Sukses

Pemidanaan Jurnalis Gunakan Pasal Karet Masih Kerap Terjadi

Dalam menjalankan profesi jurnalistik, setiap jurnalis dilindungi oleh Undang-Undang. Namun pemidanaan jurnalis menggunakan berbagai pasal karet yang terdapat dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), KUHP, dan KUHPerdata, kerap terjadi.

Liputan6.com, Medan Dalam menjalankan profesi jurnalistik, setiap jurnalis dilindungi oleh Undang-Undang. Namun pemidanaan jurnalis menggunakan berbagai pasal karet yang terdapat dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), KUHP, dan KUHPerdata, masih kerap terjadi.

Hal itu dikatakan Ahli Pers dari Dewan Pers, Agoez Perdana, dalam workshop pra Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) yang dilaksanakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia didukung oleh Australian Embassy Jakarta.

"Pemidanaan jurnalis menggunakan berbagai pasal karet yang terdapat dalam UU ITE, KUHP, dan KUHPerdata masih kerap terjadi di Indonesia," kata Agoez, saat membawakan materi dengan tema ‘Hukum Pers: Menghindari Ranjau Pidana dan Perdata’, Sabtu (7/3/2020).

Dijelaskannya, Pasal 27 ayat 3 tentang penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sering digunakan oleh aparat untuk mempidanakan jurnalis.

"Selain UU ITE, beberapa pasal dalam KUHP dan KUHPerdata warisan kolonial juga berpotensi menjadi delik pers, antara lain pasal penghinaan, pencemaran nama baik, fitnah, dan kabar bohong," jelas Agoez, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sumatera Utara (Sumut).

Disebutkan Agoez, pada tahun 2019 Indonesia berada di peringkat 124 dari 180 negara dalam lembaga pemeringkat internasional Reporters Without Border (RSF) yang memonitor perkembangan kebebasan pers dunia.

"Dengan peringkat tersebut, kebebasan pers di Indonesia tidak banyak berubah dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Pada tahun 2017 dan 2018, Indonesia berada di peringkat yang sama," sebut Ketua AJI Medan periode 2015-2018 itu.

Agoez menuturkan, sejatinya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers adalah lex specialis (hukum yang lebih khusus) terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan juga terhadap Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

"Dalam hal terdapat suatu permasalahan yang berkaitan dengan pemberitaan pers, peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah Undang-Undang Pers," tuturnya.

Kepada para jurnalis, perlu tahu pasal-pasal apa saja yang bisa menjadi ranjau bagi kebebasan pers. Selain itu, jurnalis juga harus tahu cara menghindari jeratan hukum dalam penulisan berita atau karya jurnalistik, dan apa yang harus dilakukan saat terkena jeratan hukum.

"Juga bagaimana jika jurnalis dipanggil sebagai saksi atau tersangka oleh aparat. Salah satu cara bagi jurnalis untuk menghindari jeratan hukum, adalah mematuhi Kode Etik Jurnalistik," terangnya.

Workshop etik dan profesionalisme jurnalis dalam rangkaian Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) yang diadakan di Kota Medan, 6 hingga 8 Maret 2020. Kegiatan ini sebagai bentuk penguatan kapasitas bagi jurnalis anggota AJI.

Â