Sukses

Cahaya Lilin di Kompleks Makam Sunan Gunung Jati Sambut Lailatul Qadar di Cirebon

Persiapan menyambut Malam Lailatul Qadar sendiri sudah dilakukan sehari sebelum menjalankan tradisi saji maleman di Keraton Kasepuhan Cirebon.

Liputan6.com, Cirebon - Keraton Kasepuhan Cirebon tetap melaksanakan tradisi menyambut Lailatul Qadar. Meski di tengah pandemi covid-19, pelaksanaan saji dan hajat maleman di Kompleks Makam Sunan Gunung Jati Cirebon tetap dilaksanakan.

Sultan Keraton Kasepuhan Cirebon PRA Arief Natadiningrat mengatakan, yang berbeda dibanding Ramadan tahun lalu pada tradisi menyambut Lailatul Qadar adalah proses dan jumlah orang yang ikut.

"Jumlahnya tidak banyak kemudian kami mematuhi protokol covid-19 salah satunya pakai masker," kata Sultan Arief, Rabu (13/5/2020).

Sultan Arief mengatakan, dalam persiapan saji dan hajat maleman, kaum ibu di lingkungan Kesultanan Cirebon tidak dilibatkan. Dia menjelaskan, tradisi saji dan hajat maleman digelar sebagai sambutan atas datangya Lailatur Qadar pada sepuluh malam terakhir Ramadan.

Dalam tradisi tersebut, kompleks makam Sunan Gunung Jati diterangi cahaya lilin, delepak, serta ukup yang mengharumkan area sakral di Cirebon ini.

Sementara itu, persiapan saji maleman dilakukan sehari sebelumnya yakni Selasa, 12 Mei 2020 lalu dalam sebuah tradisi jamasan gerbong maleman. Pada tradisi tersebut, seluruh perangkat seperti gerbong, peti, guci, dan mangkuk keramik hingga botol yang akan digunakan untuk saji dan hajat maleman dicuci.

"Tradisi Jamasan sudah kemarin dan kita fokus tradisi di kompleks makam menyambut Malam Lailatul Qadar," ujar Sultan Arief.

Sesaji berupa ukup yang terbuat dari cacahan kayu dan akar wangi disangrai dengan gula merah, delapak yang dibuat dari kapas dan minyak kelapa, maupun lilin disiapkan kaum ibu di lingkungan Keraton Kasepuhan Cirebon.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 3 halaman

Sambut Gembira

Sultan Arief mengatakan, untuk saji dan hajat maleman tahun ini tidak melibatkan kaum ibu lantaran pandemi covid-19. Namun, kata dia, pada persiapannya, saji dan hajat maleman dipimpin oleh permaisuri Sultan Kasepuhan Cirebon bersama sejumlah keluarga inti.

"Yang memimpin dan berperan dalam sukseskan tradisi tersebut Raden Ayu Syariefah Isye dan Ibu Suri Raden Ayu Irawati Pakuningrat dan Direktur Badan Pengelola Keraton Kasepuhan (BPKK) Ratu Raja Alexsandra," sebut Arief.

Delepak, ukup, dan lilin yang telah disiapkan selanjutnya dibawa menggunakan gerbong maleman. Selawat dan puji-pujian kepada Allah dan Nabi Muhammad menyertai perjalanan para utusan Keraton Kasepuhan Cirebon menuju kompleks makam Sunan Gunung Jati Cirebon.

Lilin, delepak, dan ukup akan dinyalakan setiap malam pada tanggal-tanggal gajil di sepuluh akhir Ramadan. Sultan Arief menjelaskan, makna lilin dan delepak, serta keharuman ukup yakni umat harus dalam keadaan bersih dan wangi, dengan hati maupun pikiran yang terang benderang.

"Mereka para kraman berjalan kaki sepanjang enam kilometer menuju komplek pemakaman Sunan Gunung Jati," ujar dia.

 

3 dari 3 halaman

Menyambut Malaikat

Arief mengingatkan, Lailatul Qadar merupakan malam yang bernilai ibadah 1.000 bulan. Ia mengimbau agar setiap sepuluh hari terakhir Ramadan, terutama setiap malam ganjil, umat Muslim dianjurkan tak tidur untuk beribadah.

Dia mengajak umat Muslim menyambut Lailatul Qadar dengan kegembiraan dan mengerjakan amalan yang dianjurkan. Agar selalu terjaga dari tidur dan lebih banyak berdoa, berzikir, membaca Al-Qur'an, salat sunah, dan ibadah lain.

"Kita harus menyambut malaikat dengan bersih, wangi, dan terang, melalui salat, zikir, doa, yang kita panjatkan. Insya Allah para malaikat turun ke bumi membawa rahmat magfirah taufik dan hidayah Allah SWT untuk umat yang betul-betul dikehendaki-Nya," harap Arief.