Sukses

Belajar dari Tradisi Tolak Bala di NTT 'Ta Sena Moras', Buang dan Lupakan yang Buruk

Tradisi tolak bala ini telah dilakukan oleh nenek moyang dulu, ketika penyakit-penyakit mematikan mewabah. Sehingga masyarakat di desa kembali menggelar tradisi ini, untuk menjauhkan masyarakat dari ancaman Corona Covid-19.

Liputan6.com, Kupang - Kasus positif Corona (covid-19) terus meningkat setiap hari. Akibatnya, masyarakat Indonesia pada umumnya mulai mewaspadai diri dan keluarga dengan tidak berpergian keluar kota bahkan enggan untuk bersalaman tangan ketika bertemu.

Di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur, khususnya Desa Rai Samane, ada tradisi tolak bala yang dilakukan oleh masyarakat. Tradisi ini dengan bahasa setempat disebut "Ta Sena Moras" atau memagari kampung dari penyakit.

Dalam upacara adat itu, masyarakat mengumpulkan semua barang bekas mereka, seperti pakaian, peralatan dapur yang sudah tidak digunakan lagi, dimasukkan ke dalam bakul atau karung-karung, lalu dikumpulkan di suatu tempat sebelum dibuang ke hutan, atau anak sungai yang berada di batas kampung.

Masyarakat Desa Raisamane yang berada di wilayah Kecamatan Rinhat itu membawa barang bekas mereka dari rumah masing-masing ke kampung lama (Leo laran), untuk dibuatkan upacara adat yang disebut "Kose Mama". Semua masyarakat tak terkecuali akan diolesi siri pinang di kening mereka oleh tetua adat, yang dipercaya bisa menjauhkan dari segala penyakit termasuk Virus Corona.

Para pemuda dikumpulkan untuk membuang barang-barang bekas itu. Mereka dipagari tali di samping kiri kanan, agar tidak berseliweran berjalan ke arah batas kampung. Para pemuda desa juga ditegaskan untuk tidak melihat kembali ke belakang, ketika pulang usai membuang barang-barang bekas itu.

Kepala Desa Rai Samane, Agustinus Nahak menjelaskan, tradisi tolak bala ini telah dilakukan oleh nenek moyang dulu, ketika penyakit-penyakit mematikan mewabah dan mengancam nyawa manusia. Sehingga masyarakat di desanya kembali menggelar tradisi ini, untuk menjauhkan masyarakat dari ancaman Corona Covid-19.

"Semua barang bekas di rumah masyarakat dikumpulkan untuk dibuang. Tradisi ini tidak sembarang dilakukan, hanya dilakukan ketika wabah penyakit mematikan mengancam, seperti Virus Corona. Ini kita lakukan supaya masyarakat Desa Rai Samane terhindari dari Virus Corona," katanya, Rabu (22/4/2020).

Menurut Agustinus, tradisi tolak bala "Ta Sena Moras" ini pernah digelar puluhan tahun lalu, ketika masyarakatnya terserang wabah penyakit kulit. "Tradisi ini kita gelar kembali ketika berita tentang Virus Corona terjadi di mana-mana, sehingga desa dan masyarakat kami bisa bebas dari penyakit ini," ujarnya.

Tradisi Tolak Bala ini dilakukan dengan harapan, masyarakat Desa Raisamane tidak lagi panik dan terhindar dari wabah Virus Corona. "Kami doakan Virus Corona cepat berlalu dari Indonesia, sehingga masyarakat tidak takut lagi dan kembali beraktivitas seperti biasa," tutup Agustinus.

Simak juga video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Kearifan Lokal

Selain di Kabupaten Malaka, masyarakat Kecamatan Witihama, Kabupaten Flores Timur, NTT juga melakukan ritual yang sama. Mereka menggelar ritual adat tolak bala mencegah virus Corona. Kegiatan itu dipusatkan di Desa Oringbele, Kecamatan Witihama, Kabupaten Flores Timur, Senin (20/4/2020).

Camat Witihama, Laurensius Lebu Raya mengatakan, ritual “Tolak Bala” ini merupakan bagian dari kearifan budaya lokal masyarakat Witihama yang digelar untuk mencegah atau melindungi masyarakat dari berbagai musibah atau malapetaka. Ritual adat itu diikuti oleh unsur masyarakat, pemerintah kecamatan, serta semua kepala desa, para tokoh adat, dan tokoh agama.

"Hari ini kami semua dari unsur masyarakat, pemerintah kecamatan serta semua kepala desa serta para tokoh adat dan tokoh agama menggelar ritual Tolak Bala untuk mencegah masuknya serangan virus corona," katanya.

Selain untuk mencegah masuknya serangan virus corona, ritual ini digelar karena sejumlah peristiwa tidak biasa yang melanda masyarakat setempat. Peristiwa itu di antaranya serangan hama pertanian maupun peristiwa kematian beruntun yang melanda masyarakat di kecamatan setempat.

"Karena itu ritual adat ini digelar sebagai satu kesatuan untuk menolak semua musibah atau yang dikenal masyarakat dengan istilah Nuun Maran," katanya.

Dia mengatakan, para kepala desa setempat telah diminta untuk bergandengan tangan bersama masyarakat serta tokoh-tokoh adat dan agama untuk mengatasi berbagai ancaman bencana. Pihaknya melalui pemerintah desa terus mengimbau kepada masyarakat untuk melakukan langkah-langkah pencegahan penyebaran virus corona sesuai dengan protokol penanganan yang disampaikan pemerintah.

Pemerintah daerah juga terus berupaya agar warga setempat tidak terserang virus yang telah memakan banyak korban jiwa di berbagai daerah di Indonesia itu.

"Kami berharap dengan melibatkan peran semua unsur ini, maka berbagai ancaman bencana segera berlalu. Aktivitas masyarakat pun bisa kembali normal," dia menandaskan.