Liputan6.com, Mamuju Ansar (47) bersama 6 anggota keluarganya merupakan warga di Lingkungan Tambayako, Kelurahan Simboro, Mamuju, Sulawesi Barat. Mereka sudah belasan tahun hidup tanpa listrik dan sumber air di rumah yang berukuran 3x4 meter.
Jarak antara tempat tinggal Ansar dengan Jalan Martadinata yang menjadi salah satu jalur utama di Kota Mamuju sebenarnya sangat dekat, hanya berjarak kurang lebih 400 meter. Namun, lokasi rumah Ansar yang berada di atas perbukitan membuatnya sulit dijangkau untuk mendapatkan aliran listrik.
Untuk sampai ke kediaman Ansar, kita harus melawati jalan setapak yang mendaki dan cukup curam. Maklum saja, ia membangun rumahnya tepat di atas puncak bukit, karena hanya sebidang tanah di puncak itulah yang menjadi lokasi miliknya.
Advertisement
Baca Juga
Menurut pengakuan Ansar, ia dan keluarganya sudah 12 tahun hidup dengan kondisi seperti itu, selama ini mereka hanya menggunakan pelita berbahan bakar solar sebagai alat penerangan ketika malam tiba. Sementara untuk kebutuhan air, ia kerap mengambil dari sumur warga.
"Kalau untuk air, saya biasa turun ke sumur di bawah untuk ambil, kemudian dibawa naik ke rumah, biasa juga ke sungai yang di bawah, " kata Ansar kepada Liputan6.com saat ia menerima bantuan Covid-19 dari sejumlah warga di kediamannya, Kamis (14/5/2020).
Untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, Ansar bekerja sebagai buruh bangunan, sembari bercocok tanam memanfaatkan lahan di sekitar rumahnya. Namun, usaha bercocok tanam yang ia lakukan kerap gagal, karena tidak adanya sumber air yang bisa menunjang tanamannya hingga masa panen tiba.
"Karena lagi musim hujan, saya tanam ubi, jagung sama lombok Pak. Saya juga bantu-bantu jagakan kambingnya warga, " ujar Ansar.
Ketika ditanya mengenai pekerjaannya sebagai buruh bangunan, ia mengatakan, sejak Covid-19 mewabah, ia tidak lagi bekerja, tidak ada pemilik pekerjaan yang memanggil atau menggunakan tenaganya. Praktis, ia hanya bergantung pada tanaman yang saat ini sedang ditunggu masa panennya.
Yang lebih memprihatinkan, ternyata selama ini, Ansar tidak pernah menerima bantuan apapun dari pemerintah, bahkan ia tidak terdaftar dalam program BPJS Kesehatan. Masa pendemi Covid-19 saat ini, ia harusnya mendapatkan bantuan, apa lagi banyak jenis bantuan yang diberikan oleh pemerintah bagi warga yang terdampak. Namun, tak satupun yang ia terima.
"Tidak pernah Pak, barusan ini ada bantuan yang saya terima," tutur Ansar.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Terkendala KK
Ansar mengungkapkan, sebelum menetap di Mamuju, ia merupakan warga Polman dan pernah mengadu nasib sebagai petani sawit di Mamuju Tengah. Namun, karena ketidakjelasan lahan yang ia garap dan terjadinya sengketa lahan, ia memilih untuk meninggalkan daerah itu.
"Beberapa tahun saya disana, saya lebih pilih selamatkan keluarga, karena waktu itu orang sudah bawa parang. Saya ke Mamuju karena ada tanah saya beli dulu di sini," ungkap Ansar.
Kepala Lingkungan Tambayako Nawawi Muin mengatakan, selama ini ia sudah mengetahui keberadaan Ansar beserta keluarga di wilayahnya. Namun, karena Ansar tidak memiliki Kartu Keluarga (KK) Mamuju, sehingga ia sulit mendapatkan bantuan dari pemerintah.
"Susah, karena kemarin KK dia itu, KK Polman. Jadi tidak bisa kita uruskan untuk masuk PKH dan BPJS Kesehatan, " kata Nawawi.
Menurut Nawawi, barulah pada satu tahun terakhir ini Ansar memiliki KK Mamuju, sehingga ia mulai diusahakan dan diuruskan untuk masuk kedalam program milik pemerintah. Namun, entah mengapa, hingga saat ini ia tidak juga terdaftar, sehingga, bantuan warga terdampak Covid-19 kembali tidak ia terima.
"Saya tidak tahu kenapa di dinas sosial tidak masuk-masuk, padahal selalu saya masukkan datanya, " ujar Nawawi.
Tapi, Nawawi akan terus berusaha agar Ansar bisa mendapatkan apa yang sudah seharusnya menjadi haknya. Utamanya masuk dalam program PKH dan BPJS Kesehatan milik pemerintah, sehingga punya sedikit jamin untuk hidup.
Sementara itu Alias salah seorang warga mengaku, ia sama sekali tidak mengetahui kondisi rumah yang ditempati oleh Ansar begitu memprihatinkan. Ia menganggap kondisinya seperti orang yang tinggal di daerah perkebunan lainnya, yang tetap hidup layak.
Karena menurut Alias, salama ini, saat ia bertemu dengan Ansar di tempat usahanya, tak sekali pun ia bercerita mengenai kondisinya, atau meminta bantuan agar dia mendapatkan bantuan seperti warga kurang mampu lainnya dari pemerintah.
"Saya baru tahu, ketika saya naik ke rumahnya kemarin. Ternyata memang benar, orang yang betul-betul susah itu akan menerima keadaanya dengan ikhlas dan tetap berusaha," ujar Alias.
Advertisement