Liputan6.com, Jakarta - Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Muhammad Syarif Bando resmi menutup Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Perpustakaan RI yang digelar selama 3 (tiga) hari, 25-27 Februari 2020 di Hotel Bidakara, Jakarta.
Rakornas diikuti 1.500 pemangku kepentingan, baik dari pemerintah pusat, daerah maupun penggiat dunia literasi dan perpustakaan di Indonesia. Rakornasi menghasilkan rekomendasi dan sinkronisasi program untuk peningkatan indeks literasi di Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
Menurut Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Muhammad Syarif Bando Rakornas 2020 ini banyak menghasilkan pesan positif. Di antara pesan tersebut adalah, beberapa penegasan dukungan Menteri Dalam Negeri Tito terhadap pentingnya penguatan literasi dan kehadiran perpusatakaan di seluruh daerah di Indonesia.
Salah satu yang menjadi pesan besar adalah dukungan pembangunan perpustakaan di tingkat kecamatan dan desa/kelurahan baik yang bersumber dari APBD maupun swadaya masyarakat guna memudahkan akses pelayanan bahan bacaan dan membangun budaya literasi.
"Mohon ini ditindaklanjuti dan menjadi perhatian bersama," pesan Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando saat menutup kegiatan Rakornas Perpustakaan Nasional 2020.
Muhammad Syarif Bando menyatakan bahwa Rakornas ini sangatlah penting artinya untuk mensinergikan perpusatakaan di Indonesia. Perpustakaan harus terus berinovasi dan tetap fokus dan konsisten melaksanakan berbagai kegiatan yang memastikan pembangunan manusia masyarakat dan kebudayaan itu terwujud.
Muhammad Syarif Bando juga mengingatkan pentingnya pengelolaan perpustakaan dan arsip sebagai penentu dari kemajuan bangsa.
"Kalau kita bicara tentang kecerdasan bangsa, semua tertuju pada perpustakaan. Tapi jangan lupa, kalau semua itu diawali oleh arsip. Semua pertama kali diletakan pada arsip bernama undang-undang," ujar Syarif.
Syarif mengibaratkan negara Indonesia sebagai pesawat terbang di mana perpustakaan dan arsip menjadi sayap yang menerbangkan pesawat tersebut. Perpustakaan dibutuhkan untuk menciptakan bangsa yang maju yang memiliki budaya baca dan indeks literasi yang tinggi, sementara pengelolaan arsip yang baik diperlukan untuk membangun bangsa yang kuat yang didukung birokrasi yang kuat dan akuntabel.
"Perpustakaan dan arsip adalah dua komponen yang tidak terpisahkan, karena dua komponen itu, maka bisa menerbangkan sebuah negara yang maju, kuat dan berperadaban," jelasnya.
Simak Video Pilihan Berikut:
Digitalisasi Konten dan Revolusi Perpustakaan
Negara yang kuat adalah negara yang memiliki tingkat literasi yang tinggi, namun tidak sekedar mampu baca tulis, Syarif menuturkan terdapat empat tingkatan literasi yang ingin dicapai yakni pertama, kemampuan mengumpulkan sumber sumber bahan bacaan.
Indonesia saat ini masih kekurangan sumber bahan bacaan, padahal UNESCO mensyaratkan minimal 1 orang memiliki 3 buku bacaan baru dalam setahun. Karena itu salah jika dikatakan Indonesia memiliki budaya baca yang rendah, karena minat baca di Indonesia tinggi, hanya saja tidak ada yang bisa dibaca.
"Di Indonesia satu buku ditunggu 5.000 orang, butuh waktu 13 tahun untuk satu buku bisa dibaca di seluruh pelosok Indonesia, kita kurang buku," ujar Syarif.
Kedua, kemampuan memahami apa yang tersirat dari yang tersurat. Ketiga, kemampuan untuk mengemukakan ide atau gagasan teori baru, kreativitas atau inovasi baru dan keempat kemampuan menciptakan barang atau jasa yang bermutu yang bisa dipakai kompetisi global.
Pemerintah pun telah mengeluarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang memastikan adanya layanan perpustakaan di daerah sehingga masyarakat di seluruh pelosok memiliki bahan bacaan.
Menurut informasi yang diterima Liputan6.com, pada 2019, tercatat Indonesia memiliki jumlah perpustakaan kedua terbanyak di dunia yakni sebanyak 164.610, namun hal tersebut tidak didukung tenaga pustakawan yang hanya mencapai 12.000 dari total kebutuhan 600.000 orang.
"Kita bersinergi dengan perguruan tinggi untuk melakukan digitalisasi konten yang tersedia pada gawai ponsel sehingga perpustakaan dapat menjangkau masyarakat yang lebih luas. Kita pastikan perpustakaan tidak terpisahkan dari generasi milenial," kata Syarif.
Revolusi Perpustakaan Melalui Internet Pengiat Gerakan Pustaka Bergerak, Nirwan Ahmad Arsuka mendorong para pustakawan dan pengiat literasi untuk memaksimalkan penggunan internet dalam gerakan literasi di daerahnya masing-masing.
"Internet merupakan perpustakaan yang paling besar,” ujarnya saat diskusi tentang Peran Pegiat Literasi dalam Meningkatkan Literasi Masyarakat," Nirwan.
Menurutnya teknologi internet dapat menyebarkan informasi ke seluruh dunia dengan cepat, selain itu kualitas ilmu pengetahuan yang dimiliki juga semakin bermutu dan dapat dengan mudah didapat melalui fitur mesin pencarian (search engine). Dengan internet maka perpustakaan tidak lagi terbatas pada ruang, fungsi perpustakaan dapat dengan mudah diperluas dengan membangun jaringan relawan sehingga gerakan literasi bisa merambah ke seluruh wilayah.
"Ini adalah revolusi perpustakaan. Perpustakaan bergerak, bergerak tanpa batas," ungkap Nirwan.
Banyak yang bisa dilakukan untuk menarik perhatian masyarakat dalam gerakan literasi, Nirwan berkeliling dengan kuda membawa buku-buku untuk dipinjamkan ke masyarakat.
Sekarang jaringan Pustaka Bergerak telah tersebar di seluruh Indonesia dengan nama berbeda-beda dan ragam moda transportasi baik kuda, perahu, atau sekedar keranjang berisi buku.
Nirwan mengingatkan esensi dari perpustakaan tidak hanya berupa buku namun pada kegiatan membaca, mendongeng, atapun belajar.
"Perpustakaan harus dibentuk oleh kegiatan, bukan dengan gedung," kata dia.
Para penggiat literasi juga harus mulai bergerak karena begitu banyak anak-anak yang haus akan bacaan namun tidak memiliki bahan bacaan. (Akhmad Mundzirul Awwal/PNJ)
Advertisement