Liputan6.com, Malang - Pekuburan kerap dikaitkan pohon kemboja yang tumbuh di sela makam. Nuansa muram, seram dibalut cerita mistis tentang areal kuburan. Apalagi bila itu permakaman kuno seperti kuburan Belanda.
Tapi tidak sedikit pula yang menyebut tanah pekuburan subur. Di bawah tanah, tempat jenazah manusia dimakamkan 'menjadi kompos alami', membuat subur kawasan tersebut, seperti di kuburan Belanda di Sukun, Kota Malang.
Di areal makam peninggalan era kolonial ini, kemboja tak mendominasi. Di sela makam, di antara batu nisan, pohon bernama latin Plumeria acuminta ini tumbuh bersama ribuan pohon kopi sejak tiga tahun terakhir.
Advertisement
Baca Juga
Kuburan Belanda dan perkebunan kopi bakal mengembalikan ingatan sejarah lebih dari seabad silam, saat kopi jadi komoditas pertanian paling laku di Eropa. Pemerintah kolonial Belanda dengan sistem tanam paksa, mengeruk untung dari mengeskploitasi nusantara.
Permakaman dengan luas lahan 12 hektare di bawah Unit Pelaksana Teknis Tempat Pemakaman Umum (UPT TPU) Nasrani Sukun, Malang kini dimanfaatkan jadi perkebunan kopi. Sampai saat ini sudah lebih dari 5 ribu pohon kopi yang ditanam.
"Kamboja ada kesan seram, kami ingin mengubah citra itu dengan pohon kopi. Juga ada unsur sejarah kolonial," kata Kepala UPT TPU Sukun Nasrani Sukun, Malang, Taqroni Akbar, Selasa, 10 Maret 2020.
Budidaya kopi di kawasan makam yang juga berstatus cagar budaya Kota Malang ini dimulai sejak Maret, 2017. Awalnya, sebanyak 700 bibit pohon kopi ditanam. Kemudian di tahun–tahun berikutnya bertahap ditanam 3 ribu bibit dan 2 ribu bibit.
Bibit kopi dibeli secara swadaya, patungan antara pengelola bersama komunitas jasa penggali kubur di kuburan Belanda ini. Bibit kopi berasal dari Desa Peniwen, Kromengan, Kabupaten Malang. Sebuah desa yang terletak di lereng Gunung Kawi.
"Ada potensi yang bisa dikembangkan. Sayang kalau tanah subur tidak dimanfaatkan. Ke depan di sini dikemas jadi wisata sejarah yang menarik," ujar Taqroni.
Merek Kopi Tulang
UPT TPU Sukun Nasrani Sukun bersama Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kuburan Londo mengelola kuburan Belanda ini jadi sebuah tempat wisata yang menarik. Selain sejarah orang–orang Belanda di Malang, kebun kopi bakal jadi daya tarik tersendiri.
"Kalau pohon kopi sedang berbunga, aromanya yang kuat bisa tercium oleh peziarah," kata Taqroni.
Pohon kopi yang tumbuh di sela makam sudah pernah panen. Saat kali pertama tanam, baru menghasilkan 10 kilogram kopi petik merah. Di tahun kedua produktivitasnya naik jadi 60 kilogram. Di tahun ini diperkirakan mampu menghasilkan 5 kuintal sampai 1 ton kopi.
"Perkiraan kami sekitar Juni pohon kembali berbunga dan panen tahun ini bisa lebih banyak. Sebagian besar jenis robusta, ada sedikit jenis sirsah," ujar Taqroni.
Pengelolaan buah kopi diserahkan ke Pokdarwis Kuburan Londo. Kelompok ini bekerjasama dengan salah satu keluarga ahli waris makam yang kebetulan punya bisnis kopi. Untuk roasting sampai pengemasan.
Soal rasa, pengelola menjamin kopi ini memiliki cita rasa yang tidak kalah nikmat. Apalagi ditanam di kawasan dengan kesuburan tanah khas. Hasil kopi sudah pernah diuji coba di sebuah laboratorium sehingga aman dikonsumsi.
"Untuk merek diberi nama kopi tulang. Secara filosofi bukan sekadar ditanam di atas tulang belulang tapi juga ada sensasi. Tapi tetap aman dikonsumsi," tutur Taqroni.
Tempat pemakaman umum sendiri juga termasuk salah satu ruang terbuka hijau. Dengan menanam pohon tegakan produktif akan ada banyak manfaat secara ekologi dan ekonomi. Semakin banyak menanam pohon tegakan ini, makam juga berfungsi paru–paru kota.
"Bisa menghasilkan oksigen lebih baik lagi. Secara ekonomi, para penggali kubur juga bisa mendapat penghasilan tambahan dari hasil panen ini," ucapnya.
Advertisement
Wisata Edukasi Sejarah
Makam Belanda dan kebun kopi bakal jadi perpaduan wisata edukasi dikelola Pokdarwis Kuburan Londo. Sebuah paket wisata yang menawarkan pendidikan sejarah tentang kolonialisme dan kopi.
Juru bicara Pokdarwis Kuburan Londo, Hariani mengatakan, paket wisata yang ditawarkan cukup terjangkau kantong, yakni seharga Rp100 ribu untuk satu kelompok dengan jumlah maksimal 30 orang.
"Dipandu berkeliling, diceritakan orang Belanda dengan latar belakangnya yang dimakamkan di sini. Serta kami beri dua bungkus kopi tulang sebagai buah tangan," kata Hariani.
Pengolahan kopi pascapanen dari kebun bekerjasama dengan usaha kopi milik salah seorang ahli waris makam. Ada dua kemasan yang disediakan dengan ukuran 150 gram dan dijual seharga Rp25 ribu serta 450 gram dijual Rp75 ribu.
Sejauh ini, rata–rata ada ratusan pengunjung di wisata edukasi ini. Bahkan, di momen tertentu berkaitan dengan perayaan peribadatan bisa sampai ribuan orang. Salah satu peribadatan itu misalnya misa arwah. Pokdarwis enggan melayani permintaan wisata malam yang berbau mistis.
"Ini konsepnya wisata edukasi tentang sejarah, tidak ada niat ke hal berbau mistis," ujar Hariani.
Â
Menyiapkan Museum
Hariani menambahkan, rencananya salah satu ruangan di pemakaman ini bakal dimanfaatkan sebagai museum. Berisi berbagai penjelasan tentang makam. Sehingga edukasi salah satu ikon sejarah Kota Malang ini bisa lebih utuh
"Rencananya Juni mendatang akan diresmikan. Membantu pengunjung mempermudah belajar sejarah," tutur Hariani.
Kompleks makam Belanda ini salah satu cagar budaya Kota Malang. Dibangun sekitar 1920 saat bouwplan III atau rencana perluasan kota tahap ketiga. Sebagai makam eropa khususnya Belanda lantaran makam sebelumnya sudah tidak mampu menampung.
Di TPU Nasrani Sukun ini ada ribuan makam dengan 200 di antaranya adalah makam orang eropa khususnya Belanda di masa kolonial. Mereka berasal dari beragam latar belakang mulai dari perwira tentara Belanda, misionaris, pendiri rumah sakit dan sebagainya.
"Ada yang bisa didokumentasikan, tapi banyak pula yang sulit dilacak. Tapi kami terus meneliti tentang ini, buku tentang sejarah pekuburan ini sudah siap," ujar Hariani.
Misalnya Rob van de ven Renardel de Lavallete, ketua klinik kesehatan Hindia Belanda. Letnan Georges Lodewijk Geuvels, perwira KNIL. Dolira A Chavid, dipercaya pendiri prostitusi Dolli Surabaya, Johhanes Emde, penginjil sekaligus guru pendiri Gereja Kristen Jawi Wetan.
Perkebunan kopi di Indonesia sekarang ini hampir semuanya adalah peninggalan masa kolonial Belanda 1870 - 1930. Terutama setelah pemerintah Hindia Belanda menerbitkan Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) periode liberalisme di eropa.
Saat itu, wilayah Malang selatan banyak dibuka untuk perkebunan kopi dan gula. Baik yang dikelola pemerintah kolonial maupun dikuasai perusahaan swasta asing. Kawasan di Malang yang terkenal yaitu Amstirdam, akronim dari Ampelgading, Tirtoyudo, dan Dampit.
Pada saat itu, Malang masih merupakan bagian dari Karesidenan Pasuruan. Maraknya perkebunan kopi itu, turut andil pula mempercepat perkembangan Malang. Hingga akhirnya ditetapkan gemeente atau Kotamadya Malang pada 1914.
Advertisement