Liputan6.com, Pekanbaru - Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau menetapkan Plt Bupati Bengkalis Muhammad ST sebagai buronan. Penyidik sudah mengeluarkan surat dan memasukkan politikus PDI Perjuangan itu dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Status ini dikeluarkan karena tersangka korupsi transmisi pipa PDAM itu sudah tiga kali dipanggil secara patut. Namun, Muhammad selalu mangkir untuk diminta keterangannya sebagai tersangka.
Advertisement
Baca Juga
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Komisaris Besar Andri Sudarmadi SIK menyebutkan penetapan DPO ini sudah dilakukan sejak awal pekan.
"Sebelumnya sudah diperlukan sebagai pejabat publik (dipanggil patut) tapi kalau enggak mau (datang) ya gimana lagi," kata mantan Wakil Direktur Reserse Narkoba Polda Riau ini, Kamis siang, 5 Maret 2020.
Andri tahu kalau saat ini Muhammad melalui pengacaranya mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Pekanbaru. Namun, menurutnya itu tidak masalah karena merupakan hak warga negara.
"Prapid tak masalah, tetap jalan supaya masyarakat melihat bentuk keseriusan Polda, walapun diprapid kita tetap maju," tegas Andri.
Sebagai informasi, Muhammad sudah tidak pernah lagi terlihat menjalani kegiatan dinas dalam beberapa pekan belakangan di Kabupaten Bengkalis. Setiap kegiatan yang seharusnya Plt bupati hadir justru diwakilkan ke sekretaris daerah hingga asisten.
Sebelumnya, Muhammad pernah berkirim surat kepada penyidik untuk meminta penangguhan pemeriksaan menjelang tanggal 20 Februari. Saat itu, ada acara keluarga yang tak bisa ditinggal Muhammad sebagai wali dari anaknya.
Polda lalu mengirim surat pemanggilan ketika usai tanggal itu tapi lagi-lagi dia mangkir. Alasannya saat itu karena Muhammad tengah berada di Jakarta menghadiri rapat di Istana Negara.
Â
Kronologi Kasus
Sebagai informasi, kasus ini sudah menyeret tiga orang selain Muhammad dan sudah divonis bersalah di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Mereka adalah Sabar Stavanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja, Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Syahrizal Taher selaku konsultan pengawas.
Dugaan korupsi ini berawal dari laporan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas PU Provinsi Riau tahun 2013 ini, menghabiskan dana sebesar Rp3.415.618.000. Proyek ini ditengarai tidak sesuai spesifikasi.
Dalam kontrak tertera pekerjaan galian tanah untuk menanam pipa HD PE DLN 500 MM PN 10 dengan volume sepanjang 1.362,00. Ini berarti galian tanah sedalam 1,36 meter dan ditahan dengan skor pipa kayu bakar sebagai cerucuk. Galian seharusnya sepanjang dua kilometer.
Di lapangan pemasangan pipa, tidak ditemukan galian sama sekali, bahkan pipa dipasang di atas tanah. Selain itu, pada item pekerjaan timbunan bekas galian, juga dipastikan tidak ada pekerjaan timbunan kembali karena galian tidak pernah ada.
Pekerjaan tersebut dimulai 20 Juni 2013 sampai dengan 16 November 2013, sementara pada akhir Januari 2014 pekerjaan belum selesai. Seharusnya, kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda keterlambatan, pemutusan kontrak, dan pencairan jaminan pelaksanaan.
Hanya saja Dinas PU Riau tidak melakukan denda, tidak memutus kontrak, dan tidak mencairkan jaminan pelaksanaan. Selanjutnya, Dinas PU Riau diduga merekayasa serah terima pertama pekerjaan sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan/PHO Nomor: 0/BA.ST-I/FSK.PIPA.TBH.XII/2013 tanggal 13 Desember 2013.
Akibat pengerjaan tidak sesuai kontrak, negara diduga telah dirugikan Rp 700 juta. Selanjutnya ditambah denda keterlambatan 5 persen dari nilai proyek sama dengan Rp 170.780.900, dan jaminan pelaksanaan 5 persen dari nilai proyek juga Rp 170.780.900.
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement