Sukses

Aroma Korupsi Proyek Jaringan Pipa Avtur Pertamina-Bandara Makassar

Kejati Sulsel terus menyelidiki penyebab mangkraknya proyek jaringan pipa distribusi avtur dari TBBM Makassar ke Bandara Internasional Sultan Hasanuddin yang menelan anggaran senilai Rp155 miliar.

Liputan6.com, Makassar Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) terus menyelidiki dugaan korupsi proyek jaringan pipa distribusi avtur dari TBBM Makassar ke Bandara Internasional Sultan Hasanuddin.

Proyek yang menelan anggaran senilai Rp155 miliar dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) itu dikabarkan mangkrak dan hingga saat ini belum dapat difungsikan.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kajati Sulsel), Idil membenarkan adanya penyelidikan terhadap dugaan korupsi proyek pembangunan jaringan pipa (pipeline) yang kabarnya telah direncanakan oleh perseroan sejak tahun 2013 itu.

Semua yang terkait dengan mega proyek tersebut, kata Idil, tentunya akan dipanggil untuk diambil keterangannya.

"Sudah ada beberapa pihak PT Pertamina kita sudah panggil. Tapi sifatnya masih dalam tahap untuk dimintai dokumen mengenai proyek tersebut," kata Idil via telepon, Sabtu (6/6/2020).

Tujuan dari Penyelidikan, yakni untuk mengetahui penyebab mangkraknya proyek yang menelan anggaran ratusan miliar itu.

"Jika nantinya ditemukan ada unsur dugaan korupsinya, tentu kita akan proses lebih lanjut," jelas Idil.

Sebelumnya, Manager Comunication PT. Pertamina, Hatim Ilwan membantah bila proyek tersebut dikabarkan mangkrak. Menurutnya, pengerjaan proyek yang dimaksud sudah terlaksana 80 persen.

Adapun kegiatan pembongkaran pipa jaringan avtur yang ditanam di bawah tanah area Bandara, kata dia, itu dilakukan mengkondisikan adanya pembangunan perluasan Bandara oleh PT Angkasa Pura.

"Jadi dibongkarnya bukan karena kesalahan spek," kata Hatim.

Pegiat Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi), Angga Reksa mendukung penuh langkah penyelidikan Kejati Sulsel terhadap mega proyek yang mangkrak tersebut.

Hanya saja, Kejati Sulsel harus transparan dan tetap profesional dalam mengusut tuntas adanya dugaan korupsi dalam proyek milik PT. Pertamina itu.

"Aroma korupsi pada mangkraknya proyek jaringan pipa avtur tersebut sangat tampak sekali. Kita harap penyelidikan betul-betul maksimal dan segera ada kespastian hukum," Angga menegaskan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Tujuan Pembangunan Jaringan Pipa Avtur

Sebelumnya, Pihak PT Pertamina sempat gembar-gembor jika jaringan pipa distribusi avtur dari TBBM Makassar ke Bandara Internasional Sultan Hasanuddin diproyeksikan mulai dipergunakan pada September 2018.

Roby Hervindo, Area Manager Communication dan Relation Pertamina MOR VII Sulawesi saat itu mengatakan pengerjaan fisik dari jaringan pipa (pipeline) itu sudah mencapai 70 persen dari total panjang jaringan yang direncanakan sepanjang 22 kilometer.

Jaringan pipa khusus avtur tersebut, menghubungkan tangki penyimpanan milik perseroan yang berada di Pelabuhan Makassar dengan Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Pertamina yang berada di kawasan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin.

"Konstruksi fisiknya (pipeline) sudah 70 persen. Jika tidak ada kendala, diperkirakan September 2018 nanti sudah bisa digunakan untuk distrubusi avtur ke bandara," kata Roby, Kamis 22 Februari 2018.

Ia berharap seluruhnya berjalan sesuai dengan perencanaan tanpa kendala berarti sehingga optimalisasi penyaluran avtur bisa lebih ditingkatkan.

Tujuan dipersiapkannya infrastruktur jaringan pipa itu yakni untuk memangkas durasi distribusi avtur yang selama ini masih menggunakan angkutan truk tangki.

"Sebagai perbandingan, kapasitas distribusi pipeline itu mampu mencapai 200 kilo liter (KL) per jam sedangkan melalui truk tangki dengan kapasitas 245 kiloliter (KL) per empat jam," Roby menjelaskan, saat itu.

Pembangunan jaringan pipa pun sejalan dengan permintaan avtur oleh Bandara Internasional Sultan Hasanuddin yang terus meningkat ekuivalen dengan penerbangan yang semakin aktif.

Kecepatan dalam suplai avtur menjadi hal yang mutlak dilakukan Pertamina agar menekan potensi terjadinya gangguan jadwal penerbangan lantaran keterlambatan pengisian bahan bakar.

"Konsumsi avtur dalam kondisi normal di Bandara Hasanuddin itu secara retara mencapai 600 KL hingga 700 KL per hari," ucap Roby.

Dengan begitu, konsumsi avtur mencatatkan grafik peningkatan setiap tahun mengikuti pergerakan pesawat di Bandara Internasional Sultan Hasanudin yang merupakan hub untuk Wilayah Timur Indonesia.

"Kapasitas tangki di Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Sultan Hasanuddin mencapai 8.000 KL sedangkan kapasitas penyimpanan avtur di TBBM Makassar 6.400 KL," Roby menandaskan.