Sukses

6 Legislator Makassar Bersaksi Di Sidang Perkara Korupsi Fee 30 Persen

Kasus dugaan korupsi fee 30 persen itu sendiri telah mendudukkan mantan Camat Rappocini, Hamri Haiya sebagai terdakwa.

Liputan6.com, Makassar - Enam orang Legislator Makassar diagendakan hadir dalam sidang perkara dugaan korupsi kegiatan sosialisasi, workshop, penyuluhan, pembinaan, pelatihan, bimbingan teknis pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan 15 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kecamatan di Wilayah Kota Makassar tahun anggaran 2017 atau dikenal dengan kasus fee 30 persen yang digelar di Pengadilan Tipikor Negeri Makassar, Selasa, 19 Mei 2020. 

"Besok itu yang hadir 6 orang Legislator dan seorang lagi mantan Legislator," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Imawati via telepon, Senin (18/5/2020).

Keenam Legislator dan seorang lagi mantan Legislator tersebut, kata Imawati, berstatus saksi dan akan didengarkan keterangannya sekaitan pengetahuannya dengan perkara dugaan korupsi fee 30 persen yang sedang berlangsung di persidangan.

"Surat panggilannya sudah kami berikan ke masing-masing. Keenam Legislator dan seorang mantan Legislator itu bersedia hadir dalam sidang pemeriksaan saksi-saksi besok," terang Imawati.

Sidang perkara dugaan korupsi fee 30 persen yang mendudukkan mantan Camat Rappocini, Hamri Haiya sebagai terdakwa itu, tampak bertindak selaku Ketua Majelis Hakim, Daniel Pratu.

Dalam dakwaan yang dibacakan oleh JPU sebelumnya, Hamri Haiya didakwa bersalah telah melanggar pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 ayat (1), jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang R.I. Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang R.I. Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang R.I. Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

 

Simak juga video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Aktor di Balik Kasus Fee 30 Persen

Saat menjabat sebagai Camat Rappocini, Hamri Haiya diduga telah  turut serta melakukan perbuatan dengan Erwin Syarifuddin Haiya dan Helmy Budiman, selaku Kepala Bidang Anggaran BPKAD Kota Makassar terhitung sejak bulan Juli 2016 hingga Desember 2017 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2016 sampai dengan tahun 2017 bertempat di kantor BPKAD Kota Makassar.

Erwin Syarifuddin Haiya sendiri diketahui merupakan saudara kandung Hamri Haiya. Dimana Erwin yang lebih awal divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Negeri Makassar itu, diketahui pada saat itu bertindak selaku Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Makassar.

Dalam dakwaan JPU, perbuatan Hamri Haiya dinilai merupakan tindak pidana dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya.

”Bahwa perbuatan tersebut diatas telah menguntungkan terdakwa Hamri Haiya sebesar Rp2.378.754.753,70 hingga mengakibatkan kerugian keuangan negara pada Kecamatan Rappocini sebesar Rp1.928.754.753,70 yang merupakan bagian dari total kerugian keuangan negara yakni sejumlah Rp26.993.804.083,79 sebagaimana berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksan Investigatif BPK RI Nomor:104/LHP/XXI/12/2018 tanggal 31 Desember 2018, dalam rangka penghitungan kerugian negara atas kegiatan sosialisasi, warkshop, penyuluhan, pembinaan, pelatihan, bimbingan teknis pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan 15 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kecamatan di Wilayah Kota Makassar T.A. 2017.

”Atas perbuatannya, JPU mendakwa Hamri Haiya dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun,” Imawati menandaskan.