Sukses

Agar Kenormalan Baru Tak Jadi Bumerang di Daerah

Beberapa daerah di Indonesia telah menghentikan kebijakan PSBB, meski grafik penambahan jumlah kasus positif virus corona (Covid-19) belum ada tanda-tanda melandai.

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa daerah di Indonesia telah menghentikan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), meski grafik penambahan jumlah kasus positif virus corona (Covid-19) belum ada tanda-tanda melandai.

Terbaru, Surabaya Raya, per Senin tengah malam (8/6/2020), wilayah itu secara resmi mencabut status PSBB dan masuk ke masa transisi menuju kenormalan baru selama 14 hari.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini hanya bisa mewanti-wanti, penghentian PSBB bukan berarti Surabaya Raya sudah terbebas dari Covid-19. Butuh kedisiplinan kuat menerapkan protocol kesehatan untuk bisa tetap menggerakkan laju perekonomian di tengah pandemi.

"Kita harus selalu disiplin, tolong ini diperhatikan. Saya sudah membuat protokol kesehatan untuk semua tempat, tolong diikuti dan dipatuhi. Ayo kita perkuat Kampung Wani Jogo Suroboyo untuk menjaga diri kita dan tetangga kita," ujarnya beberapa waktu lalu.

Ia juga memastikan setelah PSBB ini tidak diperpanjang dan memasuki normal baru, SOP atau aturan protokol kesehatannya lebih detail di setiap bidangnya.

Dia menuturkan, semua ini memang terkesan berat, tapi kalau ini tidak dibiasakan, maka warga tidak bisa kerja dan tidak bisa cari makan.

"Sekali lagi ini amanah bagi warga Surabaya, karena itu kita harus jaga kepercayaan dan amanah ini, jangan sampai kita sembrono. Makanya, kalau kita sudah merasakan sakit, segera periksa dan berobat, kita harus menjaga diri kita masing-masing supaya tidak sakit, kalau sakit ya nanti kita tidak bisa kerja untuk cari uang lagi," katanya.

Simak juga video pilihan berikut ini:

2 dari 4 halaman

Sulsel Menuju Normal Baru

Senada dengan itu, Pemprov Sulsel juga sudah tak sabar ingin masuk era kenormalan baru, seraya meminta seluruh warga untuk bisa beradaptasi di masa transisi Covid-19.

Pemprov mengklaim, lima wilayahnya di tingkat kabupaten dan kota telah dikategorikan sebagai zona kuning. Kelimanya antara lain, Barru, Kepulauan Selayar, Tana Toraja, Bulukumba, dan Kota Palopo.

Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sulsel bahkan menyebut, kasus penyebaran virus corona di wilayah itu terkontrol, yang terlihat pada dua minggu terakhir mulai hari ke 71-84, reproductive number (Ro) sudah turun ke Rt 0,9 dengan interval 0,9-1,1.

Bilangan rasio penularan atau Rt 0,9 dengan interval 0,9-1,1 menjelaskan bahwa rasio reproduksi kasus masih terbilang mengkhawatirkan. Dan baru bisa dikatakan aman jika bilangan tersebut aeluruhnya berada di bawah angka 1.

Tim Konsultan Covid-19 Sulsel Ansariadi, Minggu (7/6/2020) mengatakan, evaluasi peningkatan kasus dilakukan dari waktu ke waktu tapi kurva yang ditampilkan tidak berdasarkan harian sebab hasilnya kadang berbeda, kapan terjadinya penyakit dengan kapan diumumkan.

"Seperti yang kita temukan ternyata yang diumumkan terjadi akumulasi dari beberapa hari lalu. Sehingga kita bisa keluarkan kurva epidemologinya. Dan kita lihat ada peningkatan dan penurunan, ini melihat juga kapan PSBB dilakukan dan bagaimana efeknya," ujarnya.

Kurva inilah yang menjadi dasar menghitung reproductive number dan terlihat bahwa dalam dua minggu terakhir sudah ada penurunan, (Rt) 0,9 sampai 1,1.

"Intinya adalah dalam suasana yang bisa dikontrol, terkendali, misalnya ada tiga kasus tetapi terkendali dan tidak menimbulkan wabah luar biasa, maksud saya tidak dalam jumlah di luar ekspektasi kita," jelasnya.

Sedangkan terkait New Normal, ketika aktivitas dibuka kembali, seperti sekolah dan masjid, evaluasi perlu dilakukan satu sampai dua minggu ke depan bagaimana tren penurunan dan sejauh mana masyarakat mampu menerapkan protokol sehat di masa New Normal.

"Saya berharap tidak hanya mengimbau masyarakat. Karena sebagian masyarakat bisa lakukan. Tetapi mungkin sebagian besar tidak mampu, kita harus membuat mereka mampu. Apa fasilitas yang diberikan kepada mereka. Misalnya di sekolah, pemberian alat cuci tangan. Saya kira ini pekerjaan berat pemerintah ke depan," katanya.

3 dari 4 halaman

Wanti-Wanti Presiden Jokowi

Sementara itu, Presiden Joko Widodo mengimbau kepada daerah-daerah yang telah menghentikan PSBB dan menuju era normal baru harus berhati-hati. Dia meminta setiap daerah merujuk pada data-data dan fakta di lapangan.

"Pembukaan sebuah daerah menuju tatanan masyarakat produktif dan aman covid harus melalui tahapan-tahapan yang ketat, hati-hati," katanya, Rabu (10/6/2020).

Dia mengingatkan, agar semua daerah bisa memiliki kewaspadaan yang tinggi dalam penanganan di lapangan. Tidak hanya itu, di setiap daerah juga perlu menggunakan indikator WHO, dan mengetahui zona-zona yang sudah diterapkan. Mulai hijau tanpa kasus, kuning-resiko kecil, orange-sedang, dan merah tingkat resiko tinggi.

"Jangan sampai ada kesalahan kita memutuskan sehingga terjadi kenaikan kasus di sebuah daerah karena tahapan-tahapan tidak kita kerjakan secara baik," kata Jokowi, sambil mengingatkan daerah harus melakukan pra kondisi yang ketat. Yaitu sosialisasi pada masyarakat dengan menerapkan protokol kesehatan.

"Sehingga saat kita masuk ke tatanan normal baru, kedisiplinan warga sudah siap dan ada ini pra kondisi yang kita siapkan sehingga pakai masker, jaga jarak cuci tangan tidak ke kerumunan terus

Jokowi juga sudah menugaskan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal (Pol), Idham Azis untuk memerintah aparatnya berjaga di daerah. Hal tersebut bertujuan untuk mengingatkan warga agar patuhi protokol kesehatan.

"Menghadirkan aparat di daerah untuk mengingatkan warga protokol kesehatan," katanya.

4 dari 4 halaman

Kata Pakar Epidemiologi

Terkait dengan keinginan daerah mengentikan PSBB dan menuju ke ero normal baru, Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif, saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (10/6/2020) mengatakan, tidak ada pendekatan ajaib yang bisa memastikan tak ada gelombang kedua wabah Covid-19 saat daerah memutuskan mengakhiri PSBB dan masuk ke normal baru. 

"Ya tetap saja pendekatannya, yaitu wajib pakai masker dan jaga jarak, cuci tangan pakai sabun, disinfektan ruang publik, itu saja," katanya.

Jika mau lebih revolusioner sehingga dipastikan tidak ada gelombang kedua, atau paling tidak dapat mengurangi risiko lonjakan kasus positif gelombang kedua, tiap daerah perlu melakukan karantina wilayah paling berisiko dalam lingkup yang lebih kecil, yaitu lingkup RT. 

"Selama 14 hari dijamin makannya, dicek suhu dan rapid test," katanya.

Syahrizal sendiri tidak bisa memprediksi apakah suatu daerah bisa melewati masa transisi dan masuk ke era normal baru atau malah menghadapi lonjakan kasus baru gelombang kedua.

Menurutnya, sepanjang ada pergerakan antar wilayah, kemungkinan akan ada kasus positif domestik. Kemudian kasus domestik bisa menjadi klaster pada kelompok risiko tinggi, seperti pasar, asrama, pesantren, dan rumah jompo. 

"Kalau penelusuran kontaknya tidak bagus, bisa bergeser ke transmisi lokal. Lalu bisa ada ledakan jumlah kasus," katanya.

Syahrizal hanya bisa mengimbau masyarakat untuk tetap waspada, karena dalam situasi ini apapun masih bisa terjadi. Mengingat daya dukung sistem kesehatan di Indonesia tidak sebaik Singapura, masyarakat perlu ekstra disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan.

Selain itu, dukungan pemerintah daerah dalam bentuk sosialisasi kenormalan baru juga sangat dibutuhkan, agar masyarakat tidak bingung saat melakukan aktivitas keseharian.  Â