Liputan6.com, Banten - Surat permohonan peminjaman uang dari Pemprov Banten ke Bank Jabar-Banten (BJB) senilai Rp800 miliar mendadak jadi perbincangan hangat di masyarakat.  Â
Pinjaman uang nyaris Rp1 triliun itu tertuang dalam sebuah surat dengan kop lambang Garuda bernomor 980/934-BPKAD/2020 perihal Pemberitahuan kepada DPRD Banten tertanggal 29 April 2020.
Baca Juga
Surat tersebut tertulis:
Advertisement
"Disampaikan bahwa dampak pandemi covid-19 berpengaruh terhadap sumber-sumber penerimaan daerah, baik pendapatan asli daerah maupun pendapatan dana perimbangan, sedangkan belanja daerah kebutuhan penanganan covid-19 seperti penanganan kesehatan, penanganan dampak ekonomi dan penyediaan jaring pengaman sosial harus segera direalisasikan dalam waktu dekat.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam masa transisi administrasi terhadap pengakuan kas dan untuk menutup defisit cash flow, kami akan melakukan pinjaman daerah jangka pendek Kepada Bank BJB sebesar Rp 800 miliar, dengan jangka waktu kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dengan kewajiban pembayaran kembali pinjaman dilunasi dalam tahun anggaran berkenaan, tanpa dikenakan bunga pinjaman. Persyaratan pinjaman daerah dimaksud sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah nomor 56 tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah."
Surat pemberitahuan pinjaman uang ke BJB itu dibenarkan oleh Ketua DPRD Banten, Andra Soni, saat dikonfirmasi Liputan6.com melalui pesan singkatnya. Namun, lembaga legislatif itu tidak pernah di ajak berdiskusi terkait peminjaman uang tersebut.
"Benar DPRD mendapatkan pemberitahuan dari gubernur melalui surat pemberitahuan tertanggal 29 April 2020 mengenai rencana pinjaman jangka pendek," kata Ketua DPRD Banten, Andra Soni, Rabu (6/5/2020).
Menurut Andra, jika berpatokan pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 56 tahun 2018, memang tidak mensyaratkan atau mewajibkan adanya persetujuan DPRD terkait rencana kepala daerah, khusus untuk pelaksanaan jenis pinjaman daerah berupa pinjaman jangka pendek.
Meski begitu, lembaga legislatif tingkat Provinsi Banten itu tetap bisa melakukan pengawasan terhadap penggunaan uang sebesar Rp800 miliar dari Bank BJB itu. Sesuai PP 56 tahun 2018, pinjaman daerah di Pasal 16 ayat 1 dinyatakan bahwa, pinjaman daerah jangka menengah dan jangka panjang harus melalui persetujuan DPRD.
"Sebagaimana ditegaskan dalam pasal 3 PP No. 56 tahun 2018, yakni taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, transparan, akuntabel, efisien dan efektif, dan kehati-hatian. Mungkin Banten jadi pemprov pertama yang melakukan pinjaman daerah di masa Covid-19 ini," jelasnya.
Pihak Pemprov Banten mengakui pinjaman itu untuk menutup defisit APBD Banten dalam menanggulangi Covid-19, terutama Jaring Pengaman Sosial (JPS). Dalam website resminya, https://bantenprov.go.id/pressrealease/sah-apbd-provinsi-banten-2020-rp-13214-triliun , APBD Banten Tahun Anggaran (TA) 2020 ditetapkan sebesar Rp 13.214 Triliun.
Sedangkan masa saat Covid-19 menjadi pandemi di Banten khususnya, berdasarkan website https://diskominfo.bantenprov.go.id/post/banten-tetapkan-klb-virus-corona-covid-19 , status Kejadian Luar Biasa (KLB) di Banten ditetapkan sejak 16 Maret 2020 atau sekitar empat bulan pemerintahan berjalan.
Dari total Rp80 miliar, sebagian juga akan digunakan untuk membayar gaji pegawai di lingkup Pemprov Banten.
"Saat ini pinjaman masih proses. Ini pinjaman jangka pendek hanya untuk menutup defisit cash flow. Ya antara lain untuk itu (gaji pegawai)," terangKepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Banten, Rina Dewiyanti, Selasa (05/05/2020).