Liputan6.com, Jepara - Mari berkisah tentang tragedi kemanusiaan. Kisah ini diceritakan Rosyid, seorang pengemudi ambulans Desa Mambak, Kecamatan Pakis Aji, Kabupaten Jepara.
Sehari-hari, Rosyid selalu bersemangat mengantar pasien dari desanya ke puskesmas di kecamatan. Pun begitu pada Senin (16/03/2020), tatkala ia harus mengantarkan Mbah Lukita. Rosyid mengaku akan menekan pedal gas semaksimal mungkin menyesuaikan situasi jalan.
"Biasa Mas, agar pasien segera mendapat pertolongan,” kata Rosyid kepada Liputan6.com, Jumat (20/03/2020).
Advertisement
Baca Juga
Rosyid berangkat dari rumah Mbah Lukitah di Desa Mambak menuju Puskesmas Pakis Aji siang sekitar jam 12.00. Mbah Lukitah langsung diperiksa dan mendapat surat rujukan ke Rumah Sakit Umum Daerah Jepara.
"Kondisi Mbah Lukitah memang sudah payah, maka berangkatlah kami ke rumah sakit menggunakan ambulans Desa Mambak," katanya.
Perjalanan dari Puskesmas kecamatan menuju RSUD ditempuh dalam waktu 30 menit. Itu sudah termasuk cepat karena Rosyid menginjak gas secara maksimal.
Tiba di RSUD, salah satu pengantar yang ikut di ambulans itu segera turun. Tujuannya agar bisa mengambil bed dan bisa mendorong ke IGD untuk diperiksa.
"Yang lain masih menunggu di ambulans, sementara ada yang minta ‘gledek’ bed untuk membawa pasien dari ambulans ke dalam rumah sakit RA Kartini Jepara," kata Rosyid.
Tak Diberi Bed untuk Menunggu
Celakanya, permintaan tersebut ditolak. Kembali ke ambulans dan melapor. Si pengantar tadi juga menceritakan alasan penolakan yang dirasa menyakitkan.
"Pak minta gledek kata pengantar tadi ke salah satu petugas berbaju putih memakai masker. Ternyata oleh petugas itu dijawab menyakitkan ‘gledek-gledek opo wes orak ono' (minta bed, emangnya sudah mati pasiennya?)’ begitu petugas tadi menjawab," kata Rosyid menirukan petugas.
Tidak mendapatkan bed rumah sakit untuk menurunkan Mbah Lukitah, maka ambulans itu masih menunggu di depan IGD. Mbah Lukitah masih bertahan di dalam ambulans dan tak diturunkan karena kondisi tak memungkinkan.
"Kami menunggu bersama pasien di dalam ambulan desa. Terlalu lama menunggu dan tak tega melihat Mbah Lukitah, salah satu cucunya memberanikan diri masuk dan minta petugas memeriksa. Alhamdullilah petugas kesehatan datang. Setelah melihat kondisi pasien, masuk kembali tanpa keterangan apa pun," kata Rosyid.
Kembali mereka harus menunggu. Lima menit kemudian, seorang petugas security mendatangi mereka dan diminta mendaftar. Mereka juga diberi antrean nomer 19 dan harus tetap menunggu.
"Karena tak ada bed, maka Mbah Lukita kembali menunggu di dalam ambulans, dan kami menemani di dalam ambulans yang terparkir di depan UGD," kata Rosyid.
Simak video kisah mbah Lukitah berikut:
Advertisement
Diusir Dari Depan IGD
Lagi-lagi satpam mendatangi mereka dan melarang parkir di depan IGD. Ketika dijelaskan bahwa kondisi mbah Lukitah sudah darurat, mereka tetap diminta menunggu di tempat parkir.
"Karena tidak bisa membawa masuk pasien, akhirnya kamipun membawa pasien ke tempat parkir karena pasien memang sudah tidak mungkin untuk diturunkan dari ambulan," kata Rosyid.
2 jam mereka menunggu kami menunggu di tempat parkir. Lagi-lagi mereka panik dan hendak mengundang petugas namun mbah Lukitah akhirnya meninggal tanpa penanganan dari petugas kesehatan.
"Nangis hati ini ya Allah. Kami marah kepada rumah sakit dan tak satu pun ada yang menjawab atau menjelaskan apalagi bertanggung jawab," kata Rosyid.
Rosyid mengaku tak ingin mempermalukan siapapun. Baginya kematian adalah takdir ilahi. Namun perlakuan yang lari dari tanggungjawab profesi itu yang dipersoalkan.
"Kami hanya ingin dikemudian hari tidak ada mbah Lukitah lain yang diperlakukan seperti ini, kemana kami harus mengadu?” kata Rosyid.