Sukses

Mengenal Kiai Nyentrik Asal Cirebon Ayip Abdullah Abbas

Cirebon menjadi salah satu tempat yang mendapat julukan kota santri karena sejak dulu sejumlah pesantren berdiri dan memiliki pengaruh terhadap perkembangan Indonesia

Liputan6.com, Cirebon - Kepergian ulama dan pengasuh Pondok Buntet Pesantren Cirebon KH Ayip Abdullah Abbas ke haribaan Allah SWT menjadi kabar duka semua kalangan, khususnya Cirebon.

Warna-warni seragam dari berbagai instansi maupun organisasi kemasyarakatan turut mengiringi kepulangan KH Ayip Abbas di Pondok Buntet Pesantren Cirebon.

Para jamaah yang mensalatkan jenazah almarhum pun tumpah sampai keluar masjid meski sudah begitu rapat berjajar. Dari informasi yang dihimpun, semasa hidupnya, Kiai Ayip Abbas merupakan sosok yang aktif di berbagai lapisan masyarakat.

Salah seorang ulama, KH Jailani Imam sempat memberi kesaksian di tengah prosesi pemakaman kiai yang dikenal nyentrik itu. Menurutnya, sosok Kiai Ayip merupakan orang yang ahli salawat.

"Ke mana-mana, almarhum selalu mengajak jamaahnya yang tersebar di seantero Indonesia untuk bersalawat. Bahkan terakhir ketika umroh, di Makkah, di Madinah, beliau memimpin jamaahnya membaca salawat Nariyah termasuk di Cirebon," kata Jailani, Sabtu (7/3/2020).

Kecintaannya pada salawat tersebut menjadi pesan khusus Almarhum kepada rekan-rekan dan jamaahnya. Tanpa kehadiran Kanjeng Nabi Muhammad SAW, kita bukan lah siapa-siapa.

Wakil Ketua Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Abdullah Wong mengatakan pesan yang ditangkap semasa Kiai Ayip Abbas hidup adalah istiqomah bersalawat.

"Beliau itu bukan orang yang sok menasihati apalagi menggurui," ujar Penulis Novel Mata Penakluk Manaqib KH Abdurrahman Wahid, itu.

Baginya, Kiai Ayip Abdullah Abbas merupakan sosok yang sangat sederhana. Ia tak ingin menampakkan diri sebagai seorang kiai yang sering tampil berorasi di atas panggung.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Gus Dur

Menurut dia, Kiai Ayip Abbas merupakan sosok yang lebih suka bersosial dengan masyarakat. Tidak melihat latar belakang seseorang, Kiai Ayip Abbas selalu mengajak kebaikan dan bermanfaat bagi orang lain.

"Bagaimana beliau dekat dengan anak yatim. Ditambah lagi merangkul geng motor. Itu menunjukkan keberagamaan itu sikap, bukan semata menyitir ayat-ayat," ujarnya.

Kiai Ayip pernah menempuh studi di Lucknow, Uttar Pradesh, India di bawah bimbingan Syekh Abul Hasan Ali Hasani An-Nadwi, seorang ulama tersohor dari Negeri Bollywood pada abad 20.

Khidmatnya pada Nahdlatul Ulama ditunjukkan dengan keaktifannya sebagai Dewan Khos Pimpinan Pusat Pencak Silat Pagar Nusa dan pengurus Rabithah Maahid Islamiyah (RMI) PBNU.

Jauh sebelum itu, ia juga turut mendampingi ayahnya, KH Abdullah Abbas, sosok kiai sepuh yang sangat dihormati oleh Gus Dur.

Kiai Ayip wafat dalam usia 53 tahun, dengan meninggalkan satu orang isteri, Nyai Aliyah dan tiga orang putri, yaitu Fatimah azzahra (18), Fakhita fadla (15) dan Sayyidah Nafisah (1.5).

Kiai Ayip dimakamkan di Makbaroh Gajang Ngambung Pondok Buntet Pesantren, dengan diantar oleh ribuan santri dan masyarakat dari berbagai daerah.