Sukses

Pembalakan Liar Terjadi di Hutan Mangrove Lantebung Makassar di Tengah Wabah Covid-19

Dengan menggunakan dua unit alat berat jenis ekskavator, dan tali sling, mereka merobohkan ratusan pohon Mangrove dengan menggunakan tali sling

Liputan6.com, Makassar - Di tengah gempita pandemik virus corona, ada saja yang berlaku culas. Salah satunya, bandit pembalakan liar di kawasan hutan Mangrove Lantebung, Kelurahan Bira, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar.

Oknum tidak bertanggungjawab dari sebuah perusahaan ini jeli memanfaatkan momentum social distancing atau pembatasan sosial. Jelang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang akan diterapkan Pemkot Makassar, mulai Senin 20 April hingga 7 Mei 2020 mendatang.

Dengan menggunakan dua unit alat berat jenis ekskavator, dan tali sling. Sesuai pantauan Liputan6.com Jumat (17/4/2020), mereka merobohkan ratusan pohon Mangrove dengan menggunakan tali sling, lalu ditarik dengan menggunakan ekskavator

Ketua Kelompok Sadar Wisata Mangrove Lantebung, Sarabba mengatakan, pembalakan liar oknum dari perusahaan ini sudah sangat keterlaluan. Karena tanpa seijin pemerintah setempat seperti lurah, camat dan warga sebagai pengelola kawasan hutan wisata Mangrove. Mereka dengan berani dan nekat merobohkan 200 lebih pohon Mangrove ditengah masa social distancing atau pembatasan sosial akibat pandemik virus corona.

"Yang jelas dan pasti kami dari berbagai komunitas peduli lingkungan sangat kecewa dengan kejadian (pembalakan liar) ini. Karena usia pohon Mangrove yang ikut terangkat dengan akarnya itu usianya 30 hingga 40 tahun," kata Sarabba, Jumat (17/4/2020).

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Mangrove Rusak, Nelayan Makin Sengsara

Kebutuhan yang terus meningkat berbanding terbalik dengan pendapatan nelayan di Lantebung selama pandemik virus corona. Bukan tak mungkin, yang dilakukan hanya untuk mencari kepiting dan ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Sebab tak dipungkiri pembatasan aktivitas berskala besar yang tidak lama lagi di kota Makassar untuk mencegah penyebaran virus corona berdampak pada turunnya mata pencaharian nelayan di Lantebung.

"Kasihan nelayan di Lantebung ini karena hasil tangkapan kepiting. Tidak bisa lagi di jual ke pengumpul lalu di distribusikan ke perusahaan yang selama ini menampung hasil tangkapan nelayan Lantebung," kata Ade, tokoh pemuda Lantebung kepada Liputan6.com.

Menurut Ade, pemerintah dalam hal ini tidak keliru untuk menahan penyebaran virus Corona karena mengeluarkan berbagai kebijakan.

Pertama adalah social distancing atau pembatasan sosial. Kebijakan ini mengajak seluruh masyarakat untuk menjaga jarak dengan orang lain.

Kebijakan kedua, bekerja dari rumah atau work from home (WFH). Selain itu, pemerintah juga meminta seluruh masyarakat untuk menggunakan masker saat berada di luar rumah.

Kebijakan terbaru yang pengaruhnya paling besar dan nantinya sangat terasa, adalah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di kota Makassar.

"Dalam kebijakan ini, gerak warga sangat dibatasi dalam suatu wilayah. Tapi sayangnya sekitar 600 kepala keluarga di Lantebung ini belum tersentuh oleh yang namanya bantuan logistik dari pemerintah. Padahal jumlah nelayan tangkap di Lantebung ini jumlahnya 100 orang lebih menggantungkan hidupnya dari hasil laut," jelas Ade.

 

3 dari 3 halaman

Blue Forest dan Ormas PP Kecam Perusakan Mangrove

Pengarusutamaan isu kelautan dan pesisir di Sulawesi Selatan memang sangat minim. Alasannya karena degradasi habitat wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, rawan bencana alam dan perubahan iklim.

"Ada reklamasi pantai yang berdampak pada kerusakan lingkungan. Rendahnya penataan dan penegakan hukum, rendahnya kualitas SDM, pelibatan masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut yang belum optimal. Dan pengrusakan Mangrove di Lantebung ini sangat kami sesalkan terjadi ditengah wabah Corona," kata Yusran Nurdin Massa dari Yayasan Blue Forest.

Yusran menyatakan bahwa undang-undang akan menjadi kepentingan global dan nasional dan dapat mengikuti dari pedoman pemantauan dan evaluasi yang ada yang tersedia secara luas untuk karbon biru.

"Dengan melibatkan komunitas lokal dapat dianggap sebagai langkah strategis yang harus diambil, selain untuk melengkapi pemangku kepentingan yang lebih baik," kata Yusran.

Sementara itu Sekretaris Badan Lingkungan Hidup Pemuda Pancasila Sulsel, Herianto Arruanmengatakan, kebijakan dan strategi pembangunan kelautan dan perikanan di Sulawesi Selatan dapat dilihat dari 23 macam strategi yang didasarkan pada permasalahan, formulasi isu dan penyiapan regulasi atau peraturan salah satunya RZWP3K yang sesuai amanat UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.

"Potensi bidang kelautan dan perikanan atau pesisir dan pulau-pulau dapat dilihat dengan realitas dan kuantitas yang ada. Bukan dengan seenaknya lakukan pengrusakan Mangrove. Makanya kami akan laporkan secara resmi ke pihak berwajib oknum dari PT Dillah Group," kata Herianto Arruan.