Sukses

Kisah Pilu Bocah di NTT, Hidup Sebatang Kara Berteman Pelita dan Harapan

Mersi Kase, bocah kelas 6 SDN Oevetnai, desa Weulun, kecamatan Wewiku, kabupaten Malaka, NTT ini hidup sendirian di rumah.

Liputan6.com, Kupang - Liputan6.com,Kupang- Mersi Kase, bocah kelas 6 SDN Oevetnai, desa Weulun, kecamatan Wewiku, kabupaten Malaka, NTT ini hidup sendirian di rumah. Kedua orangtuanya berangkat menjadi buruh di Kalimantan.

Pasca-Covid-19, orangtua Merci, tidak lagi mengirimkan uang. Saban hari, Mersi, berharap dari pemberian tetangga untuk bisa bertahan hidup. Ia makan seadanya, jagung, dan sayur, makanan kesehariannya.

Meski hidup sebatang kara, di sekolah, Merci dikenal sebagai siswa berprestasi. Ia selalu juara di kelasnya. Di musim covid, Mersi menghabiskan waktunya untuk belajar di rumah hingga menulis puisi.

Kepada wartawan, Merci, menuturkan, ayahnya berangkat ke Kalimantan saat ia masih duduk di kelas tiga. Merci pun ditinggal sendiri bersama ibunya. Untuk membantu ibunya, ia berjualan kue di sekolah hingga berjualan sayur usai jam sekolah.

"Ayah ingin memperbaiki rumah dan ingin saya bisa sekolah, makanya merantau cari uang," ujarnya kepada wartawan, Sabtu (2/5/2020).

Dua tahun ditinggal ayah, pada akhir 2019 lalu, sang ibu pun pergi menyusul ayahnya. Di sana, kedua orangtua Merci, bekerja di perusahaan kelapa sawit. Merci pun hidup sebatang kara di gubuk peninggalan orangtuanya.

Dari masak, hingga mengurus rumah, ia lakukan sendiri. Setiap bulan, ia mengaku, dikirimkan uang berkisaran Rp100 hingga Rp200 ribu. Dari uang itu, Merci menggunakannya untuk keperluan sekolah dan makan di rumah.

Namun, pasca-wabah Covid-19 melanda Indonesia, Merci tak lagi menerima kiriman uang. Kedua orangtuanya, dirumahkan perusahaan. Meski dirumahkan, keduanya belum bisa pulang, karena akses pelayaran dan penerbangan ke NTT masih ditutup.

"Kalau beras habis, biasa diberi keluarga atau tetangga. Kadang hanya jagung saja," ungkapnya.

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Rumah Tanpa Listrik dan WC

Desa Weulun, memang masih terisolir seakan luput dari perhatian pemerintah. Akses jalan menuju wilayah ini pun masih rusak.

Di dusun Wetalas, sebanyak 44 rumah warga belum menikmati listrik. Mereka menggunakan lampu pelita sebagai penerangan, termasuk di rumah Merci.

"Saya dari kelas 1 sudah biasa belajar pakai pelita. Kalau jam tidur dimatikan, agar hemat minyak tanah," kata Merci.

"Biar pakai pelita, tetapi saya dari kelas satu sampai kelas enam, selalu juara satu atau dua. Saya ingin jadi dokter, Doakan supaya orangtua saya bisa kumpul uang," sambahnya.

Selain belum ada listrik, rumah Merci pun belum memiliki WC. Merci pun terpaksa harus ke hutan jika hendak BAB.

Menurut kepala dusun Weulun, Yakomina Bano, sebanyak 48 Kepala Keluarga (KK) di dusun itu, belum menggunakan listrik. Bahkan, dari 48 rumah itu, hanya satu rumah yang memiliki WC.

"Sudah kita ajukan, tetapi sampai sekarang belum terjawab," ungkapnya.

3 dari 3 halaman

Puisi untuk Guru dan Doa Ulang Tahun

Merci Kase, ternyata berulang tahun di 2 Mey, bertepatan dengan hari pendidikan nasional (Hardiknas). Tak ada kue ulang tahun atau ucapan seperti anak-anak lain seusia dia.

Airmatanya menetes saat ia mengaku tak bisa menelepon orangtuanya di hari bahagianya. Padahal, ia sudah rela berjalan kaki ke desa tetangga hanya untuk mengecas handphonenya.

"Malamnya, bapa dengan mama telepon dan minta saya siap cas handphone, karena besoknya tanggal 2 Mey, saya ulang tahun. Paginya saya jalan kaki cas di rumah keluarga. Setelah cas, saya kembali ke rumah untuk menelepon, tetapi tidak diangkat, mungkin bapa dengan mama sedang bekerja," tuturnya.

Untuk membuang kesedihan, di depan sejumlah wartawan, Mersi membacakan puisi untuk guru berjudul: Pahlawan Pendidikan.

Jika dunia kami yang dulu kosong

tak pernah kau isi

Mungkin hanya ada warna hampa, gelap

tak bisa apa-apa, tak bisa kemana-mana

Tapi kini dunia kami penuh warna

Dengan goresan garis-garis, juga kata

Yang dulu hanya jadi mimpi

Kini mulai terlihat bukan lagi mimpi

Itu karena kau yang mengajarkan

Tentang mana warna yang indah

Tentang garis yang harus dilukis

Juga tentang kata yang harus di baca

Terimakasih guruku dari hatiku

Untuk semua pejuang pendidikan

Dengan pendidikanlah kita bisa memperbaiki bangsa

Dengan pendidikanlah nasib kita bisa dirubah

Apa yang tak mungkin kau jadikan mungkin

Hanya ucapan terakhir dari mulutku

Di hari Pendidikan Nasional ini

Gempitakanlah selalu jiwamu

Wahai pejuang pendidikan Indonesia.