Sukses

Membasahi Gambut pada Penghujung Musim Hujan di Hutan Riau

Musim hujan segera berakhir di Provinsi Riau sehingga berpotensi menimbulkan karhutla sehingga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berusaha merekayasa cuaca agar curah hujan selalu ada.

Liputan6.com, Pekanbaru - Musim hujan segera berakhir di Provinsi Riau sehingga berpotensi menimbulkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Sebagai antisipasi dini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berusaha merekayasa cuaca agar curah hujan selalu ada.

Bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), tujuan teknologi modifikasi cuaca (TMC) cuaca ini adalah membasahi lahan gambut. Sebagaimana diketahui, gambut jika masuk musim kemarau sangat rentan terbakar.

Menurut Direktur Pengendalian Karhutla KLHK, Basar Manullang, TMC ini merupakan rekomendasi Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) setelah melihat potensi pembentukan awan hujan.

Dengan demikian, air hujan akan mengisi cadangan air di gambut seperti embung dan kanal ataupun membasahi gambut itu sendiri. Harapannya, gambut tidak kering ketika puncak musim panas pada Juni hingga Agustus nanti.

"Kami mendapatkan instruksi dari Ibu Menteri LHK, gambut harus dibasahi untuk mencegah karhutla di Riau. Rekayasa hujan ini bagian dari ikhtiar, selain kerja tim lapangan di darat yang setiap hari selalu melakukan patroli dan ground check hotspot," kata Basar, Kamis siang, 21 Mei 2020.

Basar menerangkan, TMC diperlukan setelah melihat mayoritas titik pemantauan tinggi muka air tanah (TP-TMAT) gambut di Riau berada pada level siaga bahkan bahaya.

"Rekayasa hujan ini bagian dari upaya pencegahan, bukan pemadaman, makanya dilakukan di musim hujan mumpung masih ada awan hujan," kata Basar.

Pelaksanaan TMC ini berlangsung hingga 28 Mei. Hingga tanggal 20 Mei di Provinsi Riau, telah dilakukan enam sorti penerbangan dengan total bahan semai NaCl sebanyak 4,8 ton.

Pantauan citra satelit, rekayasa hujan telah menghasilkan 17,1 juta meter persegi air pada daerah dengan potensi awan hujan terbesar.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Risiko Menyemai Garam

Rekayasa hujan juga mulai membasahi gambut di Kabupaten Siak, Bengkalis, Kepulauan Meranti, Pelalawan, dan Indragiri Hilir.

"Rekayasa hujan ini hanya kita lakukan pada daerah tertentu saja, prioritas gambut dan ada awan hujannya. Jumlah ini cukup berhasil menaikkan Tinggi Muka Air Tanah atau TMAT dari level bahaya ke aman," jelas Basar.

Selain membasahi gambut sebagai aspek pencegahan, tambahan pasokan air di kanal dan embung bakal memudahkan tim darat mendapatkan pasokan air untuk pemadaman kebakaran lahan.

Selain di Riau, KLHK bersama instansi terkait memprioritaskan rekayasa hujan di provinsi rawan karhutla lainnya, seperti Jambi, dan Sumatera Selatan.

Adapun TMC ini menggunaian pesawat Casa A-2107 milik TNI AU yang membawa garam dan menyemainya di sekitar awan hujan dengan ketinggian sekitar 10.000-12.000 feet.

Menurut Basar, menyemai garam dengan mendekati awan jenis Cumulus memiliki resiko tinggi. Kru pesawat akan berusaha secepatnya menyemai garam dan tidak jarang harus berhadapan langsung dengan faktor cuaca yang sulit diprediksi.

Berdasarkan data satelit, jumlah hotspot di Provinsi Riau tanggal 1 Januari-20 Mei 2020, tercatat 271 titik dengan confidence 80-100 persen. Jumlah ini menurun bila dibandingkan pada periode sama tahun lalu yang mencapai 503 titik.

"Mudah-mudahan tim bisa menjaga kerjasama dengan solid. Pesan Ibu Menteri LHK pada kami, meski dalam suasana Covid-19, pekerjaan lapangan apalagi yang berkaitan dengan antisipasi Karhutla harus terus dilakukan," tutup Basar.