Sragen - Bayi mungil asal Sragen yang disarankan amputasi itu bernama Tsamara Khumaira Maritza. Usianya baru menginjak 11 bulan pada Selasa (10/3/2020) nanti.
Pagi itu, Maira tak mau lepas dari gendongan sang ibu, Etik Susilowati, 29, warga Dukuh Dayu, RT 17/RW 05, Desa Jatitengah, Sukodono, Sragen. Sesekali tangisnya pecah saat didekati orang lain.
Anak kedua dari pasangan Etik-Wanto, 30, belakangan memang merasa tidak nyaman dengan kehadiran orang lain di sekitarnya. Sama tidak nyamannya ia ketika didekati dokter yang memeriksa kesehatannya di RSUD dr. Moewardi Solo.
Advertisement
Baca Juga
“Sejak periksa pertama pada 2 Januari, setiap pekan saya harus membawa Maira kontrol ke RSUD dr. Moewardi Solo. Terakhir, kami datang ke rumah sakit pada Selasa [3/3/2020]. Saat itu dokter menyarankan telapak tangan anak saya diamputasi untuk mencegah pembengkakan ke bagian lain,” ujar Etik saat ditemui Solopos.com di rumahnya, Sabtu (7/3/2020).
Mendengar penjelasan dokter itu, perasaan Etik hancur tidak karuan. Dia tidak bisa membayangkan buah hatinya yang masih mungil itu harus kehilangan telapak tangan. Dia masih berharap putrinya bisa sembuh tanpa melalui proses amputasi.
Kisah pilu yang dialami Maira bermula saat ia masih berusia empat bulan. Pada saat itu, Etik bermaksud memasak di dapur. Ia lalu meletakkan Maira di atas dipan tak jauh dari dapur.
Saat asyik memasak, Etik dikejutkan tangisan putrinya itu. Seekor kutu pinjal menggigit kulit pada jari manis lengan kanan bayi itu. Gigitan kutu parasit yang biasa ditemukan menempel pada bulu kucing dan anjing itu membuat jari manis Maira bentol.
“Saya lalu mengoleskan minyak telon ke jari itu. Saya kira, bentol itu segera kempes. Namun, hampir dua bulan bentol itu tak kunjung kempes,” ucap Etik.
Simak video pilihan berikut ini:
Bayi Sragen Disarankan Amputasi
Etik lalu membawa Maira ke Puskesmas Sukodono. Dari puskesmas, ia dikasih salep. Namun, bukannya sembuh, setelah diolesi salep, jari manis justru membengkak. Etik sudah berusaha membawa Maira ke bidan desa, dokter anak, hingga ke RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.
Maira disarankan menjalani rawat inap di RSUD Sragen. Lantaran tidak ada kamar kosong, ia kemudian dirujuk ke RS Amal Sehat Sragen. “Di Amal Sehat disarankan untuk uji lab. Anak saya harus mondok empat hari. Hasilnya, jari anak saya mengalami peradangan,” terang Etik.
Merasa tidak ada perkembangan positif, Etik lalu membawa anaknya ke RSUD dr. Moewardi Solo. Maira sempat mondok beberapa hari di RSUD dr. Moewardi Solo.
Setiap pekan, ia juga diminta menjalani kontrol kesehatan. Akan tetapi, usaha untuk menyebuhkan Maira itu belum membuahkan hasil. Jari manis Maira kini justru membengkak hingga seukuran pergelangan tangannya. Pembengkakan itu juga merembet ke pangkal jari kelingking, jari tengah dan sebagian telapak tangan.
“Supaya bengkaknya tidak merembet ke mana-mana, dokter menyarankan diamputasi. Saya harap itu jadi keputusan terakhir. Saya masih ingin berusaha untuk menyebuhkan anak saya tanpa amputasi,” ujarnya.
Himpitan ekonomi menjadi kendala Etik untuk mengajak putrinya berobat. Sejumlah obat tidak bisa dikaver oleh biaya BPJS Kesehatan.
Mau tidak mau, Etik harus merogoh kocek yang dalam untuk menebus obat itu. Penghasilan suaminya yang bekerja sebagai buruh serabutan tidak banyak membantu.
“Untuk nebus obat itu butuh biaya Rp50 ribu hingga hampir Rp300 ribu. Sampai sekarang, saya sudah menanggung utang Rp11 juta. Saya selalu cari pinjaman uang untuk bolak balik ke rumah sakit dan membeli obat,” keluh Etik.
Advertisement