Sukses

Kisah Nenek Pemulung di Kupang, Tinggal di Gubuk Reyot Bersama 4 Cucu

Di gubuk berdinding seng bekas yang terletak di RT 021 RW 004, Kejuaraan Maulafa, Kota Kupang, NTT ini, nenek Maria hidup bersama empat cucunya

Liputan6.com, Kupang- Wanita tua itu asyik membersihkan tumpukan botol bekas minuman di hadapannya. Sesekali ia menyeka keringat yang menetes dari pipinya. Lantas nenek pemulung menyusun satu persatu botol bekas yang sudah dibersihkan lalu memasukan ke sebuah karung di sampingnya.

Ia terkejut ketika melihat kedatangan kami. Dari raut wajahnya, ada keraguan saat seorang teman saya menyodorkan tangannya untuk bersalaman.

"Nenek, jangan takut, kami wartawan, kami mau datang mau lihat kondisi nenek," ujar Tomy Aquino, rekan wartawan saya.

Mendengar pengakuan Tomy, nenek itu pun berdiri menyalami kami. Teman-teman pun mulai bertanya tentang kehidupan nenek pemulung yang hidup di gubuk reyot itu.

Dia adalah Maria Laosana. Wanita kelahiran 1946 ini nampak tegar menjalani hidup di gubuk reyot berukuran 4,5x3 meter itu. Di gubuk berdinding seng bekas yang terletak di RT 021 RW 004, Kejuaraan Maulafa, Kota Kupang, NTT ini, nenek Maria hidup bersama empat cucunya.

Tak ada barang mahal di gubuk itu, yang ada hanyalah tumpukan barang bekas yang siap diolah menjadi uang. Rumah berlantai tanah itu dibagi menjadi tiga kamar sempit, dua kamar tidur dan satunya dijadikan dapur.

Untuk bertahan hidup, wanita asli Besikama, Kabupaten Malaka ini, hanya menjadi pemulung di tengah kota. Hari-hari, wanita 74 tahun ini berjalan dari setiap sudut keramaian kota.

Ia memungut barang bekas untuk dibawa pulang ke rumah. Barang bekas itu dibersihkannya lalu dijual. Hasil jualan ini digunakan untuk membeli beras. Sisanya dia sisihkan untuk keperluan sekolah cucu-cucunya.

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Nenek dan Orang Baik

"Dahulu saya ke Kupang di wilayah ini masih hutan. Belum banyak rumah di sini. Saya awalnya jadi penjual kayu api, karena di sini hutan, banyak kayu api," ujarnya, Minggu (24/5/2020).

Saat itu, ia memilih ke Kupang karena suaminya pergi meninggalkannya. Sementara ketiga anaknya masih kecil. Nenek Maria harus jadi ibu sekalian ayah buat anak-anaknya. Ia lantas merantau ke Kupang.

Menjadi tulang punggung keluarga, membuat nenek Maria tetap tegar hidup di tengah kota. Suatu hari, saat sedang memulung, ia bertemu orang baik. Orang itu meminta nenek Maria menjaga lahannya.

Orang itu lalu membangun gubuk dari seng bekas untuk Nenek Maria dan cucunya. Di gubuk itulah, Nenek Maria dan cucunya bertahan hidup. Sementara, ketiga anaknya merantau ke Malaysia.

Selama hidup di Kota Kupang, nenek Maria mengaku pernah mendapat bantuan sosial untuk lansia. Bantuan itu berupa uang tunai Rp1,5 juta per tiga bulan dalam setahun. Namun, sejak 2019, ia tak pernah lagi mendapat bantuan apa-apa.

"Kalau diberi, ya syukuri, jika tidak pun tidak apa-apa. Saya masih bisa kerja cari uang, cucu saya jangan kelaparan," katanya.

Usai mendengar kisah hidupnya, kami lalu menyampaikan maksud kedatangan saya bersama teman-teman. Sebuah paket sembako dan sedikit uang di amplop kami serahkan ke nenek Maria. Ia lalu menerima dengan tetesan air mata haru. Ucapan terima kasih berulangkali ia sebutkan.

"Terima kasih, terima kasih. Tuhan membalas kabaikan kalian, nak," pamit nenek Maria mengantarkan kami ke seberang jalan.