Liputan6.com, Pekanbaru - Pandemi virus corona covid-19 dimanfaatkan bagi segelintir orang mengambil keuntungan lebih. Salah satunya masker yang sulit ditemukan sejak virus ini terjadi di China.
Misalnya di Pekanbaru. Sejak awal Maret lalu, sebagian besar apotek tidak lagi menjual masker karena kehabisan stok ataupun tidak mendapat kiriman dari agen.
Kalaupun ada, harga naik berlipat-lipat. Jika biasanya satu lembar paling tinggi Rp2 ribu, saat ini hampir Rp14 ribu per helai.
Advertisement
Meski sulit ditemukan di sejumlah apotek, masker malah mudah dicari di sejumlah supermarket ataupun minimarket. Tentu saja harganya jauh di atas normal.
Baca Juga
Jika biasanya masker standar N-95 hanya Rp15 ribu, kini harganya sudah Rp60 ribu per lembar.
Mahalnya masker tak membuat warga mengurungkan niat membelinya. Apalagi saat ini jumlah penderita virus corona ataupun terdapat gejalanya bertambah tiap hari.
Masyarakat ingin melindungi diri walaupun pihak dinas kesehatan selalu menyatakan masker hanya untuk orang sakit.
Sikap masyarakat membeli masker ini juga sebagai antisipasi. Mana tahu ada orang yang terinfeksi ataupun terdapat gejala sengaja menularkan kepada orang sehat.
Seperti diungkapkan Wulan, mahasiswi salah satu peguruan tinggi di Pekanbaru. Dia menyebut sudah banyak menghabiskan uang membeli masker standar karena masa pakainya tidak bisa berhari-hari.
"Satu hari habis itu buang, beli lagi walau harganya Rp13,5 ribu. Kalau beli satu kotak bisa Rp400 ribu bahkan lebih, beli satu-satu saja walaupun mahal juga," katanya.
Wulan mengaku sudah mencari masker ke sejumlah apotek di daerah tinggalnya di Kecamatan Tampan. Hasilnya selalu nihil karena pelindung ini selalu hilang dari peredaran.
"Kalau di Supermarket tidak sesulit di apotek, lebih mudah didapat," katanya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Belum Ada Aturan
Terkait tingginya harga masker ini, Kepala Dinas Perdagangan Kota Pekanbaru Ingot Hutasuhut mengaku tidak bisa berbuat apa-apa. Dia menyebut masker bukanlah benda yang harganya dibatasi.
"Kan (masker) tidak termasuk barang-barang yang dipatok harganya," terang Ingot.
Menurut Ingot, pembatasan harga masker harus dilakukan instansi lebih tinggi, pemerintah pusat misalnya. Dengan demikian akan ada acuan harga masker di pasaran.
"Kalau kita gak ada kewenangan memaksa orang harus harganya sekian, perlu kebijakan bersama," katanya.
Ingot juga menyatakan dinasnya tidak bisa menetapkan harga karena masker bukanlah seperti komoditas lainnya. Misalnya seperti gas elpiji yang ada harga eceran tertinggi (HET).
"Ada hukum dagangnya, gak ada HET (masker)," kata Ingot.
Advertisement