Sukses

Lantunan Doa 7 Ondoafi Port Numbay Usir Corona

Lantunan doa dan lagu pujian dengan bahasa Nafri membuka ritual adat 7 ondoafi atau kepala suku di Port Numbay untuk menolak penyebaran corona COVID-19 di tanah Papua

Liputan6.com, Jayapura - Lantunan doa dan lagu pujian dengan bahasa Nafri membuka ritual adat 7 ondoafi atau kepala suku di Port Numbay usir penyebaran corona COVID-19 di tanah Papua. Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kota Jayapura sengaja melakukan upacara tolak bala itu.

Ketua LMA Port Numbay, George Awi menyebutkan upacara tolak bala telah dilakukan para leluhur secara sakral. Ritual adat biasanya untuk mengusir kesusahan ataupun musibah yang menyerang warga setempat.

“Seiring berjalannya waktu, kami melakukan upacara ritual dengan memanjatkan doa dan pujian dengan bahasa daerah, sesuai dengan kearifan lokal,” kata George, usai melakukan upacara tolak bala, Rabu (15/4/2020).

George dan 7 orang ondoafi yakin dengan kepercayaan yang dimiliki, serta campur tangan Tuhan, maka warga di Kota Jayapura dan Papua pada umumnya dapat selamat dari bahaya corona.

Wali Kota Jayapura, Benhur Tomi Mano menyebutkan semua pihak terus melakukan perang terhadap corona, termasuk yang saat ini dilakukan oleh  tenaga kesehatan.

“Tokoh agama dan tokoh adat di Port Numbay selalu berdoa untuk pandemi corona cepat berlalu. Dengan caranya masing-masing semua pihak sedang berupaya mencegah penyebaran corona,” kata Benhur.

Kata Benhur, untuk ritual adat yang dilaksanakan oleh ondoafi di Kota Jayapura diharapkan dapat mengusir pandemi dari negeri ini.

“Saya menyampaikan terima kasih atas peran semua pihak untuk bersama mencegah penyebaran COVID-19 di Papua. Termasuk kepada masyarakat harus tetap ikuti aturan pemerintah, tetap di rumah dan hindari kerumunan,” ujarnya.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ritual Makan Bersama

Ritual adat di Papua erat hubungannya dengan makan bersama. Termasuk dalam tolak bala. Kepala Kampung Enggros, Orgenes Meraudje menyebutkan saat melakukan ritual adat, biasanya disiapkan makanan lokal.

“Ada babi, sagu, papeda, ikan dan ubi, serta sirih dan pinang. Semua makanan lokal. Makanan ini setelah didoakan akan disantap bersama dengan warga di kampung,” kata Orgenes.

Untuk melakukan ritual adat, telah disepakai hari, tanggal dan lokasi yang ditentukan bersama oleh para ondoafi. Sebelunya, ritual adat diPort Numbay pernah dilakukan di Kayu Pulo untuk penyembuhan penyakit.

“Orang-orang yang sakit kala itu datang ke Kayu Pulo untuk diobati oleh tetua adat dengan ritual adat mengusir penyakit,” jelasnya.

Sementara itu, pada ritual adat di wilayah pegunungan tengah Papua, dibarengi dengan proses bakar batu. Bakar batu selalu berisi makanan berupa daging babi, umbi-umbian dan sayuran.

Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto menyebutkan budaya bakar batu pada masyarakat pegunungan Papua menggambarkan manusia dapat berinteraksi dengan alam dan leluhur.

“Masyarakat pegunungan Papua percaya dengan upacara bakar batu akan mendatangkan kesuburan, kedamaian, kekayaan alam yang melimpah, kesehatan, berkat bagi kehidupan masyarakat setempat, dan hal positif lainnya,” kata Hari.

Bakar batu juga dipercayai dapat mengusir roh jahat. Binatang yang dikurbankan adalah babi. “Babi sebagai simbol persembahan sesuai dengan kepercayaan setempat yang telah diakui dan dilakukan turun-temurun bahwa babi memiliki nilai tinggi,” ujar Hari.

Berkaitan dengan adanya pandemi COVID-19, maka bakar batu dapat menjadi solusi secara adat budaya, sebagai ritual mengusir roh jahat dan pandemi corona yang menyertainya.  

“Untuk kali ini, berkaitan dengan corona, maka bakar batu jangan dilakukan berkerumun. Cukup para tetua adat mendoakan prosesi adat, lalu membagikan makanan kepada warga di rumahnya masing-masing untuk menyantap hasil olahan bakar batu,” katanya.

Simak video pilihan berikut ini: