Sukses

Sering Terlihat di Sampul Buku Iqra, Mari Berkenalan dengan Sosok Kiai As'ad Humam

Hampir semua Muslim di Indonesia pernah melihatnya di sampul buku Iqra dengan teknik Cara Belajar Santri Aktif (CBSA) ketika mulai mempelajari baca Al-Qur'an. Dia lah Kiai As'ad Humam dari Yogyakarta.

Liputan6.com, Yogyakarta - Siapa yang belajar membaca Al-Qur'an menggunakan buku Iqra? Buku metode membaca Al-Qur'an yang beredar seantero Tanah Air dan dipelajari banyak Muslim dari anak-anak hingga orang dewasa itu merupakan karya KH As'ad Humam, warga Selokraman, Kotagede, Yogyakarta.

Sosok Sang Kiai kelahiran Yogyakarta 1933, itu pun turut terlihat mewarnai sampul belakang buku Iqra itu. Namun, mungkin banyak yang belum mengenal siapa lelaki berjas dan berkopiah hitam itu, serta apa saja perjuangan dakwahnya.

"Saat remaja sudah aktif bergerak membimbing pengajian anak-anak. Ketika itu, beliau tinggal di Ngawi, ikut kakaknya yang bertugas di sana sebagai PNS. Beliau menghimpun anak-anak di lingkungannya, ya kira kira usia SMP," kata Erweesbe Maimanati, putri KH As'ad, saat disambangi Liputan6.com, Selasa (12/5/2020).

Erweesbe mengatakan sepulang dari Ngawi, KH As'ad Humam bersekolah di Madrasah Muallimin, Yogyakarta. Di samping itu, dia juga nyantri di pondok Al Munawir Krapyak. Namun, musibah datang sehingga mengharuskan beliau opname di RS lebih dari dua tahun lamanya.

"Sekitar umur 17 tahun. Selama di RS, beliau belajar secara autodidak dengan berlangganan buku atau majalah dari Jakarta. Karena saat itu belum ada semacam homeschooling, maka sepulangnya dari RS ya hanya di rumah saja, sambil membantu ayahnya yang punya usaha kerajinan emas imitasi. Jadi, tidak sempat lulus dari Muallimin, mungkin hanya kelas empat saja (setara 1 SMA)," kata putri ketiga KH As'ad Humam ini.

Saat remaja itu, menurut Erweesbe, KH As'ad Humam sebelum membuat buku Iqra sudah sering mencoba membuat metode pengajaran Al-Quran, yang kemudian diajarkan kepada adik-adiknya.

"Pernah mencoba metode global yang waktu itu sebagai pengajaran bahasa Indonesia di sekolah. Yaitu B dan i, ditulisnya huruf ba' dan berharokat kasroh menjadi bi, lalu ditambah s atau sin, dibaca bis," dia menjelaskan.

Sampai suatu saat, As'ad Humam bertemu dengan KH Dachlan Salim, penyusun Qiroati dari Semarang. Pertemuan KH As'ad Humam terjadi, menurut Erweesbe, karena hubungan kerja sama antara kakeknya, H.Humam, dengan KH. Dachlan.

Ketertarikan KH As'ad Humam kepada qiroati berlanjut dengan seringnya 'kulakan' buku qiroati untuk dibagi-bagikan kepada para anggota pengajian. Suatu saat, karena beliau merasa ada yang perlu dibenahi dalam metode tersebut, diusulkanlah kepada KH Dachlan untuk mengubah 15 poin, tetapi saat itu usulnya belum diterima karena sejumlah alasan.

Sejak saat itu, KH As'ad Humam mencoba membuat metode sendiri untuk cara belajar membaca Al-Qur'an, lalu lahirlah buku Iqra itu. Erweesbe menegaskan selama berdakwah, perusahaan keluarganya lah yang menjadi penopang dana dakwah tersebut.

"Saat itu, secara rutin beliau mengeluarkan dana dakwah ke daerah-daerah. Bahkan, beliau juga mengajak beberapa pemuda untuk bergabung menggerakkan kegiatan di mana mana," katanya.

Setelah buku Iqra terbit, dana dakwah ditopang dari penjualan buku itu dan buku pendukung lainnya. Hasil penjualan buku Iqra ini digunakan sepenuhnya untuk kepentingan dakwah, sebab buku tersebut telah diwakafkan untuk Yayasan yang didirikannya, yaitu Team Tadarus AMM (Angkatan Muda Masjid-Musholla) Yogyakarta.

"Ayah selalu mengajarkan setiap menggerakkan kegiatan ukhrowi, haruslah dibarengi dengan kegiatan duniawi sebagai penopang kegiatan ukhrowi tersebut sehingga dakwah bisa berjalan lancar karena ada sumber dananya," ujarnya soal sosok pembuat buku iqra itu yang meninggal pada 1996 di usia 63 tahun itu.

Simak video pilihan berikut ini: