Sukses

Menelisik Keaslian Kiai Naga Siluman Sebagai Pusaka Diponegoro

Sejarawan dan peneliti Pangeran Diponegoro menyebutkan bahwa dalam Babad Diponegoro, tak satupun memuat nama keris Kiai Naga Siluman.

Liputan6.com, Semarang - Raja Belanda Willem Alexander dan Ratu Maxima sudah mengembalikan keris Kiai Naga Siluman milik Pangeran Diponegoro. Keris itu berada di Belanda selama 189 tahun. Diserahkan Raja Belanda kepada Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.

Memang usai perang Jawa, tahun 1831 keris Kiai Naga Siluman berada di tangan Belanda dan menjadi koleksi Museum Volkenkunde (Museum Etnlogi), Leiden. Sejarawan Inggris dan peneliti kisah Pangeran Diponegoro, Peter Brian Ramsey Carey menyebutkan keris ini hampir hilang dari catatan museum akibat keteledoran luar biasa dari pihak Museum Volkenkunde.

Dugaan Peter tentang hal ini adalah kemungkinan adanya motif politik dan ekonomi saat keris ini diserahkan bertepatan dengan kunjungan Raja Belanda ke Indonesia. Dugaan itu seperti diamini karena dalam pidato Raja Willem di Istana Bogor, menyempatkan diri meminta maaf.

"Selaras dengan pernyataan pemerintahan saya sebelumnya, saya ingin menyampaikan penyesalan saya dan permohonan maaf untuk kekerasan yang berlebihan dari pihak Belanda di tahun-tahun tersebut," kata Raja Willem.

Peter Brian Ramsey Carey adalah sosok yang mendalami sejarah Pangeran Diponegoro. Dalam bukunya "The Power of Prophecy : Prince Dipanagara and the End of an Old Older in Java, 1785-1855 (2007)" ditulis detail segala hal tentang Diponegoro. Nama Peter langsung menjadi rujukan berbagai media bersamaan dengan pengembalian Keris Kiai Naga Siluman ini.

Keris Kiai Naga Siluman memang telah diteliti dan diklarifikasi menjadi keris milik Pangeran Diponegoro oleh Belanda, Swiss, dan Indonesia sejak 2017. Peter Carey sendiri meyakini bahwa keris ini keris pusaka andalan bagi Diponegoro.

"Diponegoro tidak pernah menyebutkan keris ini dalam autobiografinya, Babad Diponegoro yang setebal 1.100 halaman," kata Peter Carey kepada Liputan6.com.

Babad Diponegoro adalah naskah yang ditulis Pangeran Diponegoro sendiri ketika ia diasingkan di Sulawesi Utara pada tahun 1832 hingga 1833. Naskah ini diakui oleh UNESCO sebagai warisan ingatan dunia atau memory of the world. Naskah ini juga ditulis menggunakan aksara Arab Pegon.

Peter juga meyakini masih belum ada catatan sejarah yang membuktikan jika keris ini diberikan kepada Belanda dengan sengaja oleh Diponegoro. Bahkan keris Kiai Naga Siluman juga tidak termasuk ke dalam daftar benda pusaka berharga Diponegoro yang diserahkan pihak keluarga pasca penangkapan Dipnegoro.

2 dari 3 halaman

Meragukan

Keraguan datang dari keturunan Pangeran Diponegoro. Tak hanya itu, kurator Museum Keris Nusantara juga meragukan bahwa yang dikembalikan adalah keris Kiai Naga Siluman. 

Keraguan ini dijawab Sri Margana, anggota tim verifikator penelitian Keris Kiai Naga Siluman itu. 

"Saya ditugaskan memverifikasi apakah penelitian sejak 1984 hingga kemarin sudah akurat atau belum. Saya menyimpulkan bahwa mereka sudah cukup menghadirkan bukti arsip yang sangat kuat," kata anggota Sri Margana.

Selain Margana, verifikasi juga dilakukan oleh empat peneliti dan satu tim verifikator dari Austria. Dua pembuat keris (empu) dari Indonesia juga didatangkan untuk memeriksa keris itu.

Dalam arsip tulisan Sentot Alibasyah Prawirodirdjo ditulis dengan tulisan berbahasa Jawa dan beraksara Jawa. Sentot menulis 'Saya menyaksikan sendiri Pangeran Diponegoro menghadiahkan Keris Naga Siluman kepada Letnan Kolonel Cleerens.'

Jan-Baptist Cleerens adalah komandan lapangan yang menjalin 'gentlement agreement' dan dipercaya oleh Diponegoro, maka Diponegoro menghadiahkan keris itu ke Cleerens sebagai tanda kepercayaan. Diponegoro akhirnya ditangkap Jenderal De Kock di Magelang.

Di tulisan Sentot itu terdapat penyebutan nama keris 'Naga Siluman'. Tulisan Sentot yang berbahasa dan aksara Jawa itu kemudian diterjemahkan ke bahasa Belanda oleh Raden Saleh. Raden Saleh melihat langsung keris itu dan mendeskripsikan ciri fisik keris itu, tepat di samping tulisan Sentot.

"Raden Saleh memberi catatan dalam Bahasa Belanda, dituliskannya bahwa keris Naga Siluman itu punya luk berjumlah 11," kata Margana.

Simak video pilihan berikut:

 

 

3 dari 3 halaman

Nagasasra Beda Sebutan?

Keris itu disimpan di Museum Volkenkunde, Leiden dengan nomer inventais RV-360-8084. Nomor itu disematkan di gagang dan warangka (sarung keris). Tak ada penjelasan bahwa keris ini bernama Kiai Naga Siluman, namun hanya dituliskan bahwa pemilik sebelumnya adalah Pangeran Diponegoro.

Kemudian keris ini diidentifikasi dengan ciri-ciri fisik yang disampaikan Raden Saleh. Maka benarlah, keris bernomor RV-360-8084 inilah yang merupakan Keris Kiai Naga Siluman.

"Dhapur (rancang bangun)-nya dhapur Nagasasra, tapi karakteristik yang membuat saya yakin itu Naga Siluman yakni pada bagian ganja (bagian pangkal dari bilah keris) ada relief Naga Siluman," kata Margana.

Sebelumnya, keturunan ketujuh Pangeran Diponegoro, Roni Sudewo meragukan bahwa keris yang sudah dihadirkan di Istana Bogor itu adalah keris Kiai Naga Siluman. 

"Fisiknya itu dhapur keris Nagasasra, itu kalau bicara dhapur ya," kata Roni.

Roni tak menyebut bahwa keris yang dikembalikan bukan keris Diponegoro. Ada kemungkinan keris Kiai Naga Siluman tidak merujuk pada dhapur, melainkan sebutan. Dalam tradisi Jawa, memang ada kebiasaan menamai benda-benda khusus dengan nama dan bahkan gelar sesuai dengan kemauan pemiliknya.

 

(Erlinda Puspita Wardhani-Semarang)