghasil cengkih tertinggi di Kabupaten Wonogiri.

Sebelum 2017, satu pohon cengkih di Karangtengah bisa menghasilkan satu kuintal cengkih setiap panennya.

Koordinator Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Karangtengah, Dwi Heru Widodo, mengatakan turunnya hasil panen cengkih disebabkan terkena virus jamur pembuluh kayu yang menyebabkan pohon cengkih mati.

Pohon cengkih yang terkena virus, daunnya rontok dan ranting pohon menjadi kering. Proses penyebaran virus di setiap pohon tidak lama yakni hanya dalam waktu satu hingga tiga bulan. Namun, daun cengkih bisa langsung habis. Setelah terkena virus, pohon cengkih bisa pulih tapi juga bisa mati.

"Rata-rata yang terkena virus itu daerah yang lebih tinggi, seperti Desa Temboro, Karangtengah dan Purwoharjo. Tiga desa tersebut berada di ketinggian 700 meter di atas permukaan air laut. Jadi lebih menyerang yang daerah lembab," kata dia saat ditemui Solopos.com di ruang kerjanya, Rabu (26/2/2020).

Dia memaparkan ada penanggulangan terkait hal itu yakni dengan mengerok batang pohon, kemudian ditabur bubur Bordo atau Bordeaux. Hal itu untuk mencegah jamur yang menempel di batang pohon.

"Salah satu penyebab mudah terkena virus itu rata-rata yang menanamnya terlalu rapat, kurang renggang. Jika terlalu rapat didukung dengan kondisi lembab, jamur akan mudah tumbuh," terang dia.

Pada 2019, Karangtengah mendapatkan bantuan 5.000 pohon cengkih dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, untuk disebar di lima desa yang ada di Karangtengah. Petani bisa menanam lagi pohon cengkih dengan metode yang benar.

Dwi menjelaskan, saat ini rata-rata petani setempat beralih menanam kopi dan porang. Petani sekaligus pengepul cengkeh, Tumijan, warga Dusun Joso, Desa Temboro, mengatakan cengkih miliknya hampir mati semua sejak empat tahun lalu. Padahal harga cengkih tinggi yakni basah Rp30.000 per kg, serta cengkih kering bisa mencapai Rp100.000 hingga Rp150.000 per kg.

"Sebagai penebas cengkih, dulu sekali panen bisa mencapai 40 ton, sekarang hanya 14 ton, jadi hampir 75 persen penurunannya. Sebagai pengganti saat ini saya menanam kopi, merica dan tanaman empon-empon," kata dia. (AMA/PNJ)

 

Baca berita menarik lainnya di Solopos.

Simak Video Pilihan Berikut: