Sukses

Curhat Dokter di Kutai Kartanegara, Kekurangan APD Hingga Beli Masker

Seorang dokter di Kabupaten Kutai Kartanegara sampai harus menulis surat terbuka karena persediaan APD untuk operasi sangat minim.

Liputan6.com, Kutai Kartanegara - Keluhan kekurangan Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga medis di rumah sakit masih terus terjadi. Seorang dokter spesialis anak, dr Bambang Surif SpA, yang bertugas di RSUD AM Parikesit, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim) sampai harus bikin surat terbuka.

Pengadaan APD untuk penanganan pasien Covid-19 memang tidak kekurangan sama sekali. Namun penanganan medis untuk operasi penanganan pasien lain dianggap terabaikan.

“Izinkan saya, dr Bambang Surif SpA, seorang ASN di RSUD AM Parikesit menyapa bapak melalui surat terbuka,” tulis Bambang Surif dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Bupati Kutai Kartanegara dan diunggah pada Selasa (21/4/2020) pagi.

Peningkatan status darurat Covid-19 di Kabupaten Kutai Kartanegara disebutnya sesuai dengan kondisi penularan virus tersebut. Apalagi jumlah pasien terinfeksi dan meninggal dunia juga terus bertambah.

Bambang kemudian mulai bercerita soal kondisi kelangkaan APD bagi tenaga medis lain yang tidak menangani pasien Covid-19. Padahal, di tengah pandemi seperti saat ini, penanganan medis, apalagi operasi, butuh APD yang sesuai dan memenuhi standar.

“Pembatasan, bahkan kelangkaan APD dirasakan oleh sebagian petugas kesehatan,” sebutnya.

Salah satu yang kurang, sebut Bambang, adalah masker N95. Masker ini seharusnya digunakan oleh semua orang yang terlibat dalam satu operasi.

“Rumah sakit hanya memberikan jatah satu buah masker N95 kepada setiap perawat, sehingga seperti kejadian tadi pagi seorang perawat sampai tidak memakai masker N95 dalam ruang operasi karena jatah maskernya sudah diambil 12 hari lalu,” papar Bambang.

Menurutnya, masker yang sudah 12 hari digunakan sangat tidak sehat dan bisa menjadi sumber infeksi baru. Sebagian perawat, tambahnya, harus membeli sendiri masker N95 yang harganya tidak murah.

“Tidak ada kedaruratan dalam pandemi, artinya kita tidak bisa menolong seseorang sampai kita merasa aman dengan perlengkapan APD standar,” katanya.

Bambang juga menulis soal dekontaminasi masker N95 yang tidak standar. Menurutnya, dekontaminasi harus menggunakan sinar Ultra Violet Germicidal Irradiation (UVGI), bukan dengan sinar matahari.

“Apakah ini sudah berlaku di RSUD AM Parikesit? Jawabnya belum sama sekali,” tambah Bambang.

Simak juga video pilihan berikut

2 dari 2 halaman

Kurangnya Baju Operasi

Kekurangan APD lain yang dikeluhkan Bambang dalam surat terbukanya adalah soal ketersediaan baju operasi. Dia bahkan sering melarang perawatnya masuk ruang operasi karena kehabisan baju operasi.

Dia pun mengaku heran mengingat baju operasi seharusnya hal yang wajib disediakan. Pengadaan baju operasi merupakan masalah kecil yang seharusnya tidak terjadi di rumah sakit sebesar RSUD AM Parikesit.

“Keperluan dana yang dibutuhkan untuk pengadaan alat tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan dampak yang terjadi jika tidak memakai APD standar,” tulis Bambang.

Sebagai petugas kesehatan, sebut Bambang, akan selalu memberikan layanan sebaik mungkin, sepanjang ada rasa aman untuk bekerja. Perlengkapan APD bagi tenaga medis mutlak harus ada.

“Dampaknya bukan hanya kepada petugas kesehatan, tapi juga bisa menjadi sumber penyebaran penyakit karena selalu bersentuhan dengan pasien,” katanya.

Di akhir tulisan, Bambang mengapresiasi kinerja Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara yang telah mengalokasikan dana cukup besar untuk penanggulangan Covid-19. Dia pun berharap sebagian kecil dana itu bisa dialokasikan untuk pengadaan APD standar.

“Sehingga kami para petugas kesehatan dapat bekerja dengan tenang,” pungkasnya.