Sukses

Hendak Ambil Air Wudu, Pria di Pasaman Digigit Buaya

Mendapati laporan konflik manusia dan buaya muara yang bernama latin Crocodylus Porosus itu, BKSDA Resor Pasaman menelusuri Sungai Batang Pasaman untuk melakukan tindakan penanganan.

Liputan6.com, Pasaman - Seorang pria di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat digigit buaya muara ketika mengambil wudu untuk salat subuh dipinggir Sungai Batang Pasaman.

Saat itu, korban sedang mencuci kaki dan terasa ada yang menariknya, korban langsung lari ke darat. Kemudian korban melihat luka bekas gigitan pada kakinya.

Mendapati laporan konflik manusia dan buaya muara yang bernama latin Crocodylus Porosus itu, BKSDA Resor Pasaman menelusuri Sungai Batang Pasaman untuk melakukan tindakan penanganan.

"Iya beberapa hari lalu kami mendapat laporan dari camat setempat, kemudian malamnya langsung ditelusuri namun tidak ada tanda keberadaan buaya tersebut," kata Kepala BKSDA Resor Pasaman, Ade Putra kepada Liputan6.com, Selasa (2/5/2020).

Kemudian keesokan harinya BKSDA Pasaman kembali melakukan penyisiran, pihaknya menemukan dua ekor satwa liar berukuran 1,5 meter di Batang Pasaman dengan jarak satu kilo meter dari pemukiman warga.

"Tetapi karena air pasang tim BKSDA tidak bisa mendekat," ujarnya.

Saat ini, BKSDA masih terus melakukan pemantauan dan identifikasi lapangan, untuk memastikan penyebab terjadinya interaksi negatif satwa dilindungi ini dengan warga.

Berdasarkan hasil penyisiran sementara, tidak ditemukan sarang atau tempat main satwa langka yang berada dekat di sekitar pemukiman warga.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Sosialisasi Kepada Warga

Ade menyebut pihaknya juga sudah melakukan sosialisasi dan penyuluhan terhadap warga yang tinggal di sepanjang aliran Sungai Batang Pasaman di jorong Rantau Panjang.

Dia mengatakan, sosialisasi itu dilakukan dengan memperkenalkan perilaku satwa buaya muara, agar masyarakat lebih waspda ketika beraktivitas di sungai, mengingat sungai Batang Pasaman juga merupakan habitat utama buaya muara.

BKSDA juga mengimbau kepada warga yang memanfaatkan sungai untuk MCK agar membuat pengamanan mandiri di sekitar berupa pagar dari bambu, serta diberi tanda bunyi-bunyian berupa kaleng di atas tiang pagar.

Hal itu mesti dilakukan masyarakat agar ketika ada satwa mendekat, maka akan menimbulkan bunyi suara sebagai peringatan bagi yang berakvitas MCK.

Untuk korban sendiri, tambah Ade saat ini sudah mendapatkan penanganan luka dari medis setempat dan bahkan ikut dengan tim BKSDA melakukan penyisiran.