Liputan6.com, Cirebon - Sejumlah peninggalan bersejarah di Cirebon dinilai belim seimbang dengan upaya Pemkot Cirebon dalam melakukan pendaftaran sebagai cagar budaya.
Ketua Komisi III DPRD Kota Cirebon Tresnawati mengatakan, minimnya pendataan terhadap cagar budaya menjadi salah satu penyebab peninggalan tersebut berubah bentuk dan fungsi.
Advertisement
Baca Juga
"Kita berkaca pada kasus temuan bangunan diduga situs Matangaji yang sedang ramai saat ini. Ternyata belum terdaftar di cagar budaya," ujar Tresnawati, Jumat (28/2/2020).
Tidak hanya itu, Pemkot Cirebon dinilai tidak memiliki data akurat mengenai jumlah situs atau peninggalan sejarah terbaru. Salah satu penyebabnya, kata dia, terjadi penggemukan pada kinerja instansi terkait yakni Dinas Kepemudaan Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (DKOKP) Kota Cirebon.
Menurut dia, porsi DKOKP dalam upaya melestarikan warisan sejarah Cirebon termasuk mendata jumlah situs tidak maksimal. Dia melihat kinerja DKOKP terpecah dengan bidang lain.
"Harus dipisahkan antara pemuda olahraga dan pariwisata sehingga kerja nya nanti bisa maksimal dan fokus. Kami merekomendasikan agar ada perubahan SOTK di tubuh DKOKP Kota Cirebon," kata Tresnawati.
Kendala lain yakni adanya kerancuan mengenai peraturan daerah tentang cagar budaya. Dia menyebutkan, Pemkot Cirebon sudah membuat Perda tentang cagar budaya pada tahun 2010 namun dianulir oleh Pemprov Jabar.
Alasannya, saat ini kebijakan mengenai cagar budaya masih berada di Pemprov Jawa Barat. Kondisi tersebut menghambat kinerja Pemkot Cirebon dalam mendata jumlah situs peninggalan untuk didaftarkan menjadi cagar budaya agar dilindungi undang-undang.
"Diatas kita ada provinsi dan ini yang akan kami kejar apa ada kebijakan dari Provinsi untuk membuat perda cagar budaya Kota Cirebon," ujar dia.
Tanggapan Pemerintah
Dia mengatakan, kedua persoalan tersebut menjadi penting untuk segera dibahas dan ditindaklanjuti oleh seluruh jajaran pemerintah daerah.
Sekretaris DKOKP Kota Cirebon Addin Imaduddin menyebutkan, hingga saat ini baru 51 situs atau bangunan cagar budaya (BCB) yang terdaftar di wilayah Kota Cirebon.
"Dalam perkembangannya memang ada temuan baru tapi butuh waktu seperti kajian dan penelitian," ujar Addin.
Dia menyebutkan, sedikitnya ada dua kendala yang dihadapi sebelum menetapkan BCB. Pertama harus melalui penelitian dan pada prosesnya membutuhkan waktu.
Selain itu, membutuhkan kesiapan anggaran untuk melakukan pemeliharaan terhadap BCB jika sudah terverifikasi oleh Balai Arkeologi (Balar) Jawa Barat dan SK Walikota Cirebon.
"Nah seiring perkembangan temuan situs dan penelitian disitu kadang ada pengurangan ada penambahan," ujar dia.
Addin menyebutkan, DKOKP sudah membentuk Tenaga Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Cirebon. Ada empat orang yang sudah mendapat SK sebagai tenaga ahli cagar budaya.
"Nah temuan baru itu seperti kawasan etnis Tionghoa di Cirebon Kuthiong yang sudah dapat rekomendasi Balar tapi belum diberikan SK oleh Walikota sebagai cagar budaya. Padahal rekomendasi Balar keluar tahun 2014-2015," ujar dia.
Advertisement
Pemerhati Budaya
Pemerhati budaya dari Keraton Kasepuhan Cirebon, Jajat Sudrajat menyebut, terdapat perbedaan data antara Pemkot Cirebon dengan Keraton Kasepuhan Cirebon ihwal situs di Kota Cirebon.
"Masih ada ratusan situs yang belum terdaftar oleh pemerintah," bebernya, Senin (26/2/2020).
Pihaknya mensinyalir, perbedaan data antara Pemkot Cirebon dan keraton tak lepas dari konsekuensi logis bila ratusan situs di Kota Cirebon itu terdaftar sebagai cagar budaya.
"Kalau ratusan situs itu dinyatakan sebagai cagar budaya, resikonya pemerintah harus mengalokasikan biaya pemeliharaan," katanya.
Namun, dia menilai, jika harus menanti status oleh pemerintah, sama saja dengan membiarkan situs itu tak dilindungi.
Saksikan video pilihan berikut ini:Â