Liputan6.com, Aceh - Pandemi Corona Covid-19 tentu tidak hanya menyebabkan krisis kesehatan, tapi menyasar pada permasalahan sosial lain, ekonomi, misalnya. Seorang petani kopi di Gayo, Provinsi Aceh, mengaku tengah mengalami masa-masa paceklik, pasalnya, harga jual kopi arabika di dataran tinggi itu sedang tidak menentu akhir-akhir ini.
Petani kopi bernama Maharadi mengatakan kalau para pengepul enggan membeli gabah kopi dari petani secara langsung dengan skala besar belakangan ini.
Harga gelondong untuk jenis kopi ceri turun hingga Rp6000 per bambu atau kilogram. Sebagian bahkan ditawar dengan harga Rp5000.
Advertisement
"Sebelum Covid-19, di angka Rp10 ribu - 12 ribu per bambu atau kilogram," sebut Maharadi, kepada Liputan6.com, Minggu (17/05/2020).
Baca Juga
Kata Maharadi, para petani harus rela membagi tiga perempat hasil kopinya kepada jasa petik. Sisa yang dibawa pulang oleh petani hanya 60 persen saja, itu juga belum dikurangi biaya pemupukan serta perawatan.Â
Saat ini, imbuh dia, pemerintah lokal belum melakukan upaya yang konkret untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi para petani ini. Yang ada, hanya tawaran menampung kopi dengan sistem resi gudang.Â
"Skema dan syarat resi gudang ini sangat berat bagi petani dengan kondisi saat ini, disebabkan adanya jasa bunga, jasa bank itu sebesar 6 persen per tahun," keluhnya.
Ketakutan terbesar apabila masalah ini dibiarkan berlarut ialah datangnya musim panen kopi di bulan September hingga Desember nanti. Ia khawatir, panen raya nanti malah akan menjadi hari-hari yang menyengsarakan bagi petani ketimbang membahagiakan seperti panen raya sebelumnya.
"Kami harapkan pemimpin bersama kami dalam keadaan sulit ini. Kami, petani selalu merindukan pemimpin seperti itu. Ama (sapaan bapak —bahasa Gayo, yang ditujukan untuk Plt. Gubernur Nova Iriansyah) memiliki kuasa untuk meringkan masalah yang kami hadapi," pintanya.
Â
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.