Sukses

Kisah Pilu Rombongan Pengantin Terjebak Lockdown di Purbalingga

Kebijakan ini diambil setelah pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19 terkonfirmasi positif. Celakanya, PDP ini dipulangkan sebelum hasil tes swab keluar

Liputan6.com, Purbalingga - Rombongan pengantin laki-laki dari Lampung baru saja tiba di Desa Gunungwuled, Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga, Sabtu malam (28/3). Namun, bukan sambutan karpet merah yang mereka jumpai. Mereka justru diadang para pemuda di gerbang desa, yang difungsikan sebagai posko Corona Covid-19.

Rombongan calon pengantin tak tahu bahwa Gunungwuled telah lockdown. Lalu lintas warga dijaga ketat. Mereka akhirnya digiring ke Posko Penanggulangan Covid-19 di balai desa setelah melalui serangkaian protokol kesehatan.

"Kami sedang pikirkan bagaimana ijab kabul tetap terselenggara tanpa ada kerumunan," ucap Kepala Desa Gunungwuled, Nashirudin Latif, melalui sambungan telepon.

Penjagaan ketat itu bukan ulah preman kampung, tetapi kebijakan resmi pemerintah desa. Kepala Desa Gunungwuled nekat melawan arus kebijakan presiden dengan menutup akses ke desa terletak di ujung timur Purbalingga ini.

"Untuk keselamatan warga, saya berani berdebat dengan siapa pun," kata dia.

Kebijakan ini diambil setelah pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19 terkonfirmasi positif. Celakanya, PDP ini dipulangkan sebelum hasil tes swab keluar. Alasannya, kondisi pasien membaik, sehingga ruang isolasi bisa digilir untuk pasien lain.

Di rumah, pasien perempuan 15 tahun yang pulang dari Jakarta ini dijenguk sanak saudara dan tetangga. Terhitung, 80 orang membuat kontak dengan pasien. Mereka tinggal di Dusun VI Desa Gunungwuled.

"Sebanyak 30 KK yang terdiri dari 90 jiwa kami isolasi di rumah, mereka tidak boleh keluar rumah," ujar Nashirudin, menjelaskan kondisi para ODP Covid-19.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Warga Terisolasi Tak Dilayani Puskesmas dengan Maksimal

Nashirudin tak mau ambil risiko. Satu dusun itu ia lockdown. Sebagai konsekuensinya, desa membiayai kebutuhan pangan 90 orang itu selama 14 hari.

"Satu orang dijatah Rp50 ribu per hari," kata dia.

Dana diambil dari anggaran cadangan bencana sebesar Rp25 juta. Sebanyak Rp21 juta sudah dialokasikan untuk kompensasi warga terisolasi.

"Warga Dusun VI ada 245 KK, sekarang yang 215 KK sedang meminta kompensasi yang sama dengan 30 KK yang berstatus ODP karena ikut terisolasi," ujar dia mengeluh.

Permasalahan warga bukan saja di Kadus VI. Nashirudin juga mengeluhkan kebijakan desa tetangga yang menutup akses jalan, sehingga satu dusun di Gunungwuled terisolir.

Ada dua desa yang harus dilewati sebelum sampai ke Gunungwuled. Dan keduanya menutup akses jalan karena tak mau ada warganya yang tertular.

"Warga kami sedang berusaha membantu warga lain dengan mengisolasi diri di rumah agar warga yang lain tidak tertular. Kami berharap dalam kondisi seperti ini kita saling membantu," ujar dia.

Belum lagi diskriminasi yang dialami warganya ketika memeriksakan diri ke Puskesmas. Nashirudin menangkap ada kekhawatiran petugas kesehatan ketika memeriksa kondisi ODP. Imbasnya, warga tidak mendapatkan pelayanan yang memadai.

"Kami sadar petugas kesehatan garda terdepan penanganan COVID-19, tapi warga juga berhak mendapat pelayanan," ujar dia.